KBA Kampung Ketupat, dari Gotong-royong hingga Sekelumit Kisah Pencari Daun Nipah

 


Mengunjungi KBA Kampung Ketupat, Samarinda, Kalimantan Timur, seperti mengalami momen Hari Raya yang berulang. Bagaimana tidak? Ketika Kawan tiba di sana, pemandangan ketupat di depan rumah-rumah penduduk, langsung menarik perhatian. Benda berbentuk segi empat ini seperti memanggil-manggil untuk singgah sejenak. Ketupat telah menjadi ciri khas kampung ini.


Bukan hanya menampilkan bentuk yang sudah jadi, warga setempat pun menjemur bahan utama ketupat, yaitu daun nipah, berjejeran di depan rumah masing-masing. Aroma nipah terpanggang sinar matahari, merebak terbawa embusan angin laut. Di sini warga tidak menggunakan daun kelapa untuk membuat ketupat. 


Berbeda dengan tempat lain, bahan utama menganyam ketupat di kampung ini adalah daun nipah. Ukuran daun nipah yang lebar, membuat ketupat di sini menjadi lebih besar. Terik matahari yang menerpa, menyebabkan tekstur daun lentur dan mudah untuk menganyamnya.


Menurut Pak Yudi, koordinator KBA Kampung Ketupat, setiap hari warga menganyam. Dalam kampung terdapat 5 RT dan sekitar 500 KK. Hampir semua penduduk ikut berkontribusi dalam melestarikan budaya ketupat. Umumnya, para wanita yang banyak menjadi pengrajin ketupat. Sedangkan kaum pria menjalani beragam profesi, seperti berdagang, nelayan, karyawan, maupun wiraswasta.


Penganyam ketupat terdiri dari Ibu-ibu, remaja, hingga anak-anak puteri. Jangan heran, jika di tempat lain anak-anak perempuan menghabiskan waktu bermain dengan lompat tali, maka di sini mereka mulai belajar menganyam ketupat sejak usia dini. Kalau dari kecil sudah terampil, tak heran mereka mahir membuat banyak anyaman ketupat saat dewasa. 


Tradisi ketupat memang diturunkan lintas generasi yang terus berlanjut sampai sekarang. Keahlian mereka menganyam ketupat tak perlu diragukan lagi. Di Kampung Ketupat ada ibu-ibu yang mampu menganyam hanya dalam beberapa detik. Dalam sekejap mata, ketupat langsung tampil di depan penonton yang tak sempat berpikir panjang.


Per hari pengrajin mampu membuat 200 – 300 biji ketupat kecil. Ada juga yang menghasilkan 500 biji per hari. Warga menganyam dua jenis untuk diperdagangkan. Pertama, ketupat besar berukuran 20 x 20 cm, yang dibanderol Rp 800 per biji. Kedua, ketupat kecil berukuran 6 x 6 cm dengan harga Rp 300. Penghasilan per hari? Cukuplah untuk memenuhi kebutuhan. Setiap hari ketupat-ketupat itu laku dipasarkan karena sudah punya pelanggan tetap, seperti rumah makan.


Kiri : Warga menjemur daun nipah depan rumah 

Kanan : Pelatihan membuat ketupat dengan penduduk setempat 


Mereka lebih banyak menganyam ketupat kecil sebab jenis ini lebih laku dijual. Alasannya mungkin saja karena ketupat kecil sesuai dengan porsi makan orang kita pada umumnya. Terkadang kebiasaan makan ketupat masih dicampur nasi, jadi tidak perlu terlalu banyak potongan lontong. Budaya kita, kalau belum ketemu nasi, berarti belum sah makan. Sedangkan ketupat besar biasanya untuk Coto Banjar yang memang hanya menggunakan lontong, tanpa tambahan nasi.


Selain warung makan, pasar-pasar di Kalimantan Timur juga menerima anyaman ketupat warga setempat. Daerah pemasarannya memang masih sebatas kota-kota dalam provinsi, belum sampai melintas daerah. Adapun lokasi yang menerima ketupat tersebut antara lain Pasar Pagi dan Pasar Segiri di Samarinda. Selain itu, warga juga menjualnya pada pasar-pasar tradisional Balikpapan, Berau, dan Bontang.


Sekilas Sejarah KBA Kampung Ketupat 

Kampung Ketupat berlokasi di Jalan Mangkupalas, Kelurahan Masjid, Kecamatan Samarinda Seberang, Kota Samarinda, yang lokasinya berdampingan dengan sungai Mahakam. Berkunjung ke sana, wisatawan akan menemukan suasana kesibukan nelayan dengan perahu-perahu berseliweran. Tempat liburan yang sesuai jika ingin menikmati pemandangan sungai dengan segala kesibukannya.


Saat memantau pemandangan sekitar sungai, maka sinar matahari terik seakan ingin memanggang kulit. Tetapi, situasi ini diimbangi dengan tiupan angin dari laut yang menetralkan suhu. Sejauh mata memandang, air sungai mengalir tenang meski sesekali muncul riak-riak kecil. Jika beruntung, pengunjung bisa melihat kapal tongkang batu bara yang melintas. Kemunculannya menarik perhatian di antara perahu nelayan setempat.


Memasuki kampung, bangunan warna-warni, jalan setapak, dan ubin keramik yang bersih sudah menyambut. Pada salah satu sudut kampung, terdapat tugu ketupat yang menjadi ciri khas kawasan ini. Pada pinggiran pelataran tugu, tersedia bangku-bangku yang juga warna-warni, untuk tempat bersantai memandangi sungai Mahakam. Bagi yang suka membagikan foto perjalanan, kombinasi tugu ketupat berwarna serta panorama sungai, dapat menjadi objek berkesan.


Sesuai lokasinya, dulu masyarakat mengenal kawasan ini dengan sebutan Mangkupalas, khususnya kawasan sekitar Kampung Pelabuhan 79. Letaknya hanya berjarak 12 km dari pusat kota Samarinda. Meski sekarang telah menjadi salah satu tujuan wisata, perkembangan Kampung Ketupat bukan terjadi dalam waktu semalam. Kemajuan kawasan ini melalui gotong-royong masyarakat kampung yang didukung pemerintah setempat, hingga uluran tangan beberapa lembaga.



Tugu khas KBA Kampung Ketupat 


Pemerintah setempat mulai mencanangkan pengembangan Kampung Ketupat menjadi destinasi wisata sejak 11 Agustus 2017 melalui SK Walikota. Selanjutnya dengan bergotong-royong, warga mulai melakukan pengembangan fisik sejak tahun 2018 dan kemudian meresmikannya pada 18 Januari 2019. Walikota Samarinda saat itu, Syaharie Jaang, menandai berdirinya Kampung Ketupat. 


Kata orang meraih lebih mudah dari mempertahankan. Banyak yang awalnya sukses, tapi mundur seiring berjalannya waktu. Namun, situasi ini berbeda dengan kampung tersebut. Pada 2021, pencapaian Kampung Ketupat terus bertambah, sebab tempat ini ditetapkan sebagai Kampung Berseri Astra (KBA). Karena kampung ini telah memenuhi empat pilar, yaitu pendidikan, lingkungan, kesehatan, serta wirausaha, maka perkembangan selanjutnya berada dalam pantauan tim Astra,


Perkembangan Kampung Ketupat memang menggembirakan. Dulunya lokasi ini merupakan tempat yang kumuh dan banyak sampah berserakan. Bagaimana tidak menjadi tong sampah raksasa? Warga memanfaatkan sungai sebagai tempat pembuangan umum. Belum lagi jamban bertebaran di pinggiran sungai yang merusak pemandangan, sekaligus menyebarkan aroma kurang sedap. Kawasan ini seperti tanpa harapan dan masa depan.


Jalanan menuju ke sana hanya berupa lintasan kayu ulin seluas 1,5 meter. Belum ada bangunan meriah warna-warni seperti sekarang. Daerahnya kumuh, tidak terurus, dan rentan membawa penyakit sosial. Situasi demikian dapat berimbas pada keamanan kampung. Mengingat risiko tersebut, mulailah masyarakat swadaya dan bergotong-royong membenahi wilayah mereka. Awalnya. warga membersihkan lingkungan dengan menghapus jamban terapung di pinggiran sungai Mahakam.


Setelah mengatasi masalah jamban, maka pemandangan pinggiran sungai sudah mulai meyakinkan. Namun, warga tidak cepat puas dan terus melakukan pembenahan. Karena hasilnya mulai tampak, beberapa tokoh masyarakat berupaya mencari bantuan dana. Gayung bersambut. Pemerintah setempat dan beberapa lembaga keuangan mendukung kegiatan ini dengan memberikan sokongan. 


Mereka menggunakan bantuan tersebut untuk membeli cat dan perlengkapan memperindah bangunan. Maka, mulailah mereka berkreasi mencat rumah dengan dana yang tersedia dari beberapa lembaga tersebut. Semua lapisan masyarakat, mulai dari penduduk setempat, TNI, Polri, pelajar, serta pegawai kelurahan, dan kecamatan ikut membantu pengecatan pemukiman. 


Warna-warni KBA Kampung Ketupat 


Sayangnya kemudian dana habis, sedangkan masih ada bangunan yang membutuhkan cat alias belum selesai. Sudah terlanjur maju, pantang surut. Sayang kalau berhenti di tengah jalan. Akhirnya, warga mengadakan arisan dengan mengutip uang Rp 2.000 per hari selama dua pekan. Dari upaya tersebut terkumpul uang Rp 700.000. Siapa warga yang memperoleh nomor, maka dia yang berhak mengecat rumahnya.


Selesai masalah cat rumah, maka kemudian muncul problem tong sampah. Untuk mengatasi, warga kembali menyelenggarakan arisan tong sampah. Selesai? Tentu. Setelah itu, estetika lingkungan pun perlu mendapatkan perhatian. Penduduk mulai menanam pohon dan bunga-bunga di sekitar rumah masing-masing. Bukan hanya menanam tumbuhan, mereka juga belajar cara membuat pupuk. Dengan demikian, warga mampu merawat tanaman sendiri tanpa tergantung pada pupuk yang mahal.


Upaya, semangat, dan swadaya masyarakat itu menarik Pemkot Samarinda. Melalui program Kota Tanpa Kumuh atau Kotaku, mengalir dana untuk perbaikan kampung. Masyarakat menggunakan bantuan ini untuk membuat gerbang dan pernak-pernik yang memperindah kampung. Bangunan warna-warni, plus gerbang dan hiasan sekeliling, telah menjadikan lokasi ini lebih teramat dan enak dipandang. Seperti orang, kampung juga perlu berdandan.


Setelah itu, Kampung Ketupat memperoleh bantuan untuk memperbaiki jalan dari Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Jalanan yang dulu hanya berupa kayu ulin 1,5 meter, sekarang sudah dicor beton seluas 4 meter. Fasilitas jalan umum penting untuk memperkenalkan daerah wisata berkelanjutan. Dengan jalan yang semakin lebar dan terawat, pengunjung lebih mudah mendatangi tempat ini. Mempromosikan destinasi wisata saja tidak cukup, tanpa fasilitas memadai.


Agar pembenahan kampung berkesinambungan, maka selanjutnya warga membentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Peran Pokdarwis adalah sebagai pengelola wisata dan penggerak masyarakat agar tetap melestarikan budaya Banjar. Bukan hanya mengandalkan destinasi wisata menarik, kampung pun memadukan antara tradisi, budaya, kuliner khas setempat. 


Supaya pengunjung betah dan nyaman, Pokwardis memastikan Kampung Ketupat tetap tertib, bersih, dan ramah. Salah satu upaya Pokwardis menjaga kebersihan dan menjaga kenyamanan pengunjung adalah dengan menyediakan tempat parkir, masjid, toilet, taman, dan lampu taman, serta warung. 


Namanya wisata, bukan hanya menawarkan keindahan panorama. Pengunjung juga ingin agar tempat tersebut aman, ibadah tidak terganggu, hingga tersedia fasilitas layak untuk membersihkan diri. Dengan demikian, wisatawan merasakan pengalaman wisata menyenangkan sambil mengenal budaya Banjar. 


Mengenalkan budaya Banjar di sini tentu bukan dengan cara kaku seperti di sekolah. Setiap Minggu, warga menampilkan beragam kearifan lokal pada pengunjung melalui cara yang menarik, seperti pagelaran musik tradisional, aneka permainan tradisional, dan penyajian beragam kuliner berbahan dasar ketupat. Jika wisatawan senang, KBA Kampung Ketupat dapat menjadi pintu gerbang yang menampilkan budaya Kalimantan Timur.



Rangkaian wisata budaya di KBA Kampung Ketupat 


Semua kemeriahan ini bermula dari helai-helai daun nipah yang dipetik dari muara sungai Mahakam. 


Ketangguhan Pencari Daun Nipah

Tahukah Kawan jika dibalik keunikan Kampung Ketupat, ada orang-orang yang berjuang di belakang layar? Tanpa mereka, sulit bagi para penganyam untuk meneruskan tradisi ketupat. Budaya anyaman ini terus berkesinambungan berkat tenaga dan upaya mereka. Dulu di Kampung Ketupat, selain profesi umum sebagai nelayan atau pedagang, ada pekerjaan unik, menantang, dan memicu uji nyali bagi kaum pria, yaitu pencari daun nipah. 


Setiap hari penduduk menganyam banyak ketupat. Pedagang pasar dan pemilik warung sudah menunggu produksinya. Warga kampung perlu tenaga tambahan untuk memenuhi kebutuhan nipah. Pucuk-pucuk nipah itu tidak tersedia di sekitar pemukiman. Orang harus memetiknya di muara. Untuk mengambilnya, ditugaskan beberapa warga ke sana. Pekerjaan ini tidak mudah serta membutuhkan persiapan matang agar selamat kembali lagi ke pemukiman.


Para pencari daun nipah memulai dengan persiapan membawa bahan makanan, seperti telur, mie instan, ikan kaleng, dan beras. Mereka menaiki kapal yang terdiri dari 2 atau 3 pria. Kemudian, orang-orang ini memulai perjalanan dengan perahu kurang lebih 4 – 6 jam menuju lokasi muara, yaitu pertemuan antara Sungai Mahakam dan lautan luas.


Di sana mereka bisa tinggal selama 2 – 3 hari. Dari pemukiman berangkat subuh, agar pagi hari sudah bisa mengambil pucuk nipah. Pada siangnya, satu di antara rombongan memasak perbekalan, seperti nasi dan lauk pauk. Kegiatan memetik daun nipah diteruskan lagi setelah makan siang. Apabila sudah malam, mereka mendirikan tenda di atas kapal, sekadar untuk tempat beristirahat melepas lelah. 


Terkadang mereka bertemu dengan buaya, ular, hingga lintah. Kondisi yang tentunya kurang nyaman, apalagi di rawa-rawa ada nyamuk menggigit kulit. Ketika warga lain nyaman tinggal serta beraktivitas di rumah, orang-orang ini berjuang demi helai-helai daun nipah. Dedaunan ini yang menjadi sumber penghasilan mereka dan keluarga. 


Kegiatan tersebut berisiko dan membutuhkan nyali seluas samudera luas. Tentu tidak semua penduduk mampu melakoninya. Buktinya sekarang penerus dari pekerjaan tersebut telah hilang dari Kampung Ketupat, apalagi sudah banyak profesi lain yang lebih aman dan menjanjikan. Saat ini, warga Kampung Ketupat memperoleh daun nipah dari penduduk desa lain.


Daun nipah sebagai bahan dasar ketupat 


Pemasok daun nipah berasal dari Muara Kembang, Handil, dan Kutai Kertanegara. Harganya Rp 50.000 per ikat. Dari satu ikat itu dapat membuat 250 – 300 biji ketupat besar, atau sekitar 800 ketupat kecil. Warga menjual ketupat-ketupat tersebut ke pasar-pasar tradisional serta warung makan, seperti warung soto, rawon, dan ketupat kandangan. Saat Lebaran atau Idul Adha, ketupat dapat laku hingga 5.000 – 10.000 biji. Sedangkan pada hari-hari biasa, penjualan hanya mencapai 300 – 500 biji.


Jadi, siapa tahu suatu saat nanti Kawan berkunjung ke KBA Kampung Ketupat, jangan lupa ada orang-orang yang berjuang memetik helai-helai daun nipah dalam kondisi berisiko. Mereka berjuang melewati hutan bakau menuju muara sungai, menembus udara dingin pagi serta pekatnya malam, hingga bertemu hewan-hewan buas, demi budaya ketupat tetap berkesinambungan. Orang-orang ini ibarat tokoh di belakang layar yang memegang peranan penting dalam pelestarian budaya lokal. 


Lain kisah pencari daun nipah, lain pula cerita penganyam ketupat. Jika pekerjaan pemetik daun mulai berkurang, maka jumlah pengrajin ketupat justru meningkat. Regenerasi terjadi karena anak-anak dan remaja puteri mengikuti jejak ibu mereka. Hanya dengan bekerja dari rumah, mereka dapat penghasilan. Menjadi pengrajin ketupat masih menjadi pekerjaan yang menjanjikan sampai sekarang. Pemasarannya tetap lancar dan pengunjung kampung terus berdatangan, terutama pada hari libur.


Beragam Aktivitas Menarik di Kampung Ketupat 

Selain melihat produksi ketupat atau perahu berlayar, ada banyak pengalaman liburan yang Kawan peroleh di sini. Pada kampung ini, pengunjung dapat praktik langsung cara membuat ketupat dengan didampingi oleh warga setempat. Sambil duduk di pelataran tugu ketupat, wisatawan bisa belajar menganyam. Di tengah embusan angin laut, satu ketupat hasil kreasi sendiri sudah selesai di tangan. Kalau ingin menikmati isinya? Tenang, Kawan tidak perlu repot-repot memasak.


Di sepanjang jalan kampung, telah berdiri banyak warung yang menyediakan menu lokal. Kawan tinggal memilih sesuai selera, sambil melihat-lihat terlebih dahulu karena banyak pilihan menu. Pada momen tertentu untuk menarik pengunjung, warga pun menyelenggarakan pameran kuliner tradisional, seperti Coto Makassar, Coto Banjar, hingga ketupat sayur khas Kalimantan yang tersedia di warung-warung kecil milik penduduk setempat. 


Mau melihat yang berbeda selain ketupat? Ada. Kreativitas masyarakat tidak terbatas pada anyaman ketupat. Pemanfaatan pucuk nipah terus berinovasi. Sekarang bukan hanya daunnya yang bermanfaat, lidi nipah sudah didaur ulang menjadi kerajinan tangan, seperti piring, keranjang, hingga tempat lampu. Kreativitas ini mampu mengurangi limbah lidi nipah, sehingga tidak menumpuk dan mengotori lingkungan. Bagian daun nipah yang dibawa ke kampung semuanya bisa diubah menjadi rupiah.


Selain membentuk menjadi aneka kerajinan tangan, lidi nipah dapat menjadi alat barter dengan daun nipah. Sekarang daun dan lidi nipah sudah sama-sama penting. Jika yang satu menjadi bahan baku ketupat, maka yang lain dapat diolah menjadi alat-alat perlengkapan rumah tangga, seperti contoh di atas. Di tangan orang kreatif, ampas pun bisa menjadi barang berharga.


Kearifan Lokal di Balik Filosofi Ketupat 

KBA Kampung Ketupat telah menunjukkan identitas sebagai daerah tujuan wisata Samarinda yang perlu dikunjungi. Pencapaiannya hari ini berawal dari semangat gotong-royong dan swadaya masyarakat memperbaiki citra kampung mereka. Hendaknya sekarang pun mereka selalu mengingat perjuangan dahulu. Tujuannya agar kekompakan tetap awet, mampu bersaing secara sehat dalam wira usaha, serta menjaga kondisi pemukiman senantiasa bersih, aman, dan tertib. 


Ketupat bukan sekadar pembungkus makanan lezat lokal. Ada filosofi menarik di balik setiap anyamannya. Saat penganyam membentuknya, ada pesan tersirat dalam untaian daun-daunnya. Wakil Walikota Samarinda, Andi Harun, dalam sambutannya menutup Festival Budaya Kampung Ketupat 2025, menyampaikan filosofi dari makanan lambang kebersamaan tersebut.


Filosofi itu meliputi anyaman rumit yang melukiskan lika-liku kehidupan. Adapun isian padat ketupat melambangkan hasil berharga di balik perjuangan. Setiap upaya membutuhkan waktu dan proses, sembari menanti hasil pada masa depan. Daun pembungkus menuturkan tentang makna kesucian, kesegaran, harapan, dan ketulusan. Jadi, secara keseluruhan ketupat merupakan simbol persatuan, kerja sama, proses, kesabaran, konsisten, dan hasil yang menggembirakan di balik perjuangan.


Pak Yudi, sebagai koordinator KBA Kampung Ketupat, berpesan agar masyarakat mengunjungi lokasi mereka. Di kawasan ini, wisatawan dapat melihat beragam kearifan lokal masyarakat, termasuk dalam anyaman daun nipah. Budaya ini diturunkan lintas generasi dan terbukti mampu menjadi topangan hidup warga. Menurut beliau, perayaan hari besar adalah momen menarik berkunjung. Bukan hanya Hari Raya, perayaan Tahun Baru pun merupakan saat tepat datang ke sana.


Tidak harus mewah untuk menjadi unik dan berbeda. Ketupat yang di pemukiman Kawan hanya muncul pada perayaan tertentu, dapat menjadi identitas KBA Kampung Ketupat Samarinda. Kebudayaan tradisional ini menawarkan kemandirian ekonomi bagi warga setempat, serta kesempatan untuk memperkenalkan budaya Banjar pada wisatawan luar daerah. Dengan lokasi yang aman, nyaman, tertib, dan bersih, pengunjung dapat menikmati waktu liburan dengan pengalaman berkesan.


Apa kearifan lokal yang menarik dari pemukiman Kawan? Setiap daerah mempunyai ciri khas masing-masing. Sekarang giliran Kawan menemukan dan memperkenalkan budaya tersebut pada masyarakat. Budaya yang biasa-biasa saja bagi kita, boleh jadi menarik bagi orang lain dan membawa #kabarbaiksatuindonesia



 Referensi :

  • Wawancara online melalui WhatsApp bersama Pak Yudi, koordinator KBA Kampung Ketupat, Samarinda. 
  • Ilustrasi diedit oleh Canva

  • Foto merupakan hasil screenshoot dari akun Instagram @kampungketupatsmd_

  • Geliat Kampung Ketupat UMKM di Samarinda. Website rr.co.id. Penulis : Rudi Mulyadi. Editor: Ridzki Multianatha. Pukul 19 Jul 2024 - 04:44. https://rri.co.id/daerah/836459/geliat-kampung-ketupat-umkm-di-samarinda

  • Gotong Royong Kunci Sukses Kampung Ketupat Samarinda, Ikon Budaya dan Pariwisata Baru. Website planet.merdeka.com, 18 Mei 2025, pukul 19:30. https://planet.merdeka.com/hot-news/gotong-royong-kunci-sukses-kampung-ketupat-samarinda-ikon-budaya-dan-pariwisata-baru-411803-mvk.html?page=2

  • Kampung Ketupat, Contoh Wisata Pemberdayaan Masyarakat. Pos Kaltim, 15 November 2021. https://poskaltim.id/wisata-dan-budaya/kampung-ketupat-contoh-wisata-pemberdayaan-masyarakat/
  • Kampung Ketupat Samarinda: Warisan Tradisi yang Menjadi Ikon Wisata Baru. Website publicnews.com, 28 November 2024. https://publiknews.co/kampung-ketupat-samarinda-warisan-tradisi-yang-menjadi-ikon-wisata-baru/

  • Kampung Ketupat, Wisata Kearifan Lokal di Samarinda Seberang. Website headlinekaltim.co, 12 Agustus 2025, pukul 14:56. https://headlinekaltim.co/kampung-ketupat-wisata-kearifan-lokal-di-samarinda-seberang/

  • Kampung Ketupat, Wisata Edukasi yang Patut untuk Dikunjungi. Website vivaborneo.com, 27 Oktober 2021. https://vivaborneo.com/10/kampung-ketupat-wisata-edukasi-yang-patut-untuk-dikunjungi/

  • Kisah Adelin: Pengrajin Turun Temurun, Sulap Daun Nipah jadi Ketupat dalam Hitungan Detik. Website Media Ekonomi dan Bisnis Niaga, 23 Februari 2025. https://www.niaga.asia/kisah-adelin-pengrajin-turun-temurun-sulap-daun-nipah-jadi-ketupat-dalam-hitungan-detik/

  • Melihat Kampung Ketupat di Samarinda yang Kesohor Bagi Turis Jerman. Website Media Ekonomi dan Bisnis Niaga.Asia. 19 Maret 2023. https://www.niaga.asia/melihat-kampung-ketupat-di-samarinda-yang-kesohor-bagi-turis-jerman
  • Melepas Reputasi Kumuh Kampung Ketupat. Website kaltimkece.id. Penulis Ika Prida Rahmi 11 Januari 2019 23:25. https://kaltimkece.id/warta/ragam/melepas-reputasi-kumuh-kampung-ketupat
  • Menguak Pesona Kampung Ketupat Samarinda: Destinasi Wisata Unik di Tepi Sungai Mahakam. Website timesumut.com. Penulis Zulkifli Ritonga, 12 Juni 2024, pukul 21:26. https://www.timesumut.com/wisata/105212898108/menguak-pesona-kampung-ketupat-samarinda-destinasi-wisata-unik-di-tepi-sungai-mahakam
  • Sejuta Cerita di Kampung Ketupat Samarinda, Berbenah dan Jadi Ikon Wisata. Website natmed.id. Penulis Febiana, 3 Oktober 2021. https://natmed.id/sejuta-cerita-di-kampung-ketupat-samarinda-berbenah-dan-jadi-ikon-wisata/



Tidak ada komentar