Langsung ke konten utama

Postingan

Berkarya dan Berdaya Merangkai Kata Bersama Komunitas Ibu-ibu Doyan Nulis (IIDN)

Umumnya, orang ingin berkumpul dengan teman-teman yang punya hobi sama, supaya ada rekan untuk berdiskusi, berbagi pengalaman, tips, hingga peluang mendapatkan cuan. Untuk yang hobi menulis, misalnya, perlu bergabung di komunitas penulis supaya ada kawan sefrekuensi yang asyik diajak ngobrol. Namun, adakah orang yang selalu menemukan lingkungan ideal? Atau malah terdampar di tempat yang jauh dari harapan? Pernah seorang teman bercerita, kalau dia kesal jika ada yang mengirimkan kumpulan tulisan ke nomor hapenya. Penyebabnya, simpel saja. Dia bukan orang yang hobi membaca, tulisan tersebut justru membuatnya jadi pusing. Alasan lain, sebagai ibu rumah tangga tugas si kawan sudah cukup padat. Tak ada lagi waktu untuk duduk manis sekedar membaca salinan teks yang bertebaran di aplikasi WA-nya. Rutinitas yang melelahkan, membuat pikirannya tak mampu lagi mencerna pesan yang disampaikan secara tertulis. Beda kalau yang dikirim video atau podcast, dia dengan senang hati menerimanya. Sambil m

Who Moved My Cheese dan Memanfaatkan Pikiran Negatif

Ceritanya, beberapa hari yang lalu pas lagi bersih-bersih lemari,  saya menemukan buku Who Moved My Cheese karya Spencer Johnson, M.D.  Edisi terbitan lawas ini terdiri dari 105 halaman, hurufnya dicetak besar seperti buku anak SD.  Kalimatnya juga sederhana dan dijamin nggak membuat kulit dahi berkerut. D engan tampilan demikian, mudah membacanya hingga selesai dalam waktu singkat.    Dulu pernah membaca buku ini, tapi cuma sekilas saja. Pada waktu itu, isinya belum relevan dengan situasi dunia yang masih aman dan damai. Namun, s ejak pandemi merebak, kisah dalam buku ini jadi akrab. Banyak terjadi perubahan yang membuat rumit jika tidak siap beradaptasi.  Salah satunya adalah teknologi. Nggak mudah kalau mau berubah, apalagi jika sudah masuk dalam daftar gaptek-er. Tapi, menolak perubahan dan enggan belajar lagi, akibatnya bisa ketinggalan dari orang lain yang sudah melesat kencang. Yap, seperti tokoh-tokoh dalam Who Moved My Cheese? . Sekilas isi buku seperti kisah dongeng, tapi se

Dedikasi Super Pak Ferry Bekerja Sebagai Petugas Kebersihan

"Hah! Nulis tentang saya? Waduh! Jangan, Kak, nanti jadi cerita sedih." Begitu tanggapan Pak Ferry mendengar niat saya meliput kegiatannya sebagai petugas kebersihan super. Bekerja sejak tahun 2010 sebagai petugas kebersihan (pengangkut sampah) di kompleks kami, menarik juga kalau bisa berbagi cerita tentang Pak Ferry.  Selama ini cuma kenal selintas saja, sekedar urusan sampah.  Namun, melihat dedikasinya sampai bertahun-tahun, boleh juga kalau kisahnya ditulis.  Jarang-jarang ada orang yang bisa bertahan segitu lama, apalagi kerjanya setiap hari di lapangan, kena hujan dan sinar matahari. Dengan seragam lengan panjang kuning plus sepatu boot, Pak Ferry konsisten bertugas tahun demi tahun. Inilah topik yang ingin saya angkat jadi tema tulisan. Bukan cerita sedih seperti yang diucapkannya di atas. Sudah banyak cerita sedih di luar sana, saya tak mau lagi menambahnya di sini. Setelah saya jelaskan, akhirnya Pak Ferry setuju kisahnya dimuat di blog ini.  Siapa tahu bermanfaat u