Kamis, 27 Juli 2023

Sekilas Pengalaman Budidaya Tomat di Pekarangan Rumah



Pengalaman Budidaya Tomat



Ada yang belum kenal tomat?

 

Sepertinya sekarang sulit menemukan orang yang belum mengenal tomat, meskipun tidak hobi memasak. Tomat kerap diolah dengan sayuran sebagai hidangan keluarga. Selain diolah di rumah, sudah banyak makanan kemasan yang dicampur dengan tumbuhan ini, seperti saos tomat. Jus tomat juga populer sebagai teman kuliner.

 

Selain populer, pohon tomat yang rimbun merupakan pemandangan menarik yang sering saya lihat di media. Saya pun jadi ingin memiliki pohon tomat di rumah. Dulu pernah mencoba menanamnya di pekarangan. Hasilnya?  Gagal total!  Tomatnya busuk dan batangnya perlahan mati. Padahal setiap hari saya siram.  Ternyata menyiram saja tidak cukup. 

 

Kata orang, sayur-sayuran dan buah-buahan sulit tumbuh di daerah berhawa panas. Saya bermukim di Medan dengan suhu udara yang cukup terik. Tomat tumbuh optimal pada daerah bersuhu sekitar 18°C – 25°C pada siang hari.  Sementara saya tinggal di ko bersuhu sekitar 24°C – 31°C pada siang hari (menurut catatan BMKG), bahkan, pada bulan April kemarin pernah  mencapai 36,5 C. 

 

Itu baru masalah suhu udara, belum lagi kondisi lahan. Pekarangan rumah saya sudah  dimarmer seluruhnya.  Kalaupun mau bercocok tanam, ya, harus menggunakan pot berisikan. Namun, solusi ini pun bukan tanpa kendala. Tanah di seputaran rumah kurang subur karena telah bercampur pasir hasil renovasi bangunan. 


Jadi, saya pikir, sudahlah lupakan saja keinginan untuk budidaya tomat di rumah.  Nanti busuk lagi kayak dulu, padahal sudah  membeli bibit satu sachet.  Hasilnya nol besar.  Kalau senang melihat pohonnya, kapan-kapan bisa jalan-jalan ke ladang tomat. Iya, kan?

 

Ternyata ada kejutan di kemudian hari.

 

Bibit Tomat dari Selokan

Suatu hari saat jalan kaki olga keliling kompleks, saya melihat ada pohon tomat ranum yang tumbuh subur di depan rumah tetangga. Wah, ini kejutan.  Ternyata ada juga yang berhasil membudidayakan tomat. Kebetulan pemiliknya ada di depan rumah, jadi langsung saja saya tanya.

 


"Nggak ditanam itu, Kak. Dia tumbuh sendiri di depan rumah.  Disiramnya pun kalo ingat.”  Demikian jawaban pemilik rumah. 

 

Saya cuma manggut-manggut.  Dia kelihatan tidak peduli dengan tumbuhan tersebut.  Kalau mau tumbuh syukur, kalau nggak juga bukan masalah. Pohon itu ditanam seadanya di dalam pot, lengkap dengan tiang penyangga. Daun-daunnya pun agak layu. 


Waduh, kasihan si tomat. Ketika saya lewat beberapa minggu kemudian, pohon tersebut sudah tinggal batang dengan beberapa helai daun.

 

Kemudian, saya perhatikan ada dua pohon tomat lagi yang tumbuh di seputaran komplek, bahkan salah satunya tumbuh liar.  Begitu mudahkah tanaman ini berkembang biak walaupun di daerah panas?  



Saya pun mengambil kesimpulan, tomat mungkin bisa tumbuh di daerah panas, asalkan dirawat dengan tekun. Apapun yang diabaikan, biasanya nggak pernah memberi hasil optimal.

 

Jadi, gimana?  Mau mencoba bertanam tomat lagi?

 

Awalnya, saya malas mencoba  karena sudah bosan berkali-kali gagal.  Namun, pendirian saya goyah ketika melihat sebatang tomat yang rapuh tumbuh di pinggiran selokan pas depan rumah.  


Tingginya baru sekitar 0,5 meter. Bentuknya mulai melengkung karena tidak ada tiang penyangga.  Kalau tidak diselamatkan, dia mungkin akan menjuntai dan jatuh ke dalam selokan.

 

Saya berpikir, mungkin ini kesempatan untuk mempraktekkan kembali budidaya tomat di pekarangan rumah.  Kemungkinan tumbuh tetap ada. Toh, sudah ada contohnya dari tetangga.  


Tomat terbukti bisa tumbuh, sekarang tinggal tergantung  pemiliknya.  Mau dirawat atau terima nasib saja? Kalau jadi syukur, kalau nggak berarti bukan rezeki.

 

Akhirnya, pohon tomat tersebut saya pindahkan dari pinggiran selokan ke pot kecil. Dulu, saya  kurang maksimal memelihara tumbuhan tersebut. Modalnya hanya siraman air tanpa ada pupuk tambahan. Siapa tahu beruntung, tomatnya bisa tumbuh sendiri. 


Ternyata mengandalkan keuntungan saja nggak akan memperoleh hasil maksimal.

 

Kalau dulu hanya menggunakan pengetahuan terbatas, sekarang saya mulai bertanya dengan kenalan yang paham pertanian. Istilahnya, belajar dari pengalaman orang lain. 


Biasanya cara ini lebih sederhana dan mudah dipahami karena memakai bahasa sehari-hari. Kalau membaca dari buku, saya justru semakin bingung karena banyak istilah-istilah kurang familiar.

 

Saran dari para kenalan itu ternyata cukup membantu. Perawatan tomat sederhana dan orang yang awam tentang pertanian bisa mempraktekkannya.  Berikut paparannya.

 

1. Sediakan wadah tanaman yang tepat

Tantangan pertama adalah harus menyediakan wadah yang sesuai, jangan asal tanam. Saya segera mencari cara agar tomat  memperoleh tanah subur.  Ini penting karena rumah sudah dibeton hingga ke pekarangan. Pot bisa menjadi pilihan.



Saya memindahkan tomat tersebut ke pot berdiameter 15 cm. Karena tomat tumbuh menjalar, harus disediakan tiang penyangga. Supaya nggak ribet, saya menanamnya tepat berdampingan dengan pagar rumah.

 

Tomatnya tumbuh, tapi masih malu-malu kucing alis kerdil. Saya ingat, beginilah tomat yang dulu ditanam.  Pohon seperti ini cepat atau lambat akan mati, hanya menunggu waktu. 


Menyerah? Ih, masa nyerah? Tanggung, lho. Sekali ini, saya nggak mau mengulangi kesalahan yang sama.   

 

Seperti manusia, tanaman pun perlu wadah atau tempat tinggal yang cukup nyaman untuk berkembang.  Saya melirik potnya, terlalu kecil dan sesak. Maka, sayapun mengganti pot dengan ukuran lebih besar.

 

Hasilnya terbukti.  Setelah ganti pot, pohon bertumbuh semakin subur.  Batangnya bertambah tinggi, sampai merunduk ke marmer.  Agar terlihat rapi dan indah, saya mengikat batang yang merunduk ke pagar dengan tali agar kokoh kembali.  Dedaunannya pun mulai rimbun.  


Nah, ini petanda kemajuan.  Pohon tomat saya zaman dulu tidak mampu mencapai fase ini.

 


2. Gunakan pupuk kompos

Di depan rumah ada sedikit tanah yang ditanami dengan pohon mangga dan jeruk lemon. Sayangnya, tanah tersebut sudah tidak subur lagi karena  bercampur dengan pasir. 


Lahannya pun pernah disemprot dengan obat anti hama untuk membasmi rumput liar.  Akibatnya, daun pohon lemon yang tumbuh di atasnya mulai menguning seperti kekurangan nutrisi.

 

Kalau tomat ditanam menggunakan tanah tersebut, berarti hanya mengulang kegagalan terdahulu.  Pohon jeruk lemon kokoh saja hampir tumbang, apalagi batang tomat yang ringkih. Kalau mau berkembang dengan baik, harus dicari alternatif agar tanaman tersebut tumbuh subur.

 

Untunglah di rumah ada persediaan kompos, yaitu tanah yang sudah dicampur dengan kotoran hewan. Saya sudah melihat hasilnya pada tumbuhan lain, kompos ini mampu menyuburkan tanaman.  


Mudah, kok, memperoleh pupuk jenis ini.  Temukan saja pada penjual bibit bunga. Kalau di daerah saya, biasanya berlokasi  agak ke pinggiran kota.  Pupuk yang dikemas dalam goni ini harganya cukup terjangkau, kok.

 

3. Pangkas dedaunan yang terlalu rimbun

Saudara saya yang berkecimpung sebagai petani, pernah memberi saran.  Menurutnya, pohon dengan dedaunan yang rimbun sulit menghasilkan banyak buah. Nutrisi dari akar dialihkan hanya ke daun, sehingga tidak mengeluarkan buah-buahan. Benar atau nggak, nih?

 

Saya mencoba bertanya guru virtual, Google. Soalnya, baru sekali ini saya mendengar kalau daun bisa menghambat buah-buahan berkembang.  


Setahu saya, daun justru bermanfaat untuk fotosintesis yang menyerap nutrisi bagi tumbuhan. Dengan bantuan sinar matahari, proses fotosintesis akan menyediakan makanan.  Jadi, dedaunan itu penting sekali.

 

Ternyata di Google pun nyaris tak ada fakta yang mengatakan kalau dedaunan bisa menghambat buah pohon.  Jadi, gimana nih?

 

Saya pikir, ada kalanya ilmu bukan hanya diperoleh secara formal melalui pendidikan akademis.  Pengetahuan bisa diraih dari pengalaman saat berada di lapangan, bukan hanya ruangan. Saya pun memutuskan untuk mengikuti saran tersebut. 

 

Daun yang berlebihan dipangkas, tapi jangan dibuang.  Letakkan dalam pot karena akan membusuk hingga bermanfaat sebagai pupuk.  Jangan pula berlebihan membuang daun, nanti pohonnya tidak bisa lagi berfotosintesis dan mati.  Sayang, kan, sia-sia semua jerih payah.

 

Ternyata saran tersebut manjur juga. Bunga-bunga tomat yang sebelumnya malu-malu, sekarang mulai bermunculan. Putik-putiknya yang halus kemudian menguncup dan berkembang menjadi bakal buah. 



Wah, sepertinya usaha saya mulai menunjukkan hasil. Memang kita perlu membuka telinga lebar-lebar supaya memperoleh saran yang tepat.

 

4. Gunakan sampah organik sebagai pupuk

Hampir setiap hari di rumah ada sampah organik yang berasal dari sisa sayuran mentah atau kulit buah-buahan. Kalau dibuang hanya menjadi sampah yang mengotori lingkungan.


Padahal jenis sampah ini bermanfaat jika difungsikan sebagai pupuk organik, termasuk untuk tanaman tomat. Cuma, biji buah-buahan jangan dipakai, ya. Nanti ikut bertumbuh di dalam pot dan akan mengganggu tanaman utama. 

 


Saya tidak secara langsung meletakkan sampah organik tersebut ke dalam pot.  Biasanya, sisa-sisa sayuran atau buah saya rendam dulu dalam wadah yang berisi air selama beberapa hari. Setelah itu baru dituangkan ke dalam pot. 


Disarankan supaya menyediakan penutup wadah penampungan sampah organik, agar serangga ataupun aroma kurang sedap tidak mengganggu penghuni rumah.

 

Bagaimana hasilnya setelah keempat point di atas diterapkan pada tanaman tomat? Buahnya memang semakin rimbun, walaupun ukurannya lebih mini daripada tomat yang biasanya dijual di pasar. 



Harap maklum, budidaya ini dilakukan oleh seorang petani otodidak dengan pupuk dan lahan terbatas. Jika ada kesempatan lain, mungkin bisa belajar langsung dari pakarnya. 

 

Meskipun demikian, saya cukup puas.  Eksperimen ini mampu membuktikan kalau tomat memang  bisa tumbuh pada daerah panas, bukan hanya di lokasi pegunungan.  Asal mau merawat, rajin dipupuk serta disiram, hasil nggak akan pernah mengkhianati usaha.

 

Tanah Kita Subur seperti Kolam Susu

Ketika pertama kali melihat bakal pohon tomat tumbuh di pinggir selokan, saya langsung teringat lirik lagu Kolam Susu yang pernah dipopulerkan oleh Koes Plus sekitar tahun 1970-an.


Bukan lautan hanya kolam susu

Kail dan jala cukup menghidupimu

Tiada badai tiada topan kau temui

Ikan dan udang datang menghampirimu

 

Orang bilang tanah kita tanah surga

Tongkat kayu dan batu jadi tanaman

Orang bilang tanah kita tanah surga

Tongkat kayu dan batu jadi tanaman

 

Begitu mudah berbagai tanaman tumbuh subur di negeri ini.  Hanya sebutir biji yang nyangkut di pinggiran selokan, bisa bertumbuh menjadi pohon tomat versi rumahan. Hasilnya lumayan juga menambah olahan dapur. Sekarang kalau mau memasak dengan campuran tomat, tinggal petik dari tangkainya.

 


Kita beruntung memiliki negeri nan subur yang selalu disinari mentari. Apa pun jenis tumbuhan yang ditanam, bisa menjadi bibit unggul asalkan pemiliknya mau merawat dengan tekun.  


Dari aktivitas ini saya memperoleh pengalaman dan pengetahuan baru. Opini orang banyak yang selama ini beredar jangan langsung dijadikan alasan untuk enggan berusaha.  Kerjakan saja dan buktikan, pendapat mayoritas belum tentu selalu benar.  


Kalau beberapa orang tidak mampu mengerjakannya, bukan berarti kegiatannya nggak layak ditangani. Individu lain mungkin bisa menyelesaikannya.

 

Pohon tomat yang tumbuh di depan rumah sudah memberi pelajaran. Selama mau berusaha, belajar, serta tekun, segala sesuatu bisa terwujud.



Referensi :

▪︎ Foto merupakan koleksi pribadi yang diedit dengan Canva.

▪︎  BMKG : Suhu di kota Medan 24 - 31°C dengan Cuaca Berawan (22 April 2023)

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/04/22/bmkg-suhu-di-kota-medan-24-31-c-dengan-cuaca-berawan-22-april-2023-

▪︎. Suhu di Medan Capai 36,5°C, BMKG Beberkan Penyebab Cuaca Panas Menyengat. 

https://medan.tribunnews.com/amp/2023/04/15/suhu-di-medan-capai-365-celsius-bmkg-beberkan-penyebab-panas-menyengat

Kamis, 20 Juli 2023

Cerpen : Kornea


Sebentar lagi, sepasang bola mataku akan kembali melihat warna-warni dunia dengan segala keindahannya. Sinar mentari segera menerobos lensanya untuk meninggalkan jejak keunikan semesta. Namun dengan indera yang sama, aku pun akan menemukan kemuraman manusia dengan segala kekejian, keserakahan, dan fatamorgana.


Apakah kabar ini akan membawa berkat atau mudarat?


“Bapak beruntung bisa segera bertemu dengan donor yang tepat.” Begitu disampaikan asisten ketika aku hendak berangkat ke rumah sakit.  “Kalau nanti sudah bisa melihat dengan normal, Bapak tidak perlu tenaga saya lagi untuk mengetik. Tulisan dan karyanya langsung terurai dari jari-jari sang pengarang.”

            

Aku menggeleng sembari tersenyum. “Bagaimana mungkin aku melupakan jasa orang yang selalu menuntun ketika duniaku suram?”


Asistenku tidak menjawab. Sejenak ruangan tempat kami berkumpul mendadak hening. Aku hanya mendengar helaan napas dan dan sedu sedan yang tertahan di tenggorokan. Kemudian kakinya melangkah menjauh diiringi suara pintu yang ditutup.




Setahun yang lalu, dokter memvonis terkena keratoconus yang menyebabkan penglihatanku semakin buram. Aku mulai kesulitan melihat pada malam hari. Pekerjaanku turut terganggu. Kurang memperhatikan kesehatan dengan sering mengucek mata, menyebabkan kondisi korneaku menurun. Kalau keadaan semakin kritis, dokter menyarankan agar mulai memikirkan upaya mencari donor kornea.


Aku menghela napas mendengar saran tersebut. Mengucap memang mudah, tapi membuktikan perlu daya maksimal.  Saran dokter justru sempat membuat semangat semakin terkikis. Bagaimana tidak? Dulu aku pernah membaca kalau tipis sekali peluang mendapatkan donor kornea.  Konon, perbandingannya hanya 1 : 70, yaitu satu orang pendonor diantri oleh 70 penderita.


Namun, kemudian datang bantuan tak terduga dari orang yang belum pernah bersua.


“Puteri saya sangat mengagumi karya-karya Bapak.”  Ibu setengah baya itu mengusap air matanya. Ruangan rumah sakit ini dilingkupi kesenduan keluarga pendonor yang sekarang duduk mengelilingiku. “Dia ingin menjadi penulis. Namun, nasib berkata lain. Ketika mengetahui masalah penglihatan Bapak, puteri saya langsung berpesan. Jika terjadi sesuatu, dia mengusulkan agar korneanya didonorkan untuk Bapak.”



Aku menunduk sambil memandang foto gadis remaja yang terpampang di layar ponsel sang Ibu. Sepasang mata itu seperti bintang yang berbinar. Rambut ikal ditata menyerupai boneka kesayangan kakakku, ketika kami kami masih kanak-kanak. Kamera memantulkan kulitnya yang bercahaya seperti mentega dipoles merata. Hmm, mungkin malaikat berpikir seribu kali sebelum menarik napas kehidupannya.


“Dia hanya ingin tulisan Bapak terus bergema di dunia literasi. Sayang sekali jika masalah mata menghambat Bapak berkarya.” Seorang pria muda ikut menimpali. Wajahnya seperti duplikat foto gadis di ponsel tadi.


Aku mengangguk. Jika tulisan bisa mempertemukanku dengan mereka hari ini, yakinlah karya-karya berikutnya akan membawa dampak lebih dashyat. Kalau tulisanku berhasil, gadis itu akan tersenyum dari alam kekekalan.  Korneanya yang sekarang melekat di bola mataku merupakan penghubung abadi bagi kami.


Di balik haru biru keluarga pendonor, ada teman-teman dan penggemar berbahagia dengan kesehatanku. Peristiwa ini berdampak luas. Sekarang, bukan hanya tawaran kepenulisan yang semakin deras menghampiri, tapi juga acara-acara yang tidak berhubungan dengan literasi mulai singgah di agenda. Reputasiku menjadi pemikat bagi kegiatan tersebut.


            


Dengan kornea, aku memang kembali melihat keindahan dan kemuraman dunia.  Namun, sekarang tak perlu bingung dan berkeluh kesah memilah di antara keduanya. Bukankah hidup itu merupakan pilihan? Kita diberi kebebasan untuk memusatkan pandangan. Saat ini tanpa ragu, aku memilih mensyukuri kesehatanku dengan fokus melihat objek nan indah.

            

Pesta-pesta yang diselenggarakan oleh rekan-rekan mulai mencondongkan hatiku. Kornea ini kuajak menyeleksi wanita-wanita menawan untuk dijadikan pendamping kelak.  Keindahan mereka membuatku kembali merasakan warna-warni dunia. Tawa dan senyum manja menyesap ke dada seperti air pegunungan menyejukkan.

            

Bukan hanya sosok eksotik tersebut yang melintas melalui kornea, tapi juga penampilan eksklusif rekan-rekanku. Dengan setelan busana dan kendaraan merek terbaru, mereka tampak menawan dan berkelas. Aku seperti dibanting dari ketinggian gedung jika disandingkan dengan mereka.  Perlahan aku mulai merutuk nasib sendiri.

            

Jangan salah menduga. Aku sangat mencintai dunia merangkai huruf menjadi kalimat bermakna. Menulis ibarat separuh jiwa. Jika ada yang menyarankan agar berhenti mengukir kata-kata, maka sama artinya dengan menghempaskan sebagian nyawaku ke palung laut terdalam. Akan tetapi, apakah salah kalau mengharapkan segepok kebahagiaan materi dari goresan tangan?



Semasa kanak-kanak, Ibu pernah berucap agar aku senantiasa berhati-hati mencetuskan impian. Tembok rumah bertelinga dan mendengar setiap permintaan kita. Dia mampu menyampaikan keinginan penghuni rumah pada langit. Kemudian langit mempunyai kuasa untuk mengatur seluruh penduduk bumi.


Waktu itu aku hanya menyanggah dalam diam. Walaupun masih bocah, aku tahu kalau setiap keinginan mudah terwujud, maka drama manusia tidak menantang. Tahun-tahun umur terasa datar tanpa kendala. Mengejar impian merupakan pelangi kehidupan yang agak sulit diraih.

            

Namun, hari ini opiniku tergerus oleh kedatangan seorang pria bertubuh kerempeng. Dia mengenakan kemeja kusam dengan warna nyaris buram disapu detergen. Wajah kelihatan kuyu, penampilannya membuat dia patut diabaikan. Sosok ini mungkin tidak akan diperhitungkan di luar, tapi pesan yang dibawanya membuat jantungku berdegup kencang.

            

Sambil menyodorkan selembar cek, dia berucap, “Paham yang harus dikerjakan?”


            

Aku gugup mengangguk ketika melihat deretan angka nol dalam selembar kertas itu. Sepasang tungkai kakiku langsung bergetar.

            

Ini bukan permintaan sulit. Aku mengetahui tokoh populer yang akan menjadi objek tulisanku berikutnya. Bisik-bisik yang melintas di lingkaran rekan-rekan, beliau mempunyai jejak hitam dalam karier.  Entah sudah berapa banyak anak sungai yang mengalir dari kubangan air mata masyarakat.  Namun, sekarang sang tokoh perlu dukungan tulisan dari orang bertangan dingin sepertiku, demi citra di depan publik.

           

Pilihan rumit? Hmm, bukankah tadi sudah kukatakan hidup ini penuh dengan suka dan duka? Alternatif ada di tangan pribadi. Usia terlalu singkat untuk diajak berdebat tentang tanggung jawab moral.

            

Selanjutnya, untaian kata-kataku bukan hanya mengukir kisah romantis dalam novel dan prosa.  Siapapun yang perlu dukungan, semua ditangani dengan baik.  Soal benar atau salah, hanya kembali pada tanggung jawab masing-masing. Aku cuma penyambung opini. Lagipula, apa manfaat talenta jika tidak mampu membahagiakan diri sendiri dan orang lain?


            

Akhirnya, aku semakin sering hadir di acara pesohor. Di sana, hampir semua membicarakan karya-karyaku yang kerap menjadi santapan kritikus. Ada yang memuji, tapi tidak sedikit pula yang memaki. Aku cuma tersenyum menanggapi berbagai komentar yang berseliweran. Bersama kornea baru ini, hanya keindahan dunia yang melintas di depan mata.

            

Namun, kemudian muncul peristiwa yang menggelisahkan. Di setiap pesta, aku sering bertemu dengan pria berpakaian kumuh berambut gondrong. Matanya kelam seperti dasar sumur. Bibir melengkung dan terkatup rapat. Suhu ruangan mendadak menurun ketika dia hadir. Anehnya, keringat dingin justru mengalir di tengkuk. Kuperhatikan tidak seorangpun peduli pada pria itu. Atau, apakah hanya aku yang dapat melihatnya?

            

Aku mengatup kedua kelopak mata. Kegelisahan mulai menohok urat-urat jantung. Kugelengkan kepala mengusir risau di hati, seraya menyeret kaki melangkah keluar ruangan untuk menghirup udara segar. Siapa tahu ketenangan bisa menjernihkan kegalauan.

            

Sesampai di luar, segera kuambil ponsel dan mencari nomor yang melintas di benak. Aku tahu ada orang yang bisa menjelaskan masalah ini. Setelah tersambung, dengan suara bergetar kuceritakan peristiwa yang sering dialami sekarang. Secara detail, kututurkan ciri-ciri sosok misterius yang sering menguntit ke  berbagai acara.

            

Mendengar kisahnya, lawan bicara di ujung telepon terdiam. Lama. Aku sampai mengira dia tertidur atau diam-diam mematikan sambungan.  Rasa gusar mulai merambat ke ubun-ubun. Namun, amarahku mereda karena masih mendengar helaan napas memburu.

           

“Pak, kalau ada waktu segeralah kemari.”

** 0 **

Aku duduk termangu di kamar seorang diri. Semua pembantu hingga asisten yang setia dilarang mendekati ruangan ini. Jendela sengaja kututup, bahkan gorden diturunkan agar sinar matahari sore tak dapat menerobos. Pintu dikunci rapat supaya jangan ada seorangpun mengganggu. Aku hanya ingin berteman dengan kesunyian dan ketenangan.


            

Di dalam ruangan ini, obrolan tadi kembali menggema di gendang telinga.

            

“Beberapa hari sebelum meninggal dunia, putri saya sering menggambar pria ini. Kami tak paham maksudnya sampai akhirnya dia menghembuskan napas terakhir.” Wanita itu terisak sambil menunjukkan tumpukan kertas yang tersimpan rapi di laci meja anaknya.

            

Setelah puas mengamati gambar-gambarnya, aku segera pamit. Ibu paruh baya tersebut masih tersedu sedan ketika mengantarku sampai ke gerbang. Saat itu, mungkin kenangan pada putrinya kembali menari di benak. Namun, tiada sepatah kata yang mampu kuucapkan. Otak seperti dipoles oleh adukan semen yang mulai membeku.

            

Di tengah lamunan, mendadak suhu kamar ini semakin dingin. Tulang-tulang seperti ditusuk jarum-jarum tak kasatmata.

            

“Tadi aku berencana mau mencabut nyawamu, tapi kemudian berubah pikiran.”

            

Aku menoleh dan terperanjat. Pria misterius itu sekarang berdiri tepat di belakangku. Matanya semakin kelam dengan raut muka muram. Wajahnya datar tanpa ekspresi. Ingin menjerit, tapi suara ini seperti tersumbat. Tubuhku yang hendak bangkit meraih gerendel pintu, terhalang oleh kaki yang terpaku di lantai.

            

“Sayang sekali kalau bakat menulismu hanya membusuk dimakan cacing dalam kuburan. Selama kamu masih hidup, tulisanmu bisa tetap bermanfaat untuk orang lain.” Dia terdiam sejenak, tapi bukan untuk menghela napas. Mahluk ini tidak memiliki nyawa. 



Kemudian dia melanjutkan. “Kornea baru hanya membuat hidupmu semakin tersesat. Daripada semakin ruwet, telah diambil keputusan. Mulai besok, matamu akan kembali seperti semula, supaya kamu jangan terus menyalahgunakan keindahan dunia.”

            

Aku terperanjat dan ingin memberontak.  Apa daya, lidah tetap kelu dan tubuh seperti terikat oleh tali mistis. Kaki hanya menendang angin dan mulut cuma ternganga tanpa mampu meluncurkan sepatah kata.

            

Kemudian sosok misterius itu berjalan meninggalkan ruangan dengan menembus tembok.  Tepat di tengah tembok, dia berhenti sejenak dan menoleh kembali ke arahku.

           

“Oya, aku lupa menyampaikan satu hal lagi. Mulai sekarang tidak satu pun kornea di dunia ini yang mampu menyembuhkan matamu.“ Setelah berujar demikian, dia menghilang di balik tembok.

            

Akhirnya, sekarang aku bisa berteriak sekuat tenaga. 

Kamis, 13 Juli 2023

Melukis Kain bersama Sulaman Kristik





Menyulam merupakan salah satu aktivitas menarik bagi sebagian wanita.  Hanya dengan duduk manis di rumah, kaum hawa bisa menghasilkan kerajinan tangan unik. Hasil karya ini bisa difungsikan sebagai taplak meja, sarung bantal, tempat tisu, hingga hiasan dinding. Jadi, selain untuk menyalurkan hobi, menyulam bisa menjadi kesempatan menambah pundi-pundi.

 

Ada beragam jenis sulaman, salah satunya kristik atau sulam tusuk silang. Berbeda dengan sulaman lain yang umumnya tusuk hias dengan garis lurus atau melengkung, kristik merupakan untaian silang seperti huruf X.  


Motifnya pun beragam, bukan hanya bunga seperti pada sulaman lain. Untuk kristik, kita bisa menyulam motif rumah, pohon, orang, hewan, bahkan pemandangan alam. Jika kumpulan tusuk silang tersebut dipadupadankan, maka akan muncul kotak-kotak yang membentuk ilustrasi di atas kain, seperti contoh di bawah ini.

 


Walaupun berbentuk kotak-kotak, jangan berpikir kalau karya ini akan terlihat membosankan. Jika motif kreatif dipadukan dengan warna-warni menarik, maka terciptalah lukisan benang indah di hamparan kain. Semua tergantung kreativitas penyulam. Dia bisa mengutip dari buku motif kristik yang banyak dijual di pasaran, atau membuat kreasi sendiri.

 

Bahan-bahan kerajinan ini juga gampang ditemukan. Cukup sediakan kain strimin atau aida yang permukaannya berlubang-lubang. Kain dengan corak berlubang mempermudah penyulam untuk merangkai benang menjadi bentuk silang. Kalau menggunakan kain biasa, nanti bentuk silangnya tidak rapi karena tak terletak pada satu garis lurus.

 

Untuk jenis benang, bisa dipilih benang wol atau sulam.  Karena ukuran benang ini termasuk besar dari ukuran benang biasa, maka dibutuhkan jarum bermata besar. Bentuk jarumnya agak jumbo supaya nyaman digunakan. 


Kain dan jarum untuk menyulam kristik


Setelah kain, benang, dan jarum tersedia, maka selanjutnya diperlukan buku motif kristik. Nggak mungkin, kan, menyulam sambil berimajinasi. Menyulam pun perlu buku panduan. Cuma, kalau sudah rutin mengkristik, biasanya penyulam mahir membuat motif sendiri. Hasilnya bisa lebih bagus karena kreasi pribadi.  Idenya bukan pasaran dan punya ciri khas. 


Buku motif kristik


Semua kebutuhan di atas banyak dijual di toko peralatan jahit. Tapi, kalau ribet mengumpulkan satu per satu, gimana? Tenang, sekarang sudah tersedia perlengkapan kristik secara paket. Dalam paket tersebut sudah tersedia jarum, benang, kain, sekaligus motif.  


Jadi, tak perlu repot-repot lagi mengumpulkan peralatannya satu per satu. Di toko-toko tertentu biasanya paket ini sudah tersedia dengan harga terjangkau. Hanya saja, tidak sembarangan toko mau menjualnya. Jadi, coba temukanlah di pusat pasar terkemuka.



Sejarah Kristik

Sulaman ini identik dengan hasil karya jadul, bukan  karena sudah eksis sejak zaman nenek kita masih pergi sekolah. Karya ini sudah tersebar di seluruh dunia sejak berabad-abad lalu. Kristik telah melewati batas zaman dan tetap eksis sampai sekarang.


Karya ini sudah ditemukan sekitar abad ke-6 SM di makam Mesir. Kemudian menyebar ke negeri lain, hingga populer di China pada masa Dinasti Tang sekitar tahun 618 -907 M. Selanjutnya, sulaman ini terus berkembang ke seluruh dunia.


Kristik berkembang sampai Amerika Serikat dan Eropa. Di Amerika Serikat, disimpan kerajinan kristik tertua di Pilgrim Hall Plymouth, Massachusetts Amerika. Pada tahun 1653, karya tersebut disulam oleh Lora Standish, anak perempuan dari Myles Standish, seorang penasehat militer kerajaan Inggris.


Di Indonesia, kristik dikenal melalui orang-orang Belanda pada saat sulaman ini tren di Eropa.  Namanya berasal dari bahasa Belanda, yaitu Kruissteek, atau Cross-Stich dalam bahasa Inggris.  Kristik terus berkembang di tanah air sebagai salah satu kerajinan sulaman yang cukup populer.

 

Manfaat Menyulam Kristik

Bagi sebagian orang, kristik merupakan hobi di waktu luang. Namanya hobi, terkadang hanya sekadar melintas untuk mengisi kekosongan jadwal. Padahal, ada banyak manfaat dari hobi menyulam kristik.  Kegiatan ini bukan cuma kesibukan numpang lewat yang langsung dilupakan ketika ada pekerjaan lain.

 

“Ah, ini, kan, aktivitas rumahan untuk perempuan.”

 

Eits, tunggu dulu. Jangan dipandang sebelah mata kegiatan ini.  Memang menyulam mayoritas dikerjakan perempuan, tapi bukan berarti bisa dianggap kesibukan remeh temeh dan unfaedah. Kristik memberi banyak manfaat untuk orang yang tekun mengerjakannya.

 

Apa saja manfaat dari menyulam kristik? Ini dia.

 

Berlatih Konsentrasi dan Fokus

Bagi yang pernah menyulam kristik, mungkin tahu kalau menghitung jumlah kotak-kotak di buku motif perlu konsentrasi. Salah menghitung, sulaman bisa jadi berantakan bahkan harus dibongkar ulang. 


Memang adakalanya bisa diakalin dengan mengganti coraknya. Tapi kalau kesalahan hitungannya sudah parah, terpaksa harus diganti. Ya ... sedikit membuang benang dan waktu.  

 

Oleh sebab itu, perlu melatih konsentrasi dan fokus selama mengerjakan sulaman kristik. Penyulam harus menghitung jumlah kotak dengan benar, kemudian sulam dengan tepat supaya tidak perlu dua kali kerja.


Jarang, kan, ada orang yang mau dua kali mengulang pekerjaan. Kalau boleh, satu kali ayunan tangan, langsung selesai semua. Jadi, dalam mengkristik, konsentrasi adalah koentji.

 

Nah, biasanya sesuatu yang sering dilatih akan menjadi karakter. Dalam pekerjaan lain pun, konsentrasi dan fokus diperlukan untuk memperoleh hasil maksimal. Menyulam kristik bisa menjadi sarana untuk belajar menajamkan karakter ini. Lumayan, kan, kita jadi nggak mudah terdistraksi. 

 

Melatih Kesabaran

Kesal nggak kalau harus mengulang kesalahan karena salah menghitung kotak motif? Dalam situasi demikian, pilihannya sederhana, kok. Membongkar dan menyulam ulang dengan corak yang benar atau berhenti sekaligus.  


Kalau berhenti biasanya kristik langsung simpan jauh-jauh. Kalau perlu di lemari bagian paling bawah.  Tapi, sayang sekali kalau memilih opsi terakhir. Sudah meluangkan waktu, uang, dan tenaga, eh, malah berhenti.

 

Meneruskan menyulam bisa menjadi pilihan kalau penyulam tetap sabar. Ternyata berhadapan dengan kain dan benang pun perlu kesabaran, ya.  Bukan hanya dengan orang lain membutuhkan bersabar. 


Kalau nggak agak dipaksakan, karyanya tak akan pernah selesai. Kekesalan hanya menyebabkan bahan kristik teronggok di sudut ruangan, kemudian menjadi sarang kecoa atau semut.

 

Padahal kalau tabah meneruskannya, hasilnya bisa beda, lho. Walaupun mengambil waktu cukup lama, kristik yang berhasil diselesaikan menjadi kebanggaan tersendiri. 


Kelak penyulam akan tersenyum karena ketekunannya  telah menghasilkan karya yang indah. Dalam hati dia berucap, nah, nggak sia-sia jerih payahku.

 


Belajar mengasah kreativitas

Menyulam kristik biasanya dipandu dengan buku motif yang banyak diperjualbelikan di toko peralatan jahit. Namun, kalau cuma mengikuti aturan motif, karyanya jadi agak pasaran. Hampir semua orang menggunakan corak yang sama. Jadi, hasilnya seragam dan mirip hingga pilihan warnanya.

 

Oleh karena itu penyulam sebaiknya punya kreativitas.  Yuk, cari ide supaya motifnya agak unik, misalnya mengganti dengan warna yang berbeda dari yang tertera di buku motif. Atau, bisa juga dengan menggabungkan beberapa motif dalam satu kain sulaman. Jadi, karyanya bisa melukiskan nuansa baru.  

 

Meningkatkan ketelitian

Kotak-kotak dalam buku motif kristik umumnya kecil sekali dan saling berhimpitan. Warnanya pun agak mirip, misalnya daun berwarna hijau tua dan hijau lumut sulit dibedakan.  Kalau mata kurang awas, salah sulam bakalan terjadi.  Mata harus bisa menjadi rekan kerja terbaik untuk jari-jari.

 

Oleh karena itu, menyulam kristik membutuhkan ketelitian agar hasilnya kinclong dan rapi. Jangan sampai karena terburu-buru karyanya malah kacau balau. Mengerjakannya harus sabar dan telaten, walau membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Kalau sudah selesai dan hasilnya membanggakan, rasa capek, lelah, dan kesal tadi, langsung menguap ke udara. Puas!  

 

Kesempatan Menambah Pundi-pundi

Nah, ini yang paling menyenangkan. Dengan sulaman kristik, pengguna berkesempatan untuk menambah penghasilan. Asyik, kan. 


Hanya di rumah menyulam sambil mendengarkan musik atau menikmati cemilan, ada kesempatan agar isi kantong bergemerincing. Dari sekedar hobi mengisi waktu luang, kristik bisa menjadi sumber penghasilan sampingan.

 

Apalagi di era online shop seperti sekarang, peluang cuan semakin terbuka lebar.  Hanya perlu memasang toko di dunia maya, karya-karya penyulam sudah terpampang secara global. 


Yap, asal ongkir sesuai, pembeli bisa datang dari seluruh penjuru. Walaupun perlu kesabaran dan waktu yang tidak sebentar, peluang jual beli kristik tetap menjanjikan.

 

Kristik, Sulaman Berciri Khas Kotak

Dengan metode kristik, kita bisa menyulam berbagai jenis objek di atas kain. Kalau sulaman jenis lain biasanya fokus pada bentuk bunga atau daun, kristik boleh menghasilkan beragam motif yang 'terlukis' indah. Dengan menggabungkan motif kota-kotaknya, jenis sulaman ini bisa menghasilkan ilustrasi unik.

 

Walaupun bermanfaat untuk hobi atau meraup penghasilan, sebaiknya tetaplah mengatur waktu istirahat selama menekuni aktivitas ini.  Sama seperti gadget, mata juga perlu beristirahat setelah lelah menyulam berbagai motif.  


Hindari juga mengkristik pada malam hari, atau dalam pencahayaan minim. Hal ini akan akan mempengaruhi  kesehatan mata. Menyulamlah di tempat dengan pencahayaan cukup, terutama dari sinar matahari.

 

Akhir kata, bagi yang hobi menyulam kristik jangan jemu berkarya melalui kegiatan ini. Kristik bisa menjadi kesempatan untuk melatih karakter penggunanya agar lebih sabar, konsentrasi, serta teliti.  


Jenis sulaman ini pun telah menembus zaman, tapi sampai sekarang tetap memiliki penggemar. Artinya, kalau dibawa ke pasaran, bisa menjadi peluang meraih cuan untuk jangka panjang.

 

Nggak perlu takut dibilang jadul karena hobi mengkristik. Sulaman ini tak pernah lekang melewati waktu.



Referensi :

* Gambar merupakan koleksi pribadi yang diedit menggunakan Canva.


* History of Cross Stitch, 

https://juliesxstitch.com/history-of-cross-stitch


* 7 Fakta Menarik tentang Sulaman Kristik Kerajinan Kristik

https://fitinline.com/article/read/7-fakta-menarik-tentang-sulaman-kristik--kerajinan-kristik/

Menikmati Makanan Tradisional Ikan Sulung-sulung pada Akhir Pekan

Ingin mencoba masakan tradisional berbahan ikan mungil yang unik? Suka dengan racikan bercita rasa pedas? Kalau berkunjung ke Medan, bolehla...