Langsung ke konten utama

Tinggal Sendirian, Siapa Berani?




Dulu saat menonton film dari negara empat musim, saya sering iri melihat sebagian tokoh-tokohnya tinggal di rumah sendirian. Semua pekerjaan rumah mereka selesaikan seorang diri tanpa bantuan teman atau keluarga, terutama jika mereka masih berstatus single. Budaya mereka mendidik anak mandiri sejak usia muda. 



Berbeda dengan budaya negara kita yang masih kental dengan adat kekeluargaan. Kecuali kos-kosan, tinggal sendirian tanpa keluarga atau teman dipandang janggal. Apa enggak kesepian? Terus, siapa yang membantu kalau terjadi sesuatu (ya, janganlah berharap terjadi sesuatu yang tidak diinginkan). Tinggal sendirian bukan pilihan populer di sini.



Saya justru penasaran gimana rasanya tinggal sendirian. Pasti senang bisa menguasai satu rumah sebebas-bebasnya. Penghuni punya kehendak mandiri mau beresin rumah atau enggak, toh tinggal sendirian. Tidak akan ada yang komplain. Mau mengerjakan apapun, seperti memasang suara musik keras, ayo saja. Tetapi, kapan ya, bisa terwujud? Begitu dulu pikiran saat masih tinggal bareng keluarga. 





Kata orang, berhati-hatilah dengan keinginanmu karena bisa menjadi kenyataan. Apa yang muncul di benak, mampu menjadi realita pada dunia nyata. Nasihat ini akhirnya memang terbukti. Yap, tinggal sendirian dalam satu  rumah sempat saya alami selama beberapa tahun. Rasanya campur aduk. Terkadang senang, ada kalanya meradang.



Memang bebas melakukan keinginan atau hobi sendiri, tapi bisa juga lepas kendali. Misalnya, menunda membersihkan rumah, eh, keterusan sering menunda kerjaan lain. Soalnya, enggak ada yang mengingatkan. Tinggal sendirian tidak selalu menyenangkan, seperti yang saya pikirkan dulu. Ada beragam suka duka, manfaat maupun kekurangan nya. Apa saja itu, berikut uraiannya. 



Manfaat Tinggal Sendirian 

Mandiri 

Tinggal sendirian berarti mampu  mengerjakan tugas secara mandiri, tanpa ada harapan muncul bantuan dari dalam rumah. Lagipula, siapa mau dimintai bantuan? Harapan cuma pada tetangga. Jika tidak mampu, baru meminta bantuan tetangga. Itu pun jarang saya lakukan. Kalau sanggup, kenapa enggak dikerjakan sendiri dulu. 





Dari sekian banyak pengalaman mengurus rumah sendirian, saya paling ingat saat membersihkan talang air di genteng dari tumpukan daun mangga. Waktu itu usia saya masih relatif muda. Tenaga melimpah seperti tidak pernah habis. Rasanya ringan saja membawa tangga besi lipat yang agak berat. Kalau sekarang bakalan ngos-ngosan.



Setelah membuka tangga lipat, saya langsung naik ke samping atap untuk membersihkan talang air yang tersumbat dedaunan. Sret, sret, sret. Beres. Air hujan pun tidak akan tersumbat lagi. Lumayan, membersihkan sendiri berarti hemat biaya karena enggak perlu panggil tukang. Walaupun aksinya dipandangi ibu-ibu kompleks. 



Berani 

Dari sekian banyak pengalaman tinggal sendirian, ada satu pengalaman yang membuat saya keringat dingin di dahi sebesar jagung. Saat itu masih pagi hari, tapi makhluk merayap itu sukses membuat hawa sejuk seterik panas mentari. 






Lokasi pemukiman terletak dekat sungai dan masih banyak semak belukar. Dulu rumah saya mempunyai halaman belakang. Di halaman itu, ada parit kecil yang mengalirkan air hujan ke luar supaya tidak menggenangi halaman. Mungkin dari sini awal kemunculan mahluk itu. 



Jadi ceritanya, pagi itu saya mau membersihkan halaman belakang yang penuh barang berserakan, salah satunya kain rombengan. Pas diangkat, wow, jatuh seekor anak ular. Panjangnya kira-kira 60 cm dengan diameter badan sebesar jari orang dewasa. Punggungnya berwarna abu-abu. Dia menggeliat-geliat di tanah. Ih!



Saya langsung menjerit, apalagi ketika ular itu mematuk-matuk udara. Jarak saya darinya memang agak jauh, jadi masih aman. Saya langsung masuk rumah dan menutup pintu rapat. Mencoba berpikir jernih, akhirnya saya ambil goni beras dan kayu panjang. Nah, perjuangan dimulai. 





Jenis ular tersebut sebenarnya banyak di sekitar rumah dan bukan pertama kali saya melihatnya. Kata tetangga, ini bukan jenis yang berbisa dan hanya mencari tikus. Cuma, walaupun tak berbisa yang namanya ular gimana enggak membuat panik. Dia tidak bisa dielus-elus layaknya kucing atau anjing. 



Akhirnya, anak ular tersebut saya dekati dan berusaha mendorongnya menggunakan kayu ke dalam goni. Setelah lama menggeliat, dia masuk dan terkurung  di dalam goni. Huff, saya menyeka keringat dingin sebesar biji jagung di dahi. Selesai sudah satu perjuangan dan ular itu saya kembalikan ke habitatnya di pinggiran sungai. 



Belajar Hemat 

Tinggal seorangan berarti mengelola keuangan sendiri. Bakalan enggak ada yang mengingatkan kalau boros menggunakan uang. Jika kebablasan mengelolanya, kelak akan kesulitan karena resikonya ditanggung sendiri. 






Bukan mudah mengelola uang dalam keadaan begini. Sendirian, enggak ada teman mengobrol, maka cemilan yang diajak berdiskusi. Ada kepuasan tersendiri saat duduk sambil mengunyah. Sesekali boleh saja, tapi kalau keseringan nanti kantong bolong. Bahayanya, hampir setiap hari pedagang makanan keliling lewat. Jadi, harus mampu mengelola emosi melihat mereka berseliweran. 



Kesempatan untuk Belajar tentang Diri Sendiri

Tahukah kalau belajar instropeksi paling pas saat sendirian? Pada situasi demikian, tidak ada suara bising orang lain yang menggedor-gedor gendang telinga. Dalam keheningan, kita bisa tahu apa sebenarnya yang kita mau, serta bagaimana impian masa depan. Kita sibuk mendengar ke dalam, bukan menyaring opini dari orang lain. 



Kita jadi terbiasa mengerjakan segala sesuatunya sendirian, tidak ada komentar-komentar dari orang lain yang terkadang bisa menggoyahkan rencana awal. Meskipun demikian bukan berarti komentar orang lain tidak penting, hanya membiasakan diri untuk memilih dan mengambil keputusan sendiri memang bukan perkara mudah. Berani memutuskan, berarti siap dengan semua resikonya.  





Mengembangkan Kreativitas

Kalau sudah mengenal diri sendiri, biasanya kita akan ketemu hobi atau pun rencana baru untuk dikerjakan. Jika sudah sampai tahap ini, bakalan ada kesempatan untuk berkreasi dan berkreativitas. Keluarlah versi terbaru dari diri sendiri. 



Kesendirian menjadi kesempatan untuk mengembangkan diri, bukan melamun tanpa batas. Kesendirian menjadikan kita pribadi yang berbeda dari sebelumnya. Berbeda dalam arti positif, ya, bukan malah membuat masalah baru. Nah, ternyata asyik kalau kita bisa memanfaatkan masa kesendirian secara optimal. Ada benefitnya, minimal mampu memotivasi diri sendiri untuk lebih baik tanpa menjadi beban orang lain. 



Namun, dibalik manfaat tersebut tetap ada kekurangan yang perlu diperhatikan saat harus hidup sendirian. Jika tidak diantisipasi, faktor-faktor ini bisa berdampak serius, karena akan  mempengaruhi kesehatan orang yang bersangkutan. 





Dampak Negatif Tinggal Sendirian

Walaupun tinggal sendirian kelihatan menyenangkan, tapi tetap ada kekurangannya yang patut diwaspadai. Jangan sampai karena kelamaan tinggal sendirian, maka kesehatan malah jadi  terganggu. 



Apa saja dampak negatif dari tinggal sendirian? Ini dia. 



Kesepian 

Nah, ini dampak utama dari hidup sendirian. Konon hal ini yang paling membuat banyak orang enggan hidup sendirian. Katanya,  enggak ada teman mengobrol.Mereka yang antipati pada kesepian pun langsung mencari rekan serumah. Kalau saya anteng saja jika harus  sendirian. Hidup tetap dijalani. 



Namun, sebaiknya jangan terlalu lama berdiam sendirian dalam rumah. Sesekali perlu mengobrol dengan tetangga  atau nongkrong dengan teman di luar. Jika dibiarkan terus menerus, maka muncul dampak buruk dari orang yang hidup sendirian. Apalagi jika dia pun menolak bersosialisasi. 





Dikutip dari website American Psychological Association, kesepian menyebabkan kebiasaan kurang sehat, seperti kurang tidur, penurunan kognitif, hingga gangguan imunitas tubuh. Dampak selanjutnya cukup menyeramkan, seperti kematian dini. Ini karena kesepian sama dengan obesitas, merokok, dan kurang beraktivitas. 



Untuk warga senior yang berusia di atas 50 tahun, kesepian bisa menyebabkan demensia atau yang dikenal dengan kepikunan. Mengulang kegiatan yang sama setiap hari akan menurunkan fungsi otak. Seperti olahraga, otak perlu dilatih dengan melakukan aktivitas baru, bukan hanya berkutat pada hal yang sama. 



Jadi, kesepian yang dibiarkan berlarut-larut akan mengganggu kesehatan fisik sekaligus mental. Enggak perlu mengisap rokok atau malas berolahraga. Hidup kesepian dalam jangka waktu lama akan menguras daya tahan tubuh. 





Tidak Ada Dukungan dalam Keadaan Darurat

Saat-saat genting, memang perlu  dukungan dari orang lain. Setidaknya ada yang mendengar kesulitan kita atau bahu sekadar tempat bersandar. Namun, jangan harap ada yang demikian saat harus tinggal sendirian. Apalagi di kota besar yang umumnya masyarakat agak individualis. 



Sebaiknya sebelum memutuskan untuk hidup sendirian, yakinkan hati akan sanggup menerima beban berat dan masalah tak terduga. Ada beragam masalah di luar perkiraan kita yang muncul dan perlu kepala dingin untuk menyelesaikannya. 



Seperti cerita saat saya menangkap anak ular di atas. Ingin menangis, tapi enggak tahu mau mengadu sama siapa. Rumah tetangga saat itu sepi, semua sibuk dengan kegiatan masing-masing. Akhirnya, berjuang sendiri. Ternyata, setelah dicoba mampu juga mengatasinya. The power of kepepet itu memang mujarab. 



Tanggung-jawab Penuh pada Pekerjaan Rumah Tangga

Tinggal sendirian masih lumayan kalau punya ART karena ada teman mengobrol di rumah. Namun, apa jadinya kalau semua harus dikerjakan sendirian? Sudah sepi, badan pegal pula. Ya, itulah risiko sang pejuang tunggal. Dari memasak dan beres-beres semua dikerjakan sendiri. 





Akan tetapi, kerepotan mengatur pekerjaan rumah tangga itu membantu kita untuk lebih gesit menangani tugas-tugas. Dari yang dulu lamban bergerak, sekarang sudah sat set menyelesaikan apapun. Habis, enggak ada yang bisa diminta bantuan. Kalau tidak segera diselesaikan, bakalan menumpuk dengan pekerjaan berikutnya. Repot, kan. 



Hidup Sendirian untuk Karakter yang Lebih Baik 

Untuk sebagian orang, hidup sendirian seperti impian menakutkan. Terbayang, bangun pagi tidak ada yang menyapa, sarapan sendirian, dan semua pekerjaan rumah dikerjakan dalam keheningan. Apa enggak membosankan sekaligus menyeramkan? 



Kalau cuma diam saja sambil menunggu waktu berputar, ya, memang membosankan. Apalagi jika tidak ada jadwal keluar rumah. Akan tetapi, jika ada yang dikerjakan, misalnya mengerjakan hobi baru, malah bisa betah di rumah. Seperti saat pandemi dulu. Kita harus putar otak mencari kegiatan agar pikiran dan tubuh enggak beku. 






Zaman online sekarang banyak, kok, yang bisa dikerjakan di rumah, mulai dari bisnis, komunikasi, hingga belajar. Justru waktu seperti ini jadi kesempatan untuk meningkatkan kemampuan dan keahlian kita. Soalnya, saat hidup sendiri tidak ada suara bising yang bisa memecahkan konsentrasi. 



Terkesan egois? Enggak juga. Ini cuma kegiatan sebatas rumah. Ketika bersosialisasi di luar, barulah memperhatikan kepentingan bersama.Justru saat sendirian itu penting agar bisa intropeksi diri dan menemukan versi terbaru diri kita.



Jadi, untuk yang tinggal sendirian enggak perlu khawatir. Ini saat yang tepat untuk mengembangkan karakter pribadi. 

 



Referensi :

  • Gambar oleh Canva
  • The Risk of Social Isolation, https://www.apa.org/monitor/2019/05/ce-corner-isolation

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prioritaskan Kesehatan Mata Sebagai Investasi Seumur Hidup

Kaca mata identik dengan orang tua dan kakek nenek lansia. Penglihatan yang mulai mengabur karena faktor usia ataupun penyakit, membuat para warga senior banyak yang bermata empat. Namun, apa jadinya kalau anak-anak sudah menggunakan kaca mata? Berkaca mata sejak usia 12 tahun, saya paham bagaimana risihnya dulu pertama kali memakai benda bening berbingkai ini. Saat masuk ke kelas, ada beragam tatapan dari teman-teman, mulai dari yang bingung, merasa kasihan, sampai yang meledek.  "Ih, seperti Betet!" Begitu gurauan seorang anak diiringi senyum geli. Hah, Betet? Sejak kapan ada burung Betet yang memakai kaca mata.  Cerita beginian cuma ada di kisah dongeng. Terlalu berlebihan. Candaannya diabaikan saja Waktu itu,  bukan perkara mudah menjadi penderita rabun jauh atau miopia. Apalagi di sekolah saya tidak banyak anak yang memakai kaca mata. Kalau kita beda sendiri, jadi kelihatan aneh.  Padahal, siapa juga yang mau terkena rabun jauh? Walaupun risih, keluhan mata tidak boleh

Konservasi Hutan untuk Ekonomi Hijau bersama APRIL Group

Gerakan ekonomi hijau atau Green Ekonomy mulai disosialisaikan oleh United Nation Environment Program (UNEP) pada tahun 2008. Konsep ini menitikberatkan pada kegiatan ekonomi untuk kemajuan negara, dengan memperoleh keuntungan bersama antara produsen dan konsumen, tanpa merusak lingkungan. Salah satu lingkungan yang dipantau adalah hutan. Sebagai salah satu pabrik pulp dan kertas terbesar di dunia,  pengalaman APRIL Group , melalui anak perusahaannya PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Pangkalan Kerinci, Riau, Indonesia, dapat menjadi referensi untuk pelestarian lingkungan. Perusahaan tetap konsisten mengelola pabrik, tanpa mengabaikan alam, bahkan  melalui program APRIL2030 , ikut meningkatkan  kesejahtearaan masyarakat  dan turut mengurangi emisi karbon . Yuk, kita simak aktivitas ekonomi hijau bersama perusahaan ini. Ekonomi Hijau untuk Menjaga Keanekaragaman Hayati  Sumber : Pixabay  Konservasi Hutan untuk Mencegah Deforestasi Setiap tahun, perusahaan mampu memproduksi 2,8 jut

Ketika Konten Blog Menggeser Sistem Marketing Jadul

Dahulu kala ketika internet belum semasif sekarang, rumah sering didatangi Mbak-mbak atau Mas-mas  berpenampilan menarik. Dengan senyum menawan, mereka mengulurkan tangan menawarkan produk dari perusahaannya. "Maaf, mengganggu sebentar. Mari lihat dulu sampel produk kami dari perusahaan XYZ." Begitu mereka biasanya memperkenalkan diri. Mayoritas pemilik rumah langsung menggeleng sambil meneruskan aktivitasnya. Sebagian lagi acuh sembari mengalihkan perhatian. Ada juga yang masuk ke rumah dan menutup pintu. Respon para salesman tersebut pun beragam. Beberapa orang dengan sopan berlalu dari rumah, tapi ada pula yang gigih terus mendesak calon konsumen.  Walaupun upayanya nihil karena tetap dicuekin. Saat dulu masih kanak-kanak, saya pernah bertanya pada orang tua. Kenapa tidak membeli produk dari mereka? Kasihan sudah berjalan jauh, terpapar sengatan sinar matahari pula. Mereka pun sering diacuhkan orang, bahkan untuk salesgirl beresiko digodain pria iseng. Jawaban orang tua