Langsung ke konten utama

Uang Kuno Indonesia dan Jajanan Anak-anak Jadul




Walaupun berpenampilan kusam dan lusuh, uang kuno Indonesia masih dicari oleh para kolektor. Dari penjual offline hingga online, banyak yang menawarkan berbagai koin ataupun lembaran kertas berharga yang pernah beredar di masyarakat bertahun-tahun lalu. Benda-benda mungil ini bolehlah disebut sebagai saksi bisu sejarah bangsa kita, terutama di bidang perekonomian.


Uang identik dengan kenaikan harga.  Seperti awal September 2022 lalu, penduduk Indonesia dikejutkan dengan kenaikan harga BBM. Masyarakat resah mengingat sebelumnya harga kebutuhan rumah tangga, seperti minyak goreng, sudah duluan melonjak. Penyesuaian  ini seperti aba-aba yang menuntun harga-harga barang kembali melejit.


Bukan hanya persoalan harga barang, para orang tua juga memikirkan bagaimana dengan isi kantong si buah hati.  Banyak anak sekolah, termasuk saya dulu, yang harus mengantongi uang jajan kalau mau berangkat. Padahal, lokasi sekolah sebenarnya tidak jauh dari rumah dan nggak perlu ongkos naik angkutan.  


Uang saku bukan hanya digunakan membayar ongkos, tapi untuk nongkrong sambil mengunyah jajanan di kantin. Kalau ke sekolah tanpa ada uang koin atau kertas yang menyangkut di kantong kemeja, rasanya ada yang kurang.


Kalau menyangkut jajanan, ada yang lebih repot lagi. Namanya juga anak-anak, jajanan bukan hanya di kantin sekolah.  Kalau suntuk di rumah, biasanya mereka  minta dibelikan cemilan di warung dekat rumah.  Pilihannya nggak perlu mahal, asalkan bisa mengganjal perut sambil nonton televisi. Umumnya ibu-ibu mengalah dan isi dompet langsung melayang.


Jajanan anak sekolah dulu beragam jenisnya persis sama seperti sekarang, mulai dari cemilan kemasan hingga makanan mie rebus siap saji.  Bedanya dengan anak sekarang adalah harganya.  Inflasi sudah membuat harga barang melejit berbanding terbalik dengan nilai mata uang yang terus menurun.  Ditambah dengan kenaikan BBM, harga jajanan semakin melonjak sekaligus membuat dompet para ibu langsung tiarap.  


Perbedaan berikutnya bukan dari faktor harga, tapi bentuk uang yang digunakan. Jangan salah persepsi dulu. Anak-anak dulu tetap memakai mata uang rupiah, karena mereka cinta rupiah.  Hanya saja, bentuknya berbeda dengan uang sekarang dan sudah termasuk golongan jadul.


Uang jadul yang menemani anak-anak zaman lawas berbelanja cemilan. Kalau sekarang melihat lagi pada uang kuno Indonesia tersebut, benda-benda ini seperti bisa memutar kembali kisah jajanan lama.  Apalagi kalau bendanya ada di tangan sendiri.


Jadi ceritanya, saya sempat membersih rumah dan menemukan mata uang kuno, dengan nominal Rp 5,00  sampai Rp 500,00 di laci lemari.  Warnanya sudah agak kusam dan lusuh. 


Dibilang kuno, sebenarnya nggaklah terlalu lama sekali. Mata uang itu diterbitkan pemerintah beberapa tahun sebelum saya lahir, tapi masih beredar di masa kanak-kanak.  


Waktu sudah lama berlalu, tapi samar-samar saya masih mengingat jenis jajanan yang dulu bisa dibeli dengan benda tersebut. Nah, bagaimana tampilan uang kuno Indonesia dan apa fungsinya di kantin atau warung dulu?  Ada sedikit ulasannya di sini.


Supaya lengkap, ada juga foto-foto koin jadul bersama uang logam Rp 500,00 yang sedang beredar sekarang. Jadi, uang dulu dan zaman now jelas perbandingannya dari segi ukuran dan penampilan.


Yuk, simak tulisan berikut ini.

 

Uang Koin Rp 5,00 

Koin ini terdiri dari tiga jenis, yaitu terbitan tahun 1970, 1974, dan 1979.  Tahun 1979 berukuran paling kecil dengan gambar lambang Keluarga Berencana (KB) di bagian belakang. Pada masa itu, pemerintah Orde Baru memang sedang gencar kampanye KB, yaitu program cukup dua anak dalam satu keluarga. 


Koin Rp 5,00 dan jajanan kerupuk


Jangan heran kalau dulu sudah biasa jika menemukan keluarga dengan empat sampai tujuh anak. Jumlah ini masih lumayan sedikit dibandingkan zaman sebelumnya.  Angkatan di atas orang tua saya ada yang mempunyai lebih sepuluh anak. Sulit dibayangkan jika sekarang terdapat keluarga yang memiliki anggota sedemikian ramai. Orang tua bakalan pusing mengurusnya, apalagi kalau anak-anak minta dibelikan kuota untuk ber-T*kT@k ria.



Terus, koin ini bisa dibelikan apa? Koin Rp 5,00 sering disingkat dengan limper alias lima perak. Dulu. uang limper bisa untuk membeli kerupuk jangek udang dan jenis kerupuk lain. Kerupuk ini berwarna agak kekuningan dengan bentuk bujur sangkar berukuran sekitar 10 x 10 cm. Rasanya renyah sekali dan enak dikunyah saat santai sore hari. Cemilan murah, meriah, dan mengenyangkan.


Uang Koin Rp 10,00

Sama seperti pecahan Rp 5,00, uang Rp 10,00 yang diterbitkan pada tahun 1979 masih beredar dan berfungsi sebagai alat pertukaran sekitar tahun 1980-an. 


Dulu, dengan Rp 10,00 kita bisa membeli kue dan coklat kecil


Bagian depan uang ini tertera nilai nominalnya. Sedangkan bagian belakangnya tampak tulisan Menabung Untuk Menunjang Pembangunan, disertai lambang Tabanas (Tabungan Pembangunan Nasional).


Seperti program KB, saat koin ini diterbitkan pemerintah juga menggelar program Tabanas.  Program ini mengajak masyarakat untuk menabung uang di bank dan jangan ditaruh di balik bantal.  Konon, uang tabungan tersebut ikut mendukung pembangunan nasional.


Dulu, saya nggak mengerti apalagi berpikir sampai ikut mendanai pembangunan. Di benak anak-anak, punya tabanas berarti keren walaupun nilai nominalnya termasuk kelas liliput. Waktu itu, rasanya sudah bangga punya buku berwarna coklat dari bank, meskipun cuma ikut-ikutan orang lain.



Uang memang punya banyak cerita. Mereka bisa membongkar kenangan, termasuk jenis koin Rp 10,00.  Dengan uang ini di kantong, anak-anak jadul bisa membeli kue mini atau coklat-coklat kecil yang sering dijual di toples-toples.


Uang Koin Rp 25,00

Uang logam yang terbit tahun 1971 memuat gambar burung Mambruk Selatan atau Dara Mahkota di salah satu sisi koin. 


Semangkuk lontong seharga Rp 25,00


Walaupun mungil, koin ini cukup ampuh ditukarkan di kantin sekolah. Dengan menyodorkannya, kita memperoleh semangkuk lontong penunda lapar. Hidangan tersebut termasuk golongan sederhana alias tipe minimalis. Porsinya cuma terdiri dari tiga sampai empat potong lontong dicampur kuah santan, tapi sudah membuat hati bahagia menyantapnya.


Uang Koin Rp 50,00

Uang logam yang memuat gambar burung Cendrawasih ini juga terbit pada tahun 1971.  Dengan nilai nominalnya, koin ini bisa membeli mie rebus di kantin.  Porsi makanan yang terhidang lumayan mengenyangkan dan rasanya enak. Selain itu, dengan uang ini boleh membeli kerupuk ataupun makanan berbungkus untuk cemilan.


Dapatkan semangkuk mie dengan koin Rp 50,00


Coba kalau masih ada harga segitu sekarang, ya.


Uang Koin dan Kertas Rp 100,00

Ada dua jenis uang koin Rp 100,00. Pertama, koin tebal terbitan tahun 1973. Pada salah satu sisi mata uang tertera gambar Rumah Gadang. Di pinggirannya ada ukiran bertuliskan nama Bank Indonesia.


Koin kedua beredar tahun 1978 dengan bentuk yang lebih tipis.  Salah satu sisinya terukir gambar rumah wayang kulit. Koin yang terbaru ini lebih ringan dari pendahulunya. Namun keduanya punya persamaan, yaitu praktis dibawa dan bergemerincing di kantong.



Sekumpulan kue basah dan uang Rp 100,00


Ada cerita lucu tentang koin tebal tahun 1973.  Saat itu, sempat beredar kabar kalau bank bersedia menukar satu keping koin Rp 100,00 tebal dengan uang Rp 1.000,00. Mendengar kabar tersebut, banyak orang langsung mengumpulkan koin tebal sebanyak mungkin.  


Akhirnya? Ternyata cuma kabar bohong.  Hahaha. Jadi, jangan heran dengan peredaran hoaks. Dari dulu sudah subur, apalagi sekarang. Wuih!
 

Kemudian diterbitkan uang kertas merah bergambar perahu Pinisi pada tahun 1992. Sampai sekarang uang kuno ini masih diperbincangkan orang dan banyak beredar di toko online.  Wajar saja karena bentuk dan warnanya memang bagus.


Di masa itu, dengan beberapa lembar uang kertas Pinisi, kita bisa membeli kue basah di minimarket. Kue-kue bervariasi dan cocok dengan lidah tukang ngemil, apalagi lokasi penjualan juga bersih. Kudapan ini yang sering menjadi pengganjal perut sepulang sekolah.


Uang Koin Rp 500,00

Tahun 1992 terbit koin Rp 500,00 bergambar karapan sapi dari Madura.  Secara nominal uang ini lebih besar dari Rp 100,00, tapi berbentuk mungil dan ringan.


Dengan Rp 500,00 minuman kaleng dingin sudah dalam genggaman


Dulu, uang ini selalu diingat sehabis pelajaran praktek olahraga. Penyebabnya sederhana.  Dengan Rp 500,00 saja sudah bisa beli minuman dingin kaleng bersoda pelepas dahaga. Lega sekali setelah minum, walaupun konon minuman bersoda kurang baik untuk kesehatan  tubuh.  


Maklumlah, masih belia dan belum berpikir panjang tentang kesehatan. Sekarang saja yang sudah paham dan peduli menjaganya dengan mengurangi minuman bersoda. 


Kembali ke topik uang. Tahun 1997, beredar pecahan baru Rp 500,00 bergambar bunga mawar.  Saat itu harga-harga tentu sudah berbeda dan tak bisa lagi membeli minuman bersoda.  Tapi tenang, seingat saya masih cukup, kok, untuk membeli cemilan.  Hmm, makan terus!


Iyalah, menunggu pulang ke rumah daripada kelaparan di sekolah, mendingan cari makanan dulu. Itulah fungsi uang saku. Selain ditabung, boleh sedikit dibelanjakan.


Nah, demikianlah sekelumit cerita tentang uang kuno Indonesia dan jajanan yang bisa dibeli dengan si uang kecil nan mungil. Seiring waktu dan pengaruh inflasi, nilai uang tersebut mulai menurun sekaligus ditarik dari peredaran.  


Uang kuno tidak berfungsi lagi sebagai alat pembayaran yang sah, tapi tetap punya nilai sejarah.  Sampai sekarang masih banyak kolektor yang mencari dan mengumpulkannya.  Selain jadi koleksi, benda-benda inilah yang menjadi bukti perputaran ekonomi nusantara di masa lampau.



Sumber gambar :
Dokpri dan Canva

Komentar

  1. Mbak aku jadi keinget jajanan mie dan dawet, dulu uang 25 perak dapat mie kecil 2 atau dawet 1 gelas. Lalu 500 rupiah dapet nasi kucing, belinya aja pakai antri segala. Duh...jadi keinget jaman dulu

    BalasHapus
  2. Lho, baru tahu ternyata ada sejarah-sejarah seperti ini dibalik Uang Koin. Paling kecil aku menikmati uang koin yang Rp 50. Bisa lah ditebak umur berapa aku wkwk

    BalasHapus
  3. Jadi ingat juga nostalgia pada masanya. Saya juga jajan dulu 100 rupiah bisa jajan apa saja. Permen juga cuma 10 rupiah dan lainnya ada juga.

    BalasHapus
  4. Ya Allah... iyaya..
    Seru banget membandingkan mata uang dulu dengan sekarang.
    Rasanya uang dulu bekel 1000 rp uda berasa orang paling kaya satu sekolah.

    Dulu temenku kalo bekel 1000, suka bengong akunya..
    Berasa kaya "Ni anak sehari ngabisin duit segitu banyak cuma buat beli jajan."

    Sultan bener daah..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sekarang uang Rp 1000 malah terjepit di dompet ya, Mbak.

      Hapus
  5. Masa kecilku ada di zaman uang koin 25 sih 😆. Cuma seingatku bertahan sebentar terus udah ga ada lagi.

    BalasHapus
  6. Kek.y masa kecilku udah nggak ad uang 5 rupiah deh yg kuingat cuma 50 rupiah ke atas, trus uang 100 rupiah tuh legend banhet nggk sih?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin tergantung selera, Mbak. Kalau saya sejak bocil favoritnya uang Rp 100 karena bahannya dari nikel kayak besi, gitu. Uang sekarang ringan kayak seng. Aneh saja memegangnya karena dari dulu sudah sering bawa uang nikel.

      Hapus
  7. Ihiirrr asik juga nih mba mengenang masa laluuu 👍😆
    Beneran inflasi itu nyata yahhh
    Apalagi klo tau komparasi gini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mbak, ini beritanya mau resesi lagi. Bakalan semakin merosot nilai uang.

      Hapus
  8. kalau aku dulu punya yang 25 sama 50 rupiah itu buat uang saku pas SD. hihi jaman segitu bisa beli minuman fanta kalau nggak salah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Fanta, Coca Cola, dan Sprite jadi primadona di kantin sehabis olahraga.

      Hapus
  9. uang seratuus merah dan uang lima ratus hijau itu adalah uang uang jaman aku masih SD daaaan berkesan sekaliiiii

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mbak, sayangnya saya nggak punya Rp 500 hijau

      Hapus
  10. Mbak Aku jadi bernostalgia nih. Jadi ingat dulu SD uang saku hanya 1000 dan seingatku sudah dapat nasi+lauk telur+minum. Ditambah nanti siangnya masih bisa jajan kue Dan es di kantin hehehe

    BalasHapus
  11. Ingat zaman SD. Uang saku 25 rupiah. Yang 15 buat beli pecel bakmi bungkus, yang 10 buat beli kerupuk dapet 2 bungkus. Masyaallah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sudah lengkap jajanannya ya, Mbak, hanya dengan uang segitu.

      Hapus
  12. Ya ampun lengkap nostalgia akan uang kuno Indonesia dan jajanan yang bisa dibeli dengan si uang kecil nan mungil ini..ku jadi inget bisa beli apa aja pakai uang logam ini..kini ga laku lagi hiks

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prioritaskan Kesehatan Mata Sebagai Investasi Seumur Hidup

Kaca mata identik dengan orang tua dan kakek nenek lansia. Penglihatan yang mulai mengabur karena faktor usia ataupun penyakit, membuat para warga senior banyak yang bermata empat. Namun, apa jadinya kalau anak-anak sudah menggunakan kaca mata? Berkaca mata sejak usia 12 tahun, saya paham bagaimana risihnya dulu pertama kali memakai benda bening berbingkai ini. Saat masuk ke kelas, ada beragam tatapan dari teman-teman, mulai dari yang bingung, merasa kasihan, sampai yang meledek.  "Ih, seperti Betet!" Begitu gurauan seorang anak diiringi senyum geli. Hah, Betet? Sejak kapan ada burung Betet yang memakai kaca mata.  Cerita beginian cuma ada di kisah dongeng. Terlalu berlebihan. Candaannya diabaikan saja Waktu itu,  bukan perkara mudah menjadi penderita rabun jauh atau miopia. Apalagi di sekolah saya tidak banyak anak yang memakai kaca mata. Kalau kita beda sendiri, jadi kelihatan aneh.  Padahal, siapa juga yang mau terkena rabun jauh? Walaupun risih, keluhan mata tidak boleh

Konservasi Hutan untuk Ekonomi Hijau bersama APRIL Group

Gerakan ekonomi hijau atau Green Ekonomy mulai disosialisaikan oleh United Nation Environment Program (UNEP) pada tahun 2008. Konsep ini menitikberatkan pada kegiatan ekonomi untuk kemajuan negara, dengan memperoleh keuntungan bersama antara produsen dan konsumen, tanpa merusak lingkungan. Salah satu lingkungan yang dipantau adalah hutan. Sebagai salah satu pabrik pulp dan kertas terbesar di dunia,  pengalaman APRIL Group , melalui anak perusahaannya PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Pangkalan Kerinci, Riau, Indonesia, dapat menjadi referensi untuk pelestarian lingkungan. Perusahaan tetap konsisten mengelola pabrik, tanpa mengabaikan alam, bahkan  melalui program APRIL2030 , ikut meningkatkan  kesejahtearaan masyarakat  dan turut mengurangi emisi karbon . Yuk, kita simak aktivitas ekonomi hijau bersama perusahaan ini. Ekonomi Hijau untuk Menjaga Keanekaragaman Hayati  Sumber : Pixabay  Konservasi Hutan untuk Mencegah Deforestasi Setiap tahun, perusahaan mampu memproduksi 2,8 jut

Ketika Konten Blog Menggeser Sistem Marketing Jadul

Dahulu kala ketika internet belum semasif sekarang, rumah sering didatangi Mbak-mbak atau Mas-mas  berpenampilan menarik. Dengan senyum menawan, mereka mengulurkan tangan menawarkan produk dari perusahaannya. "Maaf, mengganggu sebentar. Mari lihat dulu sampel produk kami dari perusahaan XYZ." Begitu mereka biasanya memperkenalkan diri. Mayoritas pemilik rumah langsung menggeleng sambil meneruskan aktivitasnya. Sebagian lagi acuh sembari mengalihkan perhatian. Ada juga yang masuk ke rumah dan menutup pintu. Respon para salesman tersebut pun beragam. Beberapa orang dengan sopan berlalu dari rumah, tapi ada pula yang gigih terus mendesak calon konsumen.  Walaupun upayanya nihil karena tetap dicuekin. Saat dulu masih kanak-kanak, saya pernah bertanya pada orang tua. Kenapa tidak membeli produk dari mereka? Kasihan sudah berjalan jauh, terpapar sengatan sinar matahari pula. Mereka pun sering diacuhkan orang, bahkan untuk salesgirl beresiko digodain pria iseng. Jawaban orang tua