Rabu, 09 November 2022

Kisah Setangkup Roti Tawar Melintasi Zaman




Sebagai penganan sejuta umat yang universal, roti mudah ditemukan di berbagai gerai makanan. Mulai dari kios-kios hingga supermarket tersedia cemilan lezat ini. Praktis dan tahan basi untuk beberapa hari, kudapan ini sering dibawa sebagai bekal.  Teksturnya tidak mudah hancur selama tidak terjepit benda-benda padat.


"Anak sekarang kalau melihat roti, biasa saja. Berbeda dengan kami dulu. Melihat roti mata kami langsung bulat. Soalnya, jarang-jarang ketemu jenis makanan ini. Kami cuma mampu makan roti sumbu alias singkong." Begitu cerita dari salah seorang guru saya di masa sekolah.


Ibu guru ini berasal dari generasi baby boomers dan pernah melewati kondisi serba terbatas di Indonesia pasca kemerdekaan. Konon, pada masa itu roti pernah menjadi simbol status sosial di masyarakat.  Hanya orang-orang dengan kelas ekonomi tertentu yang sanggup membelinya. Kelas lain cukup cuci mata saja menatap tampilannya yang lembut kecoklatan.


Ah, ibu guru terlalu berlebihan.  Roti sumbu juga enak, kok.  Asalkan diolah oleh tangan yang pas, sajian menggiurkan dari singkong langsung terhidang di meja.  Mulai dari getuk, gorengan, tape, donat, bolu, pukis, semua siap sedia. Nggak ada yang rumit di tangan seorang ahli.


Atau mungkin maksud si ibu, mengolah singkong dulu agak susah. Tepung dan minyak goreng sulit ditemukan. Apalagi oven atau kukusan yang digunakan untuk memasak. Berarti solusinya singkong harus direbus.  Kemudian, jadilah roti sumbu putih bersih dengan tali yang menjulur saat disantap. Yummy.


Yuk, kembali ke roti.


Situasi di atas berbeda dengan sekarang ketika penjual roti bertebaran di berbagai lokasi. Memilihnya pun bebas,  tergantung isi kantong calon pembeli. Ada harga, ada rupa. Sediakan uang, roti terhidang.  Bervariasi bentuk, isi, tekstur, sudah tersedia di etalase. Penampilannya memanjakan mata sekaligus menggugah selera. Kreasi-kreasi baru selalu muncul untuk pelanggan.



Namun, ada satu jenis roti yang tak luntur tergilas waktu, yaitu roti tawar.


Roti Tawar, di antara Cemilan dan Sarapan

Roti berbentuk bujur sangkar ini identik dengan tampilannya yang putih, lembut, dan pipih.  Pinggirannya kecoklatan dengan tekstur keras. Ketika dikunyah, rasa tawar menyesap dalam mulut dan cepat mengenyangkan perut. Kerap digunakan sebagai sarapan karena roti ini praktis disantap di pagi hari yang sibuk.


Walaupun praktis, tapi belum tentu cocok pada semua orang.


Dulu, Ibu saya sering menyediakan nasi dan lauk untuk sarapan sebelum sekolah.  Nasi putih mengepul menjadi santapan wajib pagi hari. Dengan menyantap bulir-bulirnya, lambung lumayan penuh selama pelajaran hingga waktu istirahat pertama. Sarapan pukul enam tahan menyangga perut sampai sekitar pukul sepuluh pagi. 


Hingga suatu hari saya punya pilihan sendiri selain nasi.


Gara-gara mendengar cerita teman yang selalu sarapan dengan roti, saya pun ingin ikut sarapan dengan makanan yang sama.  Penasaran, gimana rasanya sarapan roti pagi hari.  Istilahnya, nggak mau ketingglan tren. Pada masa itu ternyata roti tawar pun bisa menjadi tren.


Esok hari, sengaja saya memilih tak menyantap nasi, tapi cukup setangkup roti tawar supaya sama dengan kawan-kawan. Memang sarapan jadi cepat dan praktis nggak pakai ribet. Hemat waktu lagi, plus hati senang karena bisa cepat berangkat sekolah.


Akan tetapi, kesenangan cuma bertahan sebentar. Sarapan roti tawar sama sekali tidak menolong selama di sekolah. Saya kelaparan selama jam pelajaran awal.


Pencernaan setiap individu punya daya tahan berbeda. Oke untuk orang lain, belum tentu pas untuk saya.  




Sarapan roti jam enam pagi membuat lambung mulai keroncongan sekitar jam delapan. Konsentrasi pada pelajaran yang dipaparkan guru langsung buyar akibat sejengkal perut yang menuntut perhatian. Pikiran sudah melayang pada berbagai jenis cemilan di kantin. Menyesal juga tadi menolak sepiring nasi hangat. 


Belajar dengan perasaan keroncongan benar-benar menyiksa. Walaupun letaknya berjauhan, ternyata perut punya kontak langsung ke otak yang mempengaruhi kinerja belajar. 


Saya kapok sarapan dengan roti. Walaupun  langsung mengenyangkan ketika disantap, tapi roti membuat kita lekas lapar.  Mungkin orang lain cocok sarapan roti, tapi tidak untuk saya. Sejak saat itu, nasi tetap teman terbaik di pagi hari. 


Mungkin roti tawar lebih pas untuk cemilan. Menunggu jam makan utama bolehlah mengganjal perut dulu dengan cemilan ini. Namun, menyantapnya bukan tanpa syarat. Tanpa isi, menikmati roti seperti makan gorengan tanpa sambal. 


Apa saja yang cocok untuk isi roti tawar? Umumnya orang membubuhkan mentega, berbagai jenis selai buah-buahan, hingga butiran coklat sebagai pelengkap rasa tawar.


Bukan cuma mentega atau coklat, di daerah saya roti tawar diisi dengan sarikaya.  Tahukan sarikaya?  Sejenis selai, tapi bukan terbuat dari buah srikaya. Jadi, jangan salah.  Selai srikaya bukan diolah dari buah-buahan, seperti selai strawberry. Dulu saya juga berpikir demikian.  Ternyata beda.  


Selai sarikaya diolah dari campuran tepung, santan, telur, dan gula. Warnanya agak keemasan, manis dan bisa disantap tanpa roti asalkan jangan berlebihan. Terlalu banyak pemanis bukan orangnya yang jadi manis, tapi kadar darah semakin manis.  


Buah srikaya juga berasa manis, tapi lebih sering dijadikan jus. Bentuknya kehijauan dengan kulit seperti bersisik. Belum pernah ada srikaya yang diolah jadi bahan tambahan roti. Buahnya memang bisa dimakan, tapi bukan untuk campuran roti.






Selain aneka selai, ada satu lagi isian roti tawar yang juga hits, yaitu mentega putih. Permukaan roti dioles dengan mentega putih yang kemudian ditaburi butiran coklat. Lebih nikmat lagi, keju pun ikut ditambahkan sebagai penambah sensasi rasa. Enak sekali. Kalau saya makan yang model begini, porsinya bisa bertambah terus. Lumer di mulut, manis coklat dan asin keju berpadu jadi satu.


Sampai satu hari saya tahu kalau dalam makanan ini gula, lemak, dan kalori ikut berpesta pora. Pelan-pelan saya mengurangi porsinya. Dengan postur tubuh yang kurus, ada yang bilang makanan ini cocok untuk saya. Roti isi pas untuk menggemukkan badan. 


Cuma, nggak usahlah sering-sering menyantapnya. Efek samping makanan olahan baru ketahuan nanti. Hari ini melahap tanpa henti, belakangan hari baru menyesal. Karena waktu tak bisa diputar, maka dari sekarang belajarlah menahan selera untuk makan berlebihan.


Roti Tawar Dulu dan Sekarang

Pernah nggak dulu berkunjung ke rumah orang sambil membawa roti tawar mentega atau selai? Saat itu, oleh-oleh demikian sudah pas dibawa bertamu. Nggak malu-maluin.  Tapi, kalau sekarang?


"Ih, masa cuma bawa roti tawar.  Apa nggak ada yang lain? Pelit amat." Begitu komentar yang orang-orang terdekat jika melihat suguhan roti tawar dibawa sebagai oleh-oleh.


Ya, nggak heranlah. Sekarang di toko-toko kue bermunculan beragam jenis roti dengan tampilan memikat. Ada yang  bundar, segitiga, hingga berbentuk panda tersedia di etalase. Rasanya pun beragam dengan isi yang juga variatif, seperti coklat, blueberry, kismis dan sejenisnya.


Roti tawar sudah jarang dibawa sebagai oleh-oleh. Mungkin karena terkesan jadoel. Walaupun demikian, penganan ini tetap tersedia di rak-rak toko.  Fungsinya sebagai sarapan atau cemilan tak lekang oleh waktu, meskipun digempur berbagai jenis roti baru. Tetap ada peminat yang mencari makanan yang sudah melegenda tersebut.




Roti tawar bertahan dengan bentuknya yang seperti balok kayu, tapi  berinovasi dengan variasi isi. Bosan dengan rasanya yang tawar, ada beragam botol unik berisi selai, coklat, hingga bungkusan keju pipih, yang cocok sebagai pasangan makanan ini. Kalau sudah demikian, sulit menolak pesona roti tawar.


Referensi gambar :
Canva



Maksimalkan Manfaat Gaming untuk Lansia Bersama ROG Phone 8

    "Wah, Nenek masih mahir ikut gaming."     Kalimat ini akan terucap dari seorang cucu yang menyaksikan Neneknya mahir mengutak-...