Langsung ke konten utama

Pandemi Mereda, Kelas Online Tetap Eksis



Kalau berbicara tentang kelas online, saya jadi teringat masa pandemi dulu. Karena harus di rumah saja, maka kelas jenis ini menjadi sarana untuk belajar. Awalnya, aneh ikut kelas yang enggak bertemu dengan semua pesertanya secara langsung, seperti belajar di awang-awang. 


Dulu pertama kali membuka aplikasi zoom, saya lumayan gaptek. Lucu kalau ingat gimana gugupnya pertama kali menggunakan zoom. Begitu dipasang, lho, suaranya kok hilang? Akhirnya, setelah bertanya pada saudara di rumah, ternyata ada fitur yang harus ditekan. 


Belum lagi karena iseng, jari saya menekan fitur yang menampilkan telapak tangan. Akibatnya, moderator langsung sigap mempersilakan saya bertanya. Daripada malu karena ketahuan gaptek, akhirnya asal tanya saja. Untung pertanyaannya masih masuk akal. Hehehe. 


Sempat berseliweran opini kalau kelas online hanya bertahan pada masa pandemi. Siapa juga yang mau belajar di ruangan virtual terus menerus? Untuk sebagian orang mungkin iya, tapi beda dengan saya. Sampai sekarang saya masih suka ikut kelas online. Bedanya, kalau dulu sering lewat zoom, maka sekarang melalui grup WA. Dengan aplikasi ini  lebih hemat kuota. 




Selain menambah ilmu, kelas online ini cocok sekali untuk latihan, agar otak yang semakin bertambah usia ini tetap aktif. Bukan cuma tubuh, otak pun perlu sering dilatih agar tetap sehat dan tajam. Selain kesehatan, ada beragam manfaat lain dari kelas online pasca pandemi. 


Hanya manfaat saja? Enggak juga! Dari pengalaman saya, ada juga kekurangan kelas online. Yuk, kita bahas satu per satu.


Manfaat Kelas Online

Pandemi sudah mengubah banyak kebiasaan orang, termasuk dengan sistem belajar. Sejak pandemi merebak, hampir semua aktivitas kita bersinggungan dengan internet. Nah, dari jaringan internet inilah terbuka beragam kesempatan belajar online. 


Setelah mengikuti beragam kelas online, mulai dari menulis hingga mendesain, ini manfaat yang saya peroleh dari kelas online. 




Ilmu tanpa Batas Lokasi dan Waktu 

Mayoritas orang di sekitar lingkungan saya kurang berminat dengan menulis dan mendesain. Karena itu, agak sulit mencari rekan yang bisa diajak diskusi bersama. Kelas online membantu saya menemukan rekan sefrekuensi, walaupun lokasinya berseberangan pulau.


Di kelas online saya pun bisa belajar dari mentor yang sudah berpengalaman. Meskipun berjauhan dan hanya bertatapan wajah dari gadget, tapi komunikasi tetap lancar. Asalkan jaringan aman, belajar pun tetap nyaman. 


Biaya yang Lebih Terjangkau

Tarif kelas online biasanya lebih terjangkau dari kelas offline. Memang ada juga yang sampai jutaan, tapi dilihat dulu siapa penyelenggara dan narasumbernya. Semakin berkelas, tentu semakin meroket harganya. 


Tersedia Kelas Gratis

Enggan merogoh kocek untuk belajar? Ada kok, penyelenggara yang membuka kelas gratis. Jangan anggap remeh dengan kelas ini. Kalau dapat penyelenggara yang bagus, peserta bisa mendapatkan narasumber yang oke, ebook, pdf, hingga rekaman video pembelajaran. Lumayan, kan. 




Nah, di akhir kelas biasanya admin grup baru membuka kelas berbayar. Kelas ini peserta lebih sedikit daripada yang gratisan. Biasanya, siapa yang benar-benar mau memperdalam ilmu yang ikutan mendaftar. Mereka merasa tidak rugi mengeluarkan uang untuk menambah wawasan. 


Relasi Bertambah

Dengan ikut kelas online, teman dari seluruh tanah air pun semakin bertambah. Semakin sering join, semakin banyak teman baru. Banyak juga yang japri agar saling save nomor, walaupun ujung-ujungnya untuk promosi jualan. Hehehe.


Ada sedikit cerita tentang kelas online ini. Peraturan di grup kelas online pengeditan foto, mewajibkan semua peserta men-share foto hasil editan di grup WA. Saya melihat kayaknya ada satu foto yang familiar. Sering dilihat dimana, gitu. Ternyata setelah diingat-ingat, rupanya kita saling follow di medsos. Oalah, ketemu juga di grup WA.


Koleksi Sertifikat 

Bukan hanya webinar, kelas online pun ada sertifikatnya. Koleksi e-sertif saya sudah cukup banyak dan tersimpan rapi. Ijazah versi online ini menjadi pengingat yang sering mengajukan pertanyaan. Sudah dipraktikkan ilmu dari kelas tadi? Sampai sejauh mana kemajuan dari pembelajarannya?






Yap, jangan sampai waktu hingga kuota yang sudah terpakai menjadi sia-sia. Segera praktikkan ilmunya, misalnya dengan membuat konten di medsos. Jadi, ada kelihatan hasilnya. 


Asyik, kan, belajar kelas online. Peserta bisa menambah ilmu tanpa terhalang jarak ataupun waktu. Kita bisa mengakses kapan saja karena materinya tersimpan di grup WA atau Telegram. Kalau pun melalui zoom, biasanya pada kelas berbayar sudah tersedia rekamannya. 


Namun, dalam kenyataan selalu ada kelebihan dan kekurangan. Setelah menguraikan keuntungan kelas online, berikut ada beberapa poin kekurangannya yang patut diperhatikan oleh calon peserta. 


Kekurangan Kelas Online

Kelas online memang praktis. Peserta enggak perlu keluar rumah, terjebak kemacetan, diterpa debu, hujan, panas terik, dsb, dsb, dan seterusnya, untuk sampai ke lokasi belajar. Pokoknya, anteng saja di depan gadget. Namun, tetap saja ada kekurangannya.




Peserta Kurang Bersosialisasi

Kalau membahas perbedaan antara kelas online dan offline, jadi ingat masa sekolah dulu. Selain belajar, ngobrol sama teman-teman menjadi daya tarik untuk berangkat ke sekolah. Beragam tingkah polah mereka merupakan kenangan yang tak mungkin kembali. Sampai sekarang kontak dengan teman-teman pun tetap terjalin. 


Kalau kelas online? Habis jadwal kelas langsung bubar. Jarang ada yang terus berkomunikasi di dunia nyata, kecuali jika berasal dari komunitas. Nah, kalau dari komunitas biasanya tetap saling kontak mengingat ada kesamaan visi dan misi. 


Peserta Kurang Interaksi dengan Pengajar 

Selain berteman, dalam kelas online peserta sulit berdiskusi dengan pengajar.  Jika di kelas offline peserta bisa berkomunikasi dan berinteraksi langsung dengan mentornya, maka hal ini sangat terbatas pada kelas online. Komunikasi cuma bisa melalui layar gadget. Jadi, jika peserta ingin hasil kerjanya dikoreksi, hanya bisa di-screen shoot atau mengirimkan file. 


Kalau di kelas offline, pengajar bebas mengkoreksi bahkan mencorat-coret pekerjaan siswanya. Sambil mengoreksi,  pengajar bisa memberitahu kekurangan dan kelebihan hasil kerja peserta. Jika konsultasi langsung, umumnya diskusi lebih lancar dan peserta pun puas dengan koreksi dan saran pembimbing. 




Admin Grup yang Kurang Profesional 

Ini kejadian awal sekali pas saya memulai nge-blog. Jadi ceritanya, saya mendaftar kelas online berbayar. Penyelenggaranya pun sudah punya nama dalam bidang literasi. Nama boleh kondang, tapi adminnya kurang bertanggung-jawab sehingga peserta diabaikan. 


Rencananya, kelas diadakan selama sebulan setiap Selasa Kamis melalui WA grup. Namun pada hari yang ditentukan, adminnya sering menghilang tanpa pesan. Berulang kali di-chat peserta, tiada jawaban. Di grup pun tak ada kabar beritanya. 


Dia baru muncul beberapa hari kemudian dengan seribu satu alasan. Materi pembelajaran memang tetap diberikan, tapi ketidakdisiplinannya pun tidak berubah. Alhasil, kelas yang seharusnya selesai sebulan molor sampai dua bulan. Materinya apa saja, saya pun lupa karena sudah kesal duluan melihat ulahnya. 


Cuma, dari sekian banyak kelas online yang saya ikuti, hanya kelas ini yang memang kurang terkoordinir. Kelas-kelas yang lain adminnya lebih bertanggung-jawab. Kalaupun ada penundaan kelas, pasti ada pemberitahuan dari admin kelas, sehingga peserta tidak bertanya-tanya. 




Kelas Online, Alternatif Menambah Ilmu Pasca Pandemi

Walaupun sedang tren, tidak semua orang tertarik dengan kelas online. Saya pernah kenal orang yang tidak mau menggunakan zoom. Baginya, lebih baik bertelepon daripada zoom-zooman. Kalau zoom saja menolak, apalagi kelas online. Iya, kan? 


Pendapat dan selera setiap orang boleh berbeda. Kita tidak bisa menganggap semua punya selera yang sama. Namun bagi saya, kelas online tetap jadi pilihan untuk menambah ilmu di era digital, walaupun pandemi sudah berakhir. Tentunya, selain ilmu tutorial dari Youtube atau medsos lain. 


Saran saya, teliti memilih kelas online yang berkualitas dengan pengajar yang kompeten di bidangnya. Untuk mengerahui kualitas pengajarnya, teliti medsos, portfolio calon pengajar, atau bertanya pada orang yang mengirim postingan. Kelas online biasanya tersebar dari grup atau medsos, jadi tidak ada salahnya bertanya terlebih dahulu. 


Seperti teknologi, ilmu terus melejit seperti cahaya. Jika tidak segera mengantisipasi, maka kita akan ketinggalan kereta. Menambah ilmu dan wawasan secara online menjadi alternatif tepat untuk mengikuti perkembangan pengetahuan. Ayo, manfaatkan kelas online agar kita menjadi pribadi terdepan di era yang semakin kompetitif. 


Referensi gambar :
Pixabay dan Pexel.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prioritaskan Kesehatan Mata Sebagai Investasi Seumur Hidup

Kaca mata identik dengan orang tua dan kakek nenek lansia. Penglihatan yang mulai mengabur karena faktor usia ataupun penyakit, membuat para warga senior banyak yang bermata empat. Namun, apa jadinya kalau anak-anak sudah menggunakan kaca mata? Berkaca mata sejak usia 12 tahun, saya paham bagaimana risihnya dulu pertama kali memakai benda bening berbingkai ini. Saat masuk ke kelas, ada beragam tatapan dari teman-teman, mulai dari yang bingung, merasa kasihan, sampai yang meledek.  "Ih, seperti Betet!" Begitu gurauan seorang anak diiringi senyum geli. Hah, Betet? Sejak kapan ada burung Betet yang memakai kaca mata.  Cerita beginian cuma ada di kisah dongeng. Terlalu berlebihan. Candaannya diabaikan saja Waktu itu,  bukan perkara mudah menjadi penderita rabun jauh atau miopia. Apalagi di sekolah saya tidak banyak anak yang memakai kaca mata. Kalau kita beda sendiri, jadi kelihatan aneh.  Padahal, siapa juga yang mau terkena rabun jauh? Walaupun risih, keluhan mata tidak boleh

Konservasi Hutan untuk Ekonomi Hijau bersama APRIL Group

Gerakan ekonomi hijau atau Green Ekonomy mulai disosialisaikan oleh United Nation Environment Program (UNEP) pada tahun 2008. Konsep ini menitikberatkan pada kegiatan ekonomi untuk kemajuan negara, dengan memperoleh keuntungan bersama antara produsen dan konsumen, tanpa merusak lingkungan. Salah satu lingkungan yang dipantau adalah hutan. Sebagai salah satu pabrik pulp dan kertas terbesar di dunia,  pengalaman APRIL Group , melalui anak perusahaannya PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Pangkalan Kerinci, Riau, Indonesia, dapat menjadi referensi untuk pelestarian lingkungan. Perusahaan tetap konsisten mengelola pabrik, tanpa mengabaikan alam, bahkan  melalui program APRIL2030 , ikut meningkatkan  kesejahtearaan masyarakat  dan turut mengurangi emisi karbon . Yuk, kita simak aktivitas ekonomi hijau bersama perusahaan ini. Ekonomi Hijau untuk Menjaga Keanekaragaman Hayati  Sumber : Pixabay  Konservasi Hutan untuk Mencegah Deforestasi Setiap tahun, perusahaan mampu memproduksi 2,8 jut

Ketika Konten Blog Menggeser Sistem Marketing Jadul

Dahulu kala ketika internet belum semasif sekarang, rumah sering didatangi Mbak-mbak atau Mas-mas  berpenampilan menarik. Dengan senyum menawan, mereka mengulurkan tangan menawarkan produk dari perusahaannya. "Maaf, mengganggu sebentar. Mari lihat dulu sampel produk kami dari perusahaan XYZ." Begitu mereka biasanya memperkenalkan diri. Mayoritas pemilik rumah langsung menggeleng sambil meneruskan aktivitasnya. Sebagian lagi acuh sembari mengalihkan perhatian. Ada juga yang masuk ke rumah dan menutup pintu. Respon para salesman tersebut pun beragam. Beberapa orang dengan sopan berlalu dari rumah, tapi ada pula yang gigih terus mendesak calon konsumen.  Walaupun upayanya nihil karena tetap dicuekin. Saat dulu masih kanak-kanak, saya pernah bertanya pada orang tua. Kenapa tidak membeli produk dari mereka? Kasihan sudah berjalan jauh, terpapar sengatan sinar matahari pula. Mereka pun sering diacuhkan orang, bahkan untuk salesgirl beresiko digodain pria iseng. Jawaban orang tua