Langsung ke konten utama

Postingan

Warna-warni Kisah di Lapak Pasar Tradisional

Pasar tradisional sering diidentikkan dengan tempat kumuh. Banyak orang enggan berbelanja ke sana, apalagi sejak pusat perbelanjaan modern mulai menjamur. Dulu saat masih sekolah, saya memiliki teman perempuan yang ogah belanja ke pasar tradisional. Dia selalu menolak jika Ibunya mengajak ke tempat jual beli kebutuhan sehari-hari itu. Alasannya klise, kotor dan berantakan. Beberapa tahun yang lalu, saya bertemu dengan teman lama ini. Sekarang dia sudah menjadi Ibu dari tiga anak. Kami sempat mengobrol sebentar. Sayangnya, karena keasyikan bertukar cerita, saya lupa bertanya apakah dia masih enggan belanja ke pasar. Mengurus keluarga kecil begitu lumayan biayanya. Pasar tradisional bisa menjadi alternatif belanja rumah tangga yang terjangkau. Kalau saya sejak kecil senang saja diajak Ibu ke pasar, daripada di rumah cuma bengong. Walaupun bolak-balik ke sana, saya enggak pernah bosan. Ada saja hal-hal baru yang bisa dilihat. Barang-barangnya cukup lengkap dan murah pula. Hanya saja jal...
Postingan terbaru

Tahun Baru dan Rumah Lama

  Tahun baru menjadi momen tepat untuk menoleh sejenak pada masa lampau. Bukan hanya rentang waktu setahun yang lalu, tapi masa se-dekade dulu perlu diputar kembali. Momen ini sekadar mengingat kalau sudah banyak peristiwa yang terlewati. Tetapi, sesulit apa pun, ternyata mampu juga diatasi. Saat banyak yang menikmati liburan akhir tahun ke luar kota hingga mancanegara, saya justru kembali ke kota kelahiran. Rasanya memang agak aneh. Orang lain sudah jalan-jalan ke berbagai lokasi, tapi saya masih berputar-putar pada tempat yang sama. Namun, segala sesuatu pasti ada alasannya. Tidak ada yang muncul secara kebetulan. Dengan kembali ke kota kelahiran, saya berkesempatan melihat kembali rumah lama. Hanya melihat saja, tidak bisa lagi menjenguk ke dalam. Dulu kami mengontrak dan mengenal baik pemiliknya. Sekarang pemilik lama sudah menjualnya pada orang lain.  Saya tidak mengenal penghuni baru, jadi tidak boleh masuk ke ruangannya. Masih bisa menatap dari luar saja sudah senang, m...

Roti Sandwich

  Ada yang dulu hobi membaca serial Lima Sekawan? Sebagai anak-anak era 80 – 90an, buku karya Enid Blyton, penulis  asal Inggris ini, menjadi kegemaran saya mengisi waktu luang. Petualangan George dan sepupu-sepupunya, Julian, Dick, Anne, bersama seekor anjing cerdas Timmy, benar-benar berkesan. Mereka berhasil memecahkan beragam misteri, serta membantu pihak berwajib meringkus pelaku kriminal. Alur ceritanya sesuai untuk pembaca usia anak-anak dan remaja. Generasi sekarang pun masih bisa menikmati buku yang pertama kali terbit tahun 1942. Kemarin saat jalan-jalan ke perpustakaan umum, saya melihat buku Lima Sekawan versi terbaru. Saya memang belum sempat membacanya lagi. Tetapi, serial ini membuka kembali cerita hobi masa lampau. Namun, bukan kisah petualangan seru yang akan saya bahas, melainkan roti sandwich atau roti lapis. Hah, kok sandwich? Dalam buku dikisahkan kalau George beserta sepupu-sepupunya, sering dibekali sandwich jika hendak bepergian. Penganan itu dikemas da...

Pesona Alam Hijau di Pinggiran Kota

  Tinggal di pinggiran kota identik dengan terpencil, jauh dari keramaian, dan sulit menjangkau transportasi. Padahal, belum tentu. Sekarang bisa saja berdomisili di kota madya, bermukim di rumah modern tapi dengan pemandangan sawah, pepohonan, serta ladang penduduk. Saya bermukim di kota madya Pem. Siantar, kota ke-2 terbesar di Sumatera Utara setelah Medan. Tempat yang terletak di ketinggian 300-500 meter dari permukaan laut ini, memberikan udara sejuk untuk warganya. Kalau musim hujan tiba, hawanya persis seperti daerah pegunungan. Sejuk. Namun, bukan hanya penduduk yang terbuai oleh cuaca yang dingin. Beragam tetumbuhan, terutama, padi, sayur kangkung, kacang panjang, kacang tanah, cabai rawit, tomat, buah naga, dan pepaya tumbuh subur di sini. Jenis tanaman ini bisa langsung saya lihat menggantung di pohonnya. Lokasi rumah yang terletak pinggiran kota memang dikelilingi oleh areal persawahan dan ladang penduduk. Matahari pagi menyapa alam. Tinggal bertetangga dengan pohon-poh...

Ikon Wisata Religi Pem. Siantar, Vihara Avalokitesvara dan Patung Dewi Kwan Im

  Kedatangan ke Vihara Avalokitesvara dan Patung Dewi Kwan Im di Pem. Siantar (Sumut), mengingatkan saya pada kunjungan ke salah satu vihara di Medan berpuluh tahun silam. Saat itu, saya dan teman-teman yang masih SMP, mendapat tugas menulis tentang benda-benda di rumah ibadah. Syaratnya sederhana, bukan rumah ibadah dari agama yang kami anut. Karena mayoritas beragama Islam dan Kristen, maka kami memutuskan berkunjung ke vihara, tempat beribadah umat Budha. Kebetulan, ada vihara terdekat yang belum pernah kami kunjungi. Lokasinya hanya sekitar lima menit berjalan kaki dari sekolah. Dekat, kan, sekalian olahraga. Maka berangkatlah kami beramai-ramai ke lokasi ibadah itu. Sesampai di sana, kami melihat interior vihara yang menakjubkan. Patung-patung keemasan Sang Budha berjejer rapi di sekeliling ruangan. Kilauannya benar-benar memukau, terutama bagi kami yang baru pertama kali masuk ke tempat ibadah umat Budha tersebut. Kami disambut oleh seorang Biksu yang ramah. Beliau sabar menj...