Langsung ke konten utama

Pengalaman Menumpang Bis Listrik Pertama Medan

 


Terkadang sesuatu yang tidak direncanakan justru menjadi kegiatan seru. Kebetulan yang menyenangkan, kata orang. Hanya spontan, tapi menjadi pengalaman baru, seperti menumpang bis listrik pertama di Medan. 


Tanpa direncanakan, akhirnya saya bisa menumpang bis yang akhir-akhir ini jadi topik di berbagai media. Ceritanya, saya ada sedikit keperluan di sekitar Jl.  A. H. Nasution,  Medan Johor. Selesai urusan, saya duduk bersama sebungkus es dawet. 


Sambil menikmati kesegaran es, saya heran, kok, banyak bis pariwisata yang lewat? Tampilannya pun unik, ada lampu-lampu di bodi bis. Boleh juga penampilannya yang meriah. Kendaraan ini berbeda dengan bis-bis pariwisata yang biasa berseliweran. 


Saya teringat berita di medsos yang sempat dibaca kemarin. Menyusul Makassar,  Semarang,  Bali, Surabaya, serta Jakarta, Medan sudah memiliki bis listrik. Tanggal 4 Januari 2024, Pemko Medan resmi meluncurkan bis listrik dari stasiun di J-City, tak jauh dari Jl. A. H. Nasution lokasi saya menikmati es dawet. 


Setelah bertanya pada penduduk setempat, ternyata memang ini bis yang sedang ramai diberitakan. Karena sedang dalam masa percobaan, penumpang boleh naik gratis. Kebetulan lagi, nih, saya pun ada keperluan ke pusat kota. Rute bis ini melewati lokasi tujuan. Jadi, tunggu apa lagi? 


Dengan semangat 45 yang tidak pernah padam, saya menunggu bis berikutnya. Hanya sekitar 10 menit, bis yang ditunggu sudah muncul. Dari kejauhan saya sibuk memotretnya, sampai dilihat lama oleh warga setempat. Kok, heboh amat memotret bis?



Bis sudah tiba. Jangan salfok dengan penjual es dawet, ya.


Maklumlah, namanya juga baru pertama kali melihat bis listrik. Nanti kalau sudah biasa, bakalan enggak heboh lagi. Sesuatu yang baru memang selalu menarik perhatian, kan. Sayang kalau enggak diabadikan dengan kamera. 


Lokasi saya berdiri tepat berada di pos atau halte bis. Enggak perlu lambaian tangan,  bis langsung berhenti. Begitu bis berhenti dan pintunya terbuka, saya bersiap-siap naik. Tepat di pintu, ada dua orang petugas pria dan wanita berseragam Dinas Perhubungan (Dishub), menyambut calon penumpang. 


"Selamat siang, Bu, silakan naik. Ada bawa KTP?" sambut petugas wanita ramah. 


Hah? Waduh!


"Enggak apa-apa, Bu, naik aja. Selama masa percobaan, penumpang boleh naik tanpa menunjukkan KTP. Tapi, lain kali dibawa ya,  Bu."


Hmf! Saya langsung menarik napas lega. Enggak sia-sia tadi berpanas-panasan menunggu, akhirnya bisa juga duduk di dalam sambil menikmati pemandangan kota. Apalagi cuaca terik begini. Pendingin dalam bodi bis membuat penumpang lebih nyaman di tengah hawa kemarau seperti sekarang. 



Penumpang disambut dua orang petugas dari Dishub


Saya beruntung karena bis tidak terlalu ramai. Saya pun memilih bangku tengah yang posisinya berhadapan seperti di angkot. Bangku tengah ini semua kosong. Sebenarnya saya ingin bangku belakang yang posisi duduk menghadap ke arah sopir, tapi agak penuh. Hanya tersisa satu atau dua bangku. Ya sudahlah, bangku tengah juga nyaman,  kok. 


Sementara bangku depan ditutup seperti foto di atas. Mungkin karena enggak banyak penumpang, jadi difokuskan pada bangku tengah dan belakang. Di manapun duduk enggak masalah, kok, asalkan bisa ikut  menumpang bis listrik.


Kalau naik bis ini, tahan diri jangan makan atau minum dulu,  ya.  Begitu peraturannya. Lagi pula, interior bis memang bersih sekali. Yuk, kita jaga bersama agar kebersihannya bertahan lama. Salah satu caranya dengan tidak makan dan minum dalam bis. Sayang, kan, kalau sisa-sisa kudapan mengotori bangku-bangku. 



Duduk manis sambil melihat pemandangan kota dari balik jendela bis


Hanya saja, saya enggak bisa berlama-lama di dalam bis. Ada sedikit keperluan di daerah Medan Baru. Jaraknya tidak terlalu jauh dengan lokasi saya naik tadi. Jadi, cuma sekitar lima belas menit saya ikut menumpang. Namanya juga enggak direncanakan dan spontan, harus ikut jadwal semula. 


Cukup sampai segitu saja pengalaman naik bis listrik? Tunggu dulu!


Trip ke-2 Menumpang Bis Listrik Pertama Medan

Belum puas menumpang bis listrik kemarin, saya ikutan lagi di hari berikutnya. Sekali ini saya mau ikut keliling kota sampai balik ke stasiun di J-City. Hehehe. Kapan lagi menumpang bis listrik yang sedang ramai dibicarakan. Seperti roti, mumpung masih hangat dari oven, harus dicoba. 


Saya menunggu di pos kemarin lengkap dengan KTP di tangan. Walaupun masa percobaan diperbolehkan naik tanpa KTP,  sebaiknya ikuti saja peraturan. Supaya lain kali pun terbiasa membawa identitas pas menumpang. 


Ketika bisnya tiba, saya segera naik disambut petugas Dishub seperti menumpang pertama kali kemarin. Saat naik, KTP di-scan pada mesin yang dipasang pada samping tiang dekat pak sopir. 


Namun, sekali ini saya kaget melihat isi bis. Hari ini kayaknya kurang beruntung. Bisnya penuh dan saya terpaksa berdiri bergelantungan. Supaya tetap nyaman, saya pilih posisi di tengah yang ada tiang untuk bersandar. Di sini, ukuran kacanya pun lebih lebar dan saya bebas melepaskan pandangan ke jalanan kota. 



Bis penuh dan harus berdiri


Uniknya, setiap berhenti di pos, jarang ada yang turun. Kalau yang naik banyak, hingga bis langsung penuh. Karena bangku tidak ada lagi yang tersisa,  maka semua berdiri di lorong bis. Ternyata banyak yang memiliki tujuan sama, ingin mencoba bis baru. Berdiri ramai-ramai enggak masalah, yang penting bisa ikut walau pun risikonya kaki pegal. 


Hampir setengah perjalanan, barulah ada penumpang yang turun. Setelah berdiri cukup lama, akhirnya saya mendapatkan tempat duduk, yaitu bangku pinggir kanan paling belakang. Dari posisi ini, saya bisa melihat seluruh bis, sekaligus menatap keluar jendela. 




Akhirnya, saya dapat bangku sebelah kanan paling belakang


Setelah keliling-keliling kota sekitar satu jam, akhirnya bis kembali ke stasiunnya di J-City. Selesai sudah trip kedua perjalanan bersama bis listrik. Lain waktu boleh menumpang lagi. Di depan saya sebenarnya ada bis listrik berikut yang akan meluncur. Tapi, enggak lanjut dulu. Waktu sudah menjelang sore. Lebih baik istirahat saja di rumah. 


Membelah Jalanan Kota bersama Bis Listrik Pertama Medan 

Cukup jauh juga perjalanan bis tersebut. Bolehlah untuk jalan-jalan dalam kota. Saya naik dari Jl. A. H. Nasution, dibawa melewati Jamin Ginting, Pattimura, Sudirman,  Diponegoro,  Pengadilan, belok kanan menuju Maulana Lubis, Balai Kota, Puteri Hijau, belok kiri menuju Guru Patimpus, dan berhenti sebentar di Plaza Medan Fair Gatot Subroto.


Dari Plaza Medan Fair, bis kembali ke J-City melalui Jl. Iskandar Muda, Jamin Ginting, belok kiri ke A. H. Nasution, Karya Wisata dan akhirnya berhenti di J-City. Rute yang dilewati merupakan daerah perkantoran, pusat pemerintah, hingga sekolah dan kampus. Warga pun lebih mudah menjangkau daerah tujuan untuk bekerja, sekolah, kuliah, ataupun sekadar jalan-jalan. 



Stasiun bis di J-City, Medan


Selama perjalanan, saya perhatikan banyak penumpang yang enggak turun selama perjalanan. Mereka anteng saja duduk di kursi sambil melihat-lihat pemandangan, persis lirik lagu anak-anak. Selama diizinkan petugas, ya, enggak masalah. Ternyata banyak juga yang penasaran dengan bis ini, seperti saya. Semua ikut bolak-balik rute keliling kota.


Menumpang kendaraan listrik sebenarnya bukan pengalaman baru bagi saya. Sebelumnya, saya pernah naik ojol listrik. Beda, lho, motor listrik dengan motor biasa. Motor listrik kecepatannya lebih stabil, enggak seperti motor biasa yang bisa dipakai untuk balapan. Suara motor listrik pun halus. Nyaris tak terdengar, kata iklan jadul. 


Gimana dengan bis listrik? Bis pertama yang saya tumpangi masih agak berisik, seperti bis umumnya. Agak heran juga waktu itu, kok, beda dengan ojol yang dulu saya tumpangi? Nah, baru pada bis kedua bunyinya halus dan lagi-lagi nyaris tak terdengar. 


Selain urusan bunyi, setiap bis listrik punya susunan bangku yang berbeda. Kalau bis pertama susunan bangkunya ada yang berhadapan kayak di angkot,  maka bis kedua semua bangkunya menghadap ke depan. Ini baru dua armada, mungkin beda lagi kalau dilihat pada bis listrik lainnya.


Oya, alat transportasi ini ramah dengan kaum disabilitas. Kalau ada keluarga atau teman yang menggunakan kursi roda, boleh menumpang bis ini. Di dalam tersedia ruang yang cukup luas untuk membawa saudara kita. Cocok, kan, ada kendaraan umum yang ramah dengan penumpang khusus. 



Kiri : Bis ini ramah kaum disabilitas

Kanan : Pintu darurat


Menumpang bis listrik seperti naik pesawat terbang. Ketika masuk, penumpang disambut oleh dua petugas dari Dishub. Begitu juga saat turun, mereka membukakan pintu. Jadi ingat momen pas naik pesawat. Penumpang disambut pramugari atau pramugara di pintu pesawat. Saat turun pun diantar dengan ucapan terima kasih sampai ke pintu. 


Pada bis listrik juga ada pintu darurat yang hanya bisa dibuka saat terjadi situasi yang tak diinginkan. Mirip, kan, dengan pesawat. Bedanya, penumpang bis enggak perlu memakai seat belt, apalagi masker oksigen karena bebas turbulensi. 


Sampai bulan Juni nanti bis listrik masih dalam tahap percobaan dan gratis untuk umum. Jadwal melintas antara pukul 06.30 -18.30 WIB. Waktunya pas untuk aktivitas warga kota. Mau pergi ke mana, naik bis listrik saja. Cuma, perhatikan jadwalnya, jangan sampai kelewatan pula. Daftar keberangkatan selengkapnya bisa dilihat pada gambar berikut. 



Jadwal keberangkatan di halte bis


Kalau ada waktu, yuk cobalah menumpang bis listrik. Anggap saja untuk pemanasan, siapa tahu suatu hari nanti kita punya mobil listrik sendiri. Jadi, sudah biasa dengan jenis kendaraan begini. Boleh, kan punya impian punya mobil listrik? Siapa tahu jadi kenyataan. 


Semoga sukses terus proyek bis listrik kota Medan. Dengan adanya kendaraan ini, warga Medan pun memiliki transportasi yang ramah lingkungan dan bebas antrean di stasiun BBM. 






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prioritaskan Kesehatan Mata Sebagai Investasi Seumur Hidup

Kaca mata identik dengan orang tua dan kakek nenek lansia. Penglihatan yang mulai mengabur karena faktor usia ataupun penyakit, membuat para warga senior banyak yang bermata empat. Namun, apa jadinya kalau anak-anak sudah menggunakan kaca mata? Berkaca mata sejak usia 12 tahun, saya paham bagaimana risihnya dulu pertama kali memakai benda bening berbingkai ini. Saat masuk ke kelas, ada beragam tatapan dari teman-teman, mulai dari yang bingung, merasa kasihan, sampai yang meledek.  "Ih, seperti Betet!" Begitu gurauan seorang anak diiringi senyum geli. Hah, Betet? Sejak kapan ada burung Betet yang memakai kaca mata.  Cerita beginian cuma ada di kisah dongeng. Terlalu berlebihan. Candaannya diabaikan saja Waktu itu,  bukan perkara mudah menjadi penderita rabun jauh atau miopia. Apalagi di sekolah saya tidak banyak anak yang memakai kaca mata. Kalau kita beda sendiri, jadi kelihatan aneh.  Padahal, siapa juga yang mau terkena rabun jauh? Walaupun risih, keluhan mata tidak boleh

Konservasi Hutan untuk Ekonomi Hijau bersama APRIL Group

Gerakan ekonomi hijau atau Green Ekonomy mulai disosialisaikan oleh United Nation Environment Program (UNEP) pada tahun 2008. Konsep ini menitikberatkan pada kegiatan ekonomi untuk kemajuan negara, dengan memperoleh keuntungan bersama antara produsen dan konsumen, tanpa merusak lingkungan. Salah satu lingkungan yang dipantau adalah hutan. Sebagai salah satu pabrik pulp dan kertas terbesar di dunia,  pengalaman APRIL Group , melalui anak perusahaannya PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Pangkalan Kerinci, Riau, Indonesia, dapat menjadi referensi untuk pelestarian lingkungan. Perusahaan tetap konsisten mengelola pabrik, tanpa mengabaikan alam, bahkan  melalui program APRIL2030 , ikut meningkatkan  kesejahtearaan masyarakat  dan turut mengurangi emisi karbon . Yuk, kita simak aktivitas ekonomi hijau bersama perusahaan ini. Ekonomi Hijau untuk Menjaga Keanekaragaman Hayati  Sumber : Pixabay  Konservasi Hutan untuk Mencegah Deforestasi Setiap tahun, perusahaan mampu memproduksi 2,8 jut

Ketika Konten Blog Menggeser Sistem Marketing Jadul

Dahulu kala ketika internet belum semasif sekarang, rumah sering didatangi Mbak-mbak atau Mas-mas  berpenampilan menarik. Dengan senyum menawan, mereka mengulurkan tangan menawarkan produk dari perusahaannya. "Maaf, mengganggu sebentar. Mari lihat dulu sampel produk kami dari perusahaan XYZ." Begitu mereka biasanya memperkenalkan diri. Mayoritas pemilik rumah langsung menggeleng sambil meneruskan aktivitasnya. Sebagian lagi acuh sembari mengalihkan perhatian. Ada juga yang masuk ke rumah dan menutup pintu. Respon para salesman tersebut pun beragam. Beberapa orang dengan sopan berlalu dari rumah, tapi ada pula yang gigih terus mendesak calon konsumen.  Walaupun upayanya nihil karena tetap dicuekin. Saat dulu masih kanak-kanak, saya pernah bertanya pada orang tua. Kenapa tidak membeli produk dari mereka? Kasihan sudah berjalan jauh, terpapar sengatan sinar matahari pula. Mereka pun sering diacuhkan orang, bahkan untuk salesgirl beresiko digodain pria iseng. Jawaban orang tua