Langsung ke konten utama

Stasiun Televisi vs Era Digital



Kapan terakhir menonton acara televisi secara utuh? Dari stasiun televisi bukan internet.


Jika ditanya demikian, saya perlu berpikir sejenak kemudian menjawab : lupa! Kalau menonton sebentaaar saja, masih sering. Apalagi, jika ada anggota keluarga yang hobi menonton televisi. Acara menonton jarak pendek pun cukup singkat, paling lama sekitar setengah jam. Itu pun dengan syarat, kalau acaranya lumayan bagus.  


Televisi sudah jarang saya tonton. Jika ingin menonton, saya lebih sering menggunakan Youtube ataupun sosmed. Ya, karakter orang zaman sekarang, mau usia berapapun hampir sama karakternya. Gadget yang mungil dan praktis lebih sering digunakan, meskipun mata agak perih karena layarnya yang sempit.


Dulu kata orang, menonton televisi lebih banyak sisi negatifnya, terutama dari segi kualitas acara yang dinilai rendah. Contohnya mudah. Coba saja ingat dulu program sinetron yang banyak menimbulkan pro kontra, karena menyuguhkan cerita yang mengabaikan akal sehat.




Padahal cerita baik buruk tayangan, sosmed dan Youtube pun enggak kalah seram. Mungkin sekarang saja orang mulai terbiasa dengan hingar-bingar dunia maya. Padahal, tak sedikit tayangan sosmed yang menghebohkan. Apalagi media ini cenderung bebas, tanpa ada pengawas. Berbeda dengan acara dari stasiun televisi yang masih dipantau oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).


Baiklah, memang banyak program televisi yang membuat kita menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal. Namun, tidak sedikit juga siaran televisi berkualitas dan sempat jadi perbincangan hangat. Program tersebut memberi manfaat untuk pemirsa, misalnya kisah tentang petualangan anak-anak desa yang jadi tayangan favorit keluarga Indonesia. Masih ingat, kan?


Untuk saya, menonton televisi bukan hanya berbicara tentang kualitas program yang disuguhkan, tapi juga tentang jadwal penayangan acara yang membuat saya lebih disiplin. Istilahnya, didisiplinkan oleh jadwal televisi karena harus mengikuti aturan mereka. Dengan rutin mengikuti jadwal tersebut, saya jadi mampu mengatur waktu secara mandiri.


Maksudnya begini, dulu ketika masih rajin menonton televisi, saya jadi orang yang telaten dengan waktu. Jika ingin menonton film pada pukul 20.00 WIB, maka sebelum jam berdentang, saya segera membereskan semua tugas utama, seperti bergegas mandi, makan malam, kemudian menyelesaikan pekerjaan rumah lainnya. Jadi, ketika jam tepat menunjukkan pukul 20.00 WIB, saya sudah duduk manis di depan televisi dengan pikiran tenang dan santai.  




Beda dengan menonton Youtube yang bebas tanpa penjadwalan. Biasanya karena tidak terikat jadwal, saya jadi sering molor menonton alias jam karet. Enggak ada aturan, terserah mau menonton jam berapa. Penonton punya aturan sendiri, tanpa campur tangan stasiun televisi. Kebiasaan ini cenderung membuat saya jadi mengulur-ulur waktu.


Kalau merencanakan menonton youtube pukul 19.00 WIB, ada saja alasan saya untuk bersantai sambil menyelesaikan tugas lain. Sambil bekerja, saya sering bergumam, Youtube, kan, bisa nunggu. Tenanglah, kok, ribet amat. Akhirnya, waktu pun terus terulur dan terulur.


Itulah bedanya menonton internet dengan acara televisi. Melalui Youtube saya bisa melihat video kapan saja dan di mana saja, serta bebas berapa kali mau memutar ulang. Kalau sudah keasyikan, menontonnya bisa hingga larut malam. Jika sudah begini, maka jadwal istirahat bisa amburadul. Kelak, kesehatanpun bisa jadi taruhannya.


Lain dengan acara televisi, saya harus menyesuaikan waktu dengan acara yang sudah dijadwalkan oleh stasiun. Terlambat sedikit, saya sudah ketinggalan dan film tidak bisa diputar ulang seperti di Youtube, kecuali pada televisi dengan teknologi khusus. Waktu tidur pun lebih teratur, karena acara favorit biasanya tidak ditayangkan larut malam.




Namun, bukan berarti televisi tanpa kekurangan. Acara yang ditawarkan stasiun televisi adakalanya kurang sesuai dengan selera pemirsa. Kadang, ketika sedang suntuk dan ingin menonton, program yang ditayangkan tidak menarik. Sementara, ketika ada acara bagus yang diputar pada jadwal tertentu, tapi tak bisa saya diikuti karena bentrok dengan kegiatan lain. Jadi, penonton sulit memilih siaran yang sesuai dengan selera.



Lain pula dengan Youtube. Selama menggunakan Youtube, saya bisa menemukan siaran favorit di waktu luang. Jadi, saat senggang tersebut benar-benar waktu istirahat yang menyegarkan pikiran. Pilihlah sendiri acara dan waktu favoritmu, tanpa campur tangan pihak stasiun televisi.


Intinya, televisi dan Youtube punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Keduanya tetap punya penggemar, walaupun sekarang banyak orang lebih memilih menonton Youtube dan sosmed daripada televisi, termasuk saya. Soalnya, Youtube lebih praktis, waktunya fleksibel, dan bisa menelusuri sendiri program favorit.


Mana yang lebih menarik. Menonton dari program stasiun televisi atau internet? Kebanyakan mungkin lebih memilih internet. Cukup dengan gadget dalam genggaman, bisa menonton kapan saja. Sementara televisi, lebih cocok menjadi penunggu rumah. Pada beberapa keluarga yang saya kenal, televisi seperti barang pajangan saja. Di rumahnya ada televisi, tapi tak pernah dinyalakan.


Apapun pilihannya, televisi atau internet, sebagai pemirsa sebaiknya kita memilih tontonan berfaedah. Televisi dan internet tetap menampilkan acara unfaedah yang bisa membuat mindset berkarat. Semua tergantung pada pemirsa yang bijak. Pilihlah acara berfaedah, bukan asal viral. Jadi, pada waktu luang pun kita memperoleh manfaat karena melihat media visual yang menambah wawasan.











Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prioritaskan Kesehatan Mata Sebagai Investasi Seumur Hidup

Kaca mata identik dengan orang tua dan kakek nenek lansia. Penglihatan yang mulai mengabur karena faktor usia ataupun penyakit, membuat para warga senior banyak yang bermata empat. Namun, apa jadinya kalau anak-anak sudah menggunakan kaca mata? Berkaca mata sejak usia 12 tahun, saya paham bagaimana risihnya dulu pertama kali memakai benda bening berbingkai ini. Saat masuk ke kelas, ada beragam tatapan dari teman-teman, mulai dari yang bingung, merasa kasihan, sampai yang meledek.  "Ih, seperti Betet!" Begitu gurauan seorang anak diiringi senyum geli. Hah, Betet? Sejak kapan ada burung Betet yang memakai kaca mata.  Cerita beginian cuma ada di kisah dongeng. Terlalu berlebihan. Candaannya diabaikan saja Waktu itu,  bukan perkara mudah menjadi penderita rabun jauh atau miopia. Apalagi di sekolah saya tidak banyak anak yang memakai kaca mata. Kalau kita beda sendiri, jadi kelihatan aneh.  Padahal, siapa juga yang mau terkena rabun jauh? Walaupun risih, keluhan mata tidak boleh

Konservasi Hutan untuk Ekonomi Hijau bersama APRIL Group

Gerakan ekonomi hijau atau Green Ekonomy mulai disosialisaikan oleh United Nation Environment Program (UNEP) pada tahun 2008. Konsep ini menitikberatkan pada kegiatan ekonomi untuk kemajuan negara, dengan memperoleh keuntungan bersama antara produsen dan konsumen, tanpa merusak lingkungan. Salah satu lingkungan yang dipantau adalah hutan. Sebagai salah satu pabrik pulp dan kertas terbesar di dunia,  pengalaman APRIL Group , melalui anak perusahaannya PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Pangkalan Kerinci, Riau, Indonesia, dapat menjadi referensi untuk pelestarian lingkungan. Perusahaan tetap konsisten mengelola pabrik, tanpa mengabaikan alam, bahkan  melalui program APRIL2030 , ikut meningkatkan  kesejahtearaan masyarakat  dan turut mengurangi emisi karbon . Yuk, kita simak aktivitas ekonomi hijau bersama perusahaan ini. Ekonomi Hijau untuk Menjaga Keanekaragaman Hayati  Sumber : Pixabay  Konservasi Hutan untuk Mencegah Deforestasi Setiap tahun, perusahaan mampu memproduksi 2,8 jut

Ini Manfaat Pindahan Rumah

Pindahan rumah tidak hanya menguras tenaga dan biaya, tapi juga mental. Siap pindahan berarti siap beradaptasi dengan lingkungan baru.   Apalagi jika di rumah baru kita akan menemukan pengalaman serta komunitas berbeda.     Ada beberapa alasan pindahan. Umumnya, karena sudah memiliki rumah sendiri, habis kontrakan, atau mutasi tugas.  Namun, ada pula yang telah bosan dengan rumah lama dan ingin mencari suasana baru. Kalau yang terakhir ini mungkin masuk kategori kelebihan dana, ya. Sejak kecil saya sudah beberapa kali ikut kepindahan rumah bareng keluarga.   Hanya sekali kami pindahan lintas kota. Selebihnya cuma antar kecamatan, bahkan RT/RW. Dekat sekali, kan.   Meskipun berdekatan, lingkungan baru tetap memberi nuansa berbeda. Setelah lama dan nyaman menetap di rumah terdahulu, sekarang harus menemukan apa yang   menarik dari tempat baru. Alasannya simpel, supaya  betah di rumah sekarang.   Jika telah tenteram di tempat lama, biasanya agak ogah-ogahan memulai lagi dari awa