Langsung ke konten utama

Kisah Setangkup Roti Tawar Melintasi Zaman




Sebagai penganan sejuta umat yang universal, roti mudah ditemukan di berbagai gerai makanan. Mulai dari kios-kios hingga supermarket tersedia cemilan lezat ini. Praktis dan tahan basi untuk beberapa hari, kudapan ini sering dibawa sebagai bekal.  Teksturnya tidak mudah hancur selama tidak terjepit benda-benda padat.


"Anak sekarang kalau melihat roti, biasa saja. Berbeda dengan kami dulu. Melihat roti mata kami langsung bulat. Soalnya, jarang-jarang ketemu jenis makanan ini. Kami cuma mampu makan roti sumbu alias singkong." Begitu cerita dari salah seorang guru saya di masa sekolah.


Ibu guru ini berasal dari generasi baby boomers dan pernah melewati kondisi serba terbatas di Indonesia pasca kemerdekaan. Konon, pada masa itu roti pernah menjadi simbol status sosial di masyarakat.  Hanya orang-orang dengan kelas ekonomi tertentu yang sanggup membelinya. Kelas lain cukup cuci mata saja menatap tampilannya yang lembut kecoklatan.


Ah, ibu guru terlalu berlebihan.  Roti sumbu juga enak, kok.  Asalkan diolah oleh tangan yang pas, sajian menggiurkan dari singkong langsung terhidang di meja.  Mulai dari getuk, gorengan, tape, donat, bolu, pukis, semua siap sedia. Nggak ada yang rumit di tangan seorang ahli.


Atau mungkin maksud si ibu, mengolah singkong dulu agak susah. Tepung dan minyak goreng sulit ditemukan. Apalagi oven atau kukusan yang digunakan untuk memasak. Berarti solusinya singkong harus direbus.  Kemudian, jadilah roti sumbu putih bersih dengan tali yang menjulur saat disantap. Yummy.


Yuk, kembali ke roti.


Situasi di atas berbeda dengan sekarang ketika penjual roti bertebaran di berbagai lokasi. Memilihnya pun bebas,  tergantung isi kantong calon pembeli. Ada harga, ada rupa. Sediakan uang, roti terhidang.  Bervariasi bentuk, isi, tekstur, sudah tersedia di etalase. Penampilannya memanjakan mata sekaligus menggugah selera. Kreasi-kreasi baru selalu muncul untuk pelanggan.



Namun, ada satu jenis roti yang tak luntur tergilas waktu, yaitu roti tawar.


Roti Tawar, di antara Cemilan dan Sarapan

Roti berbentuk bujur sangkar ini identik dengan tampilannya yang putih, lembut, dan pipih.  Pinggirannya kecoklatan dengan tekstur keras. Ketika dikunyah, rasa tawar menyesap dalam mulut dan cepat mengenyangkan perut. Kerap digunakan sebagai sarapan karena roti ini praktis disantap di pagi hari yang sibuk.


Walaupun praktis, tapi belum tentu cocok pada semua orang.


Dulu, Ibu saya sering menyediakan nasi dan lauk untuk sarapan sebelum sekolah.  Nasi putih mengepul menjadi santapan wajib pagi hari. Dengan menyantap bulir-bulirnya, lambung lumayan penuh selama pelajaran hingga waktu istirahat pertama. Sarapan pukul enam tahan menyangga perut sampai sekitar pukul sepuluh pagi. 


Hingga suatu hari saya punya pilihan sendiri selain nasi.


Gara-gara mendengar cerita teman yang selalu sarapan dengan roti, saya pun ingin ikut sarapan dengan makanan yang sama.  Penasaran, gimana rasanya sarapan roti pagi hari.  Istilahnya, nggak mau ketingglan tren. Pada masa itu ternyata roti tawar pun bisa menjadi tren.


Esok hari, sengaja saya memilih tak menyantap nasi, tapi cukup setangkup roti tawar supaya sama dengan kawan-kawan. Memang sarapan jadi cepat dan praktis nggak pakai ribet. Hemat waktu lagi, plus hati senang karena bisa cepat berangkat sekolah.


Akan tetapi, kesenangan cuma bertahan sebentar. Sarapan roti tawar sama sekali tidak menolong selama di sekolah. Saya kelaparan selama jam pelajaran awal.


Pencernaan setiap individu punya daya tahan berbeda. Oke untuk orang lain, belum tentu pas untuk saya.  




Sarapan roti jam enam pagi membuat lambung mulai keroncongan sekitar jam delapan. Konsentrasi pada pelajaran yang dipaparkan guru langsung buyar akibat sejengkal perut yang menuntut perhatian. Pikiran sudah melayang pada berbagai jenis cemilan di kantin. Menyesal juga tadi menolak sepiring nasi hangat. 


Belajar dengan perasaan keroncongan benar-benar menyiksa. Walaupun letaknya berjauhan, ternyata perut punya kontak langsung ke otak yang mempengaruhi kinerja belajar. 


Saya kapok sarapan dengan roti. Walaupun  langsung mengenyangkan ketika disantap, tapi roti membuat kita lekas lapar.  Mungkin orang lain cocok sarapan roti, tapi tidak untuk saya. Sejak saat itu, nasi tetap teman terbaik di pagi hari. 


Mungkin roti tawar lebih pas untuk cemilan. Menunggu jam makan utama bolehlah mengganjal perut dulu dengan cemilan ini. Namun, menyantapnya bukan tanpa syarat. Tanpa isi, menikmati roti seperti makan gorengan tanpa sambal. 


Apa saja yang cocok untuk isi roti tawar? Umumnya orang membubuhkan mentega, berbagai jenis selai buah-buahan, hingga butiran coklat sebagai pelengkap rasa tawar.


Bukan cuma mentega atau coklat, di daerah saya roti tawar diisi dengan sarikaya.  Tahukan sarikaya?  Sejenis selai, tapi bukan terbuat dari buah srikaya. Jadi, jangan salah.  Selai srikaya bukan diolah dari buah-buahan, seperti selai strawberry. Dulu saya juga berpikir demikian.  Ternyata beda.  


Selai sarikaya diolah dari campuran tepung, santan, telur, dan gula. Warnanya agak keemasan, manis dan bisa disantap tanpa roti asalkan jangan berlebihan. Terlalu banyak pemanis bukan orangnya yang jadi manis, tapi kadar darah semakin manis.  


Buah srikaya juga berasa manis, tapi lebih sering dijadikan jus. Bentuknya kehijauan dengan kulit seperti bersisik. Belum pernah ada srikaya yang diolah jadi bahan tambahan roti. Buahnya memang bisa dimakan, tapi bukan untuk campuran roti.






Selain aneka selai, ada satu lagi isian roti tawar yang juga hits, yaitu mentega putih. Permukaan roti dioles dengan mentega putih yang kemudian ditaburi butiran coklat. Lebih nikmat lagi, keju pun ikut ditambahkan sebagai penambah sensasi rasa. Enak sekali. Kalau saya makan yang model begini, porsinya bisa bertambah terus. Lumer di mulut, manis coklat dan asin keju berpadu jadi satu.


Sampai satu hari saya tahu kalau dalam makanan ini gula, lemak, dan kalori ikut berpesta pora. Pelan-pelan saya mengurangi porsinya. Dengan postur tubuh yang kurus, ada yang bilang makanan ini cocok untuk saya. Roti isi pas untuk menggemukkan badan. 


Cuma, nggak usahlah sering-sering menyantapnya. Efek samping makanan olahan baru ketahuan nanti. Hari ini melahap tanpa henti, belakangan hari baru menyesal. Karena waktu tak bisa diputar, maka dari sekarang belajarlah menahan selera untuk makan berlebihan.


Roti Tawar Dulu dan Sekarang

Pernah nggak dulu berkunjung ke rumah orang sambil membawa roti tawar mentega atau selai? Saat itu, oleh-oleh demikian sudah pas dibawa bertamu. Nggak malu-maluin.  Tapi, kalau sekarang?


"Ih, masa cuma bawa roti tawar.  Apa nggak ada yang lain? Pelit amat." Begitu komentar yang orang-orang terdekat jika melihat suguhan roti tawar dibawa sebagai oleh-oleh.


Ya, nggak heranlah. Sekarang di toko-toko kue bermunculan beragam jenis roti dengan tampilan memikat. Ada yang  bundar, segitiga, hingga berbentuk panda tersedia di etalase. Rasanya pun beragam dengan isi yang juga variatif, seperti coklat, blueberry, kismis dan sejenisnya.


Roti tawar sudah jarang dibawa sebagai oleh-oleh. Mungkin karena terkesan jadoel. Walaupun demikian, penganan ini tetap tersedia di rak-rak toko.  Fungsinya sebagai sarapan atau cemilan tak lekang oleh waktu, meskipun digempur berbagai jenis roti baru. Tetap ada peminat yang mencari makanan yang sudah melegenda tersebut.




Roti tawar bertahan dengan bentuknya yang seperti balok kayu, tapi  berinovasi dengan variasi isi. Bosan dengan rasanya yang tawar, ada beragam botol unik berisi selai, coklat, hingga bungkusan keju pipih, yang cocok sebagai pasangan makanan ini. Kalau sudah demikian, sulit menolak pesona roti tawar.


Referensi gambar :
Canva



Postingan populer dari blog ini

Prioritaskan Kesehatan Mata Sebagai Investasi Seumur Hidup

Kaca mata identik dengan orang tua dan kakek nenek lansia. Penglihatan yang mulai mengabur karena faktor usia ataupun penyakit, membuat para warga senior banyak yang bermata empat. Namun, apa jadinya kalau anak-anak sudah menggunakan kaca mata? Berkaca mata sejak usia 12 tahun, saya paham bagaimana risihnya dulu pertama kali memakai benda bening berbingkai ini. Saat masuk ke kelas, ada beragam tatapan dari teman-teman, mulai dari yang bingung, merasa kasihan, sampai yang meledek.  "Ih, seperti Betet!" Begitu gurauan seorang anak diiringi senyum geli. Hah, Betet? Sejak kapan ada burung Betet yang memakai kaca mata.  Cerita beginian cuma ada di kisah dongeng. Terlalu berlebihan. Candaannya diabaikan saja Waktu itu,  bukan perkara mudah menjadi penderita rabun jauh atau miopia. Apalagi di sekolah saya tidak banyak anak yang memakai kaca mata. Kalau kita beda sendiri, jadi kelihatan aneh.  Padahal, siapa juga yang mau terkena rabun jauh? Walaupun risih, keluhan mata tidak boleh

Konservasi Hutan untuk Ekonomi Hijau bersama APRIL Group

Gerakan ekonomi hijau atau Green Ekonomy mulai disosialisaikan oleh United Nation Environment Program (UNEP) pada tahun 2008. Konsep ini menitikberatkan pada kegiatan ekonomi untuk kemajuan negara, dengan memperoleh keuntungan bersama antara produsen dan konsumen, tanpa merusak lingkungan. Salah satu lingkungan yang dipantau adalah hutan. Sebagai salah satu pabrik pulp dan kertas terbesar di dunia,  pengalaman APRIL Group , melalui anak perusahaannya PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Pangkalan Kerinci, Riau, Indonesia, dapat menjadi referensi untuk pelestarian lingkungan. Perusahaan tetap konsisten mengelola pabrik, tanpa mengabaikan alam, bahkan  melalui program APRIL2030 , ikut meningkatkan  kesejahtearaan masyarakat  dan turut mengurangi emisi karbon . Yuk, kita simak aktivitas ekonomi hijau bersama perusahaan ini. Ekonomi Hijau untuk Menjaga Keanekaragaman Hayati  Sumber : Pixabay  Konservasi Hutan untuk Mencegah Deforestasi Setiap tahun, perusahaan mampu memproduksi 2,8 jut

Ketika Konten Blog Menggeser Sistem Marketing Jadul

Dahulu kala ketika internet belum semasif sekarang, rumah sering didatangi Mbak-mbak atau Mas-mas  berpenampilan menarik. Dengan senyum menawan, mereka mengulurkan tangan menawarkan produk dari perusahaannya. "Maaf, mengganggu sebentar. Mari lihat dulu sampel produk kami dari perusahaan XYZ." Begitu mereka biasanya memperkenalkan diri. Mayoritas pemilik rumah langsung menggeleng sambil meneruskan aktivitasnya. Sebagian lagi acuh sembari mengalihkan perhatian. Ada juga yang masuk ke rumah dan menutup pintu. Respon para salesman tersebut pun beragam. Beberapa orang dengan sopan berlalu dari rumah, tapi ada pula yang gigih terus mendesak calon konsumen.  Walaupun upayanya nihil karena tetap dicuekin. Saat dulu masih kanak-kanak, saya pernah bertanya pada orang tua. Kenapa tidak membeli produk dari mereka? Kasihan sudah berjalan jauh, terpapar sengatan sinar matahari pula. Mereka pun sering diacuhkan orang, bahkan untuk salesgirl beresiko digodain pria iseng. Jawaban orang tua