Langsung ke konten utama

Serumpun Kisah Anak Bangsa dalam Antologi Beri Aku Cerita yang Tak Biasa


Beri Aku Cerita yang Tak Biasa


Cerpen yang berkisah tentang cinta atau misteri sudah jamak diterbitkan di ranah perbukuan. Dunia memang tidak pernah kehabisan kisah menyentuh ataupun cerita merinding dari kedua genre tersebut.  Dalam rutinitas sehari-haripun kita sering bersentuhan dengan lakon kasih sayang dengan sesama, ataupun tutur legenda yang turun temurun.


Lantas, bagaimana dengan cerita budaya? Setiap hari kita juga tidak lepas dari pengaruh adat dan budaya. Tata cara kita berperilaku, bersosialisasi, hingga menyediakan makanan dan berbusana, turut dipengaruhi oleh adat-istiadat yang diajarkan turun-temurun oleh keluarga masing-masing. Namun, sekarang tradisi tersebut mulai terkikis akibat gelombang arus globalisasi yang sulit terbendung.


Mengingat sudah terjadi pergeseran tradisi, sepertinya menarik juga kalau ada cerpen yang bertema budaya. Tema yang jarang diangkat ke ranah publik ini, atas inisiatif komunitas Ibu-ibu Doyan Nulis (IIDN) diaplikasikan menjadi tulisan menarik dan unik, dalam satu buku. Kisah-kisah yang ditulis anggota IIDN dikemas dalam antologi budaya yang sudah diterbitkan untuk masyarakat.


Senin 22 Agustus 2022 menjadi hari yang bersejarah untuk komunitas IIDN. Berlokasi di Jakarta, pada hari ini diluncurkan buku antologi bertemakan budaya Beri Aku Cerita yang Tak BiasaSesuai dengan judulnya, buku ini berjalur anti mainstream, yaitu mengulas beragam budaya bangsa dan menuangkannya dalam bentuk cerpen.


Peluncuran buku Beri Aku Cerita yang Tak Biasa

(Sumber : https://www.ibuibudoyannulis.com)


Diawali dengan Kelas Cerpen IIDN Writing Academy yang dimentori oleh Kirana Kejora, lahirlah buku antologi cerpen dengan tema pelestarian adat istiadat.  Buku Beri Aku Cerita yang Tak Biasa ditulis keroyokan oleh 28 alumni Kelas Cerpen IIDN Writing Academy yang kemudian bergabung dalam Pasukan Elang Biru - Elang Nuswantara. Bersama mereka menuangkan berbagai kisah budaya bangsa yang diulas dengan lugas dan unik.


Jarang ada kumcer bertema adat, mengingat genre ini kalah populer dengan genre lain, seperti romantis atau horor. Perhatikan saja dari jenis-jenis buku yang terpajang di etalase toko buku online atau offline. Bandingkan juga dengan novel-novel yang disadurkan ke film, kisah budaya sering terpinggirkan karena dianggap membosankan.


Padahal, tema apapun bisa dijadikan menarik jika dikemas dengan tulisan unik. Pemilihan diksi serta sudut pandang berbeda dari penulisnya, mampu menampilkan sisi kreatif yang berbeda dengan tulisan yang telah banyak beredar. Beragam budaya bangsa adalah sumber mata air yang tak pernah mengering untuk ide dan kreativitas.


Penerbitan antologi ini adalah kesempatan untuk memperkenalkan budaya nusantara pada khalayak, dan siapa tahu mampu menginspirasi penulis lain untuk ikut mengangkat tema yang sama. Dalam berupaya memperkenalkan dan melestarikan budaya bangsa, tiada persaingan antara penulis. Kolaborasi adalah cara agar tujuan pelestarian dapat direalisasikan.


Webinar Menerbangkan Adikarya Nuswantara dalam Bingkai Cerita yang Tak Biasa

Setelah sukses peluncuran buku pada Agustus lalu, Elang Biru kembali mengepakkan sayapnya menyebarkan pesan budaya. Pada Jumat 7 Oktober 2022, melalui webinar bertajuk Menerbangkan Adikarya Nuswantara dalam Bingkai Cerita yang Tak Biasa, Elang Biru kembali menyampaikan pesan pelestarian tradisi. 


Melalui webinar ini, kedua narasumber, yaitu Ibu Widyanti Yuliandari, ketua umum IIDN, dan Ibu Kirana Kejora, seorang penulis, kembali mengajak peserta untuk ikut melestarikan budaya bangsa melalui tulisan bermakna dan mudah diserap oleh pembaca.


 Widyanti Yuliandari sebagai narasumber webinar

(Sumber : SS webinar)


Di tengah gempuran drakor dan film-film Hollywood, menjaga tradisi adalah tanggung jawab kita bersama. Isu ini sudah lama menjadi perbincangan hangat, mengingat gempuran globalisasi semakin sulit dibendung. Bukan hanya sekarang, generasi 90-an mungkin masih mengingat telenovela di masa kejayaannya.  Hampir semua media cetak dan elektronik memuat cerita telenovela. Sejak dulu, budaya luar begitu mudah menerobos semua lapisan masyarakat.


Langkah kecil perlu dimulai untuk memperkenalkan dan menjaga kelestarian budaya nusantara, agar tidak tergerus ditelan zaman. Usaha tersebut bisa dimulai dari langkah sederhana, yaitu ikut berkolaborasi dalam penulisan buku antologi. Melalui tulisan fiksi atau cerpen, perkenalkan tradisi kita pada masyarakat.


Webinar pada Jumat malam tersebut, dijelaskan jika cerpen bisa menjadi media penyampai pesan pada khalayak. Upaya yang tidak biasa, tapi menarik dan perlu diterapkan, karena cerpen menggunakan bahasa ringan serta mudah diterima oleh berbagai lapisan masyarakat. Namun, walaupun ringan, bukan berarti cerpen adalah karya seni remeh-temeh dan dipandang sebelah mata.


Uraian tersebut disampaikan oleh Ibu Widyanti Yuliandari, sebagai ketua umum IIDN, yang menjadi salah satu pembicara pada webinar ini. Berlatar belakang teknologi lingkungan dan sering berkutat dengan ilmu pasti serta non fiksi, Mbak Wid, demikian panggilan akrab beliau, mengatakan kalau fiksi cerpen bukan tulisan yang mudah diaplikasikan. Cerpen membutuhkan pelatihan dan keterampilan dalam menuturkan untaian kalimat-kalimat menjadi cerita menarik.


Sebagai salah satu kontributor dalam antologi ini, Mbak Wid ikut menulis cerpen berjudul Dari Taneyan Lanjhang Menuju Wageningen. Cerita yang berlatar budaya Madura ini berkisah tentang perjuangan seorang gadis mengejar cita-citanya, yang disisipi dengan romantisme khas orang muda.  Dalam webinar, Mbak Wid sekilas bercerita tentang proses yang membutuhkan upaya untuk menyelesaikan cerpen tersebut.


Dari pengalamannya menulis cerita fiksi, Mbak Wid menolak mitos-mitos yang sering beredar tentang karya seni cerpen. Menurut beliau yang bertahun-tahun berkutat dengan tulisan nonfiksi, cerpen bukan hanya mengandalkan imajinasi semata. Cerpen juga membutuhkan riset dan kemampuan mumpuni untuk mengolah ide menjadi cerita menarik. Cerpen adalah karya seni yang membutuhkan ketekunan untuk menghasilkan tulisan terbaik.


Beberapa kontributor dalam buku ini juga bukan berasal dari lingkungan cerpenis. Sebagian adalah blogger yang lebih fokus pada artikel nonfiksi. Bagi mereka, menulis cerpen dalam antologi menjadi pengalaman baru dan menarik karena berani keluar dari zona nyaman.


Untuk membimbing para kontributor tersebut, maka proses penulisan buku ini dimentori oleh Ibu Kirana Kejora yang telah menulis banyak cerpen, novel, hingga skenario film. Sebagai narasumber kedua dalam webinar ini, Ibu Kejora gigih menyampaikan pesan untuk terus menjaga kelestarian budaya melalui karya seni tulisan.


Kirana Kejora

(Sumber : SS webinar)

Ibu Kirana mengatakan kalau cerpen adalah media tepat untuk memaparkan budaya bangsa. Ditengah arus globalisasi, tulisan bisa menjadi sarana yang berperan menjaga adat-istiadat, karena masih banyak anak bangsa yang mencintai literasi. Di tangan mereka terletak kunci pelestarian budaya pada generasi berikutnya.


Selain literasi, menurut beliau, untuk menjaga kelestarian budaya bangsa, wanita adalah ujung tombak pembawa pesan kepada publik. Wanita sebagai Ibu mendidik generasi muda untuk meneruskan warisan tradisi bangsa. Wanita yang bersosialisasi dengan masyarakat, mampu menyampaikan kisah tentang keberagaman Indonesia. 


Buku ini adalah bukti dari upaya kegigihan wanita untuk menjaga warisan leluhur. Tulisan para wanita Pasukan Elang Biru dalam antologi, boleh menjadi teladan bagi pembaca untuk ikut menyebarkan  pelestarian budaya melalui cerpen.


Cerpen bukan karya seni yang prosesnya bisa dipandang sebelah mata. Cerpen membutuhkan alur, penokohan karakter, plot, serta sudut pandang memikat. Cerpen mengajak pembaca untuk mengillustrasikan untaian kata-kata indah dalam tulisan, menjadi gambar dalam benak masing-masing. Cerpen yang sukses akan meninggalkan kesan dan pesan yang mendalam. 

  

Seperti salah satu cerpen dalam buku ini yang mengangkat cerita adat pernikahan Bugis, yaitu prosesi Mappasikarawa, ditulis oleh Ibu Rahmi Azis. Dalam penuturannya selama webinar, Ibu Rahmi berkisah tentang tradisi leluhur yang masih dipegang teguh hingga sekarang. Pesan dari prosesi ini  amat krusial, yaitu menekankan kejujuran sebagai karakter penting dalam membangun pondasi pernikahan yang kokoh. 


Cerita di atas dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat kita yang masih menjunjung tinggi adat-istiadat pernikahan. Selain kelekatan dengan tradisi, cerpen yang dituturkan oleh Ibu Rahmi bukan hanya memperkenalkan prosesi Mappasikarawa pada generasi muda Bugis. Cerpen ini menarik bagi pembaca yang datang dari seluruh tanah air yang belum mengenal istilah tersebut. 


Budaya Bangsa

(Sumber : SS Webinar)


Selain membahas materi dari antologi Beri Aku Cerita yang Tak Biasa, webinar ini juga membuat acara seru-seruan dengan kuis berhadiah bagi-bagi  buku.  Satu peserta penanya pertama serta beberapa orang yang bisa menjawab pertanyaan yang diajukan moderator, berhak mendapatkan 1 eksemplar buku gratis ongkir.  Selamat ya!


Bagi yang berminat memesan buku antologi IIDN, bisa langsung DM ke IG @ibuibudoyannulis.


Untuk yang ingin melihat tuntas tayangan webinar ini, bisa klik video berikut.




Pesan dari Elang Nuswantara

Elang Nuswantara telah menyampaikan pesan pelestarian budaya melalui antologi Beri Aku Cinta yang Tak Biasa.  Jika bukan kita, siapa lagi yang akan meneruskan pelestarian warisan leluhur?


Banyak upaya yang bisa dilakukan untuk ikut melestarikan budaya bangsa.  Selain tulisan, ada beragam upaya menyampaikan pesan agar kita tetap menjunjung tinggi tradisi. Bagi yang mahir menggambar, boleh mempublikasikan poster-poster yang mengedukasi awam agar ikut menghargai adat-istiadat bangsa.


Begitu juga yang yang jagoan membuat video, bisa menyebarkan visual edukasi agar khalayak tetap peduli dan turut menjaga kelestarian budaya nusantara. Jadikanlah kreativitas, konsistensi, dan berkesinambungan sebagai kunci menyampaikan pesan yang menghibur sekaligus mengedukasi, seperti kisah-kisah cerpen yang menginspirasi dalam antologi Beri Aku Cerita yang Tak Biasa.

Postingan populer dari blog ini

Prioritaskan Kesehatan Mata Sebagai Investasi Seumur Hidup

Kaca mata identik dengan orang tua dan kakek nenek lansia. Penglihatan yang mulai mengabur karena faktor usia ataupun penyakit, membuat para warga senior banyak yang bermata empat. Namun, apa jadinya kalau anak-anak sudah menggunakan kaca mata? Berkaca mata sejak usia 12 tahun, saya paham bagaimana risihnya dulu pertama kali memakai benda bening berbingkai ini. Saat masuk ke kelas, ada beragam tatapan dari teman-teman, mulai dari yang bingung, merasa kasihan, sampai yang meledek.  "Ih, seperti Betet!" Begitu gurauan seorang anak diiringi senyum geli. Hah, Betet? Sejak kapan ada burung Betet yang memakai kaca mata.  Cerita beginian cuma ada di kisah dongeng. Terlalu berlebihan. Candaannya diabaikan saja Waktu itu,  bukan perkara mudah menjadi penderita rabun jauh atau miopia. Apalagi di sekolah saya tidak banyak anak yang memakai kaca mata. Kalau kita beda sendiri, jadi kelihatan aneh.  Padahal, siapa juga yang mau terkena rabun jauh? Walaupun risih, keluhan mata tidak boleh

Konservasi Hutan untuk Ekonomi Hijau bersama APRIL Group

Gerakan ekonomi hijau atau Green Ekonomy mulai disosialisaikan oleh United Nation Environment Program (UNEP) pada tahun 2008. Konsep ini menitikberatkan pada kegiatan ekonomi untuk kemajuan negara, dengan memperoleh keuntungan bersama antara produsen dan konsumen, tanpa merusak lingkungan. Salah satu lingkungan yang dipantau adalah hutan. Sebagai salah satu pabrik pulp dan kertas terbesar di dunia,  pengalaman APRIL Group , melalui anak perusahaannya PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Pangkalan Kerinci, Riau, Indonesia, dapat menjadi referensi untuk pelestarian lingkungan. Perusahaan tetap konsisten mengelola pabrik, tanpa mengabaikan alam, bahkan  melalui program APRIL2030 , ikut meningkatkan  kesejahtearaan masyarakat  dan turut mengurangi emisi karbon . Yuk, kita simak aktivitas ekonomi hijau bersama perusahaan ini. Ekonomi Hijau untuk Menjaga Keanekaragaman Hayati  Sumber : Pixabay  Konservasi Hutan untuk Mencegah Deforestasi Setiap tahun, perusahaan mampu memproduksi 2,8 jut

Ketika Konten Blog Menggeser Sistem Marketing Jadul

Dahulu kala ketika internet belum semasif sekarang, rumah sering didatangi Mbak-mbak atau Mas-mas  berpenampilan menarik. Dengan senyum menawan, mereka mengulurkan tangan menawarkan produk dari perusahaannya. "Maaf, mengganggu sebentar. Mari lihat dulu sampel produk kami dari perusahaan XYZ." Begitu mereka biasanya memperkenalkan diri. Mayoritas pemilik rumah langsung menggeleng sambil meneruskan aktivitasnya. Sebagian lagi acuh sembari mengalihkan perhatian. Ada juga yang masuk ke rumah dan menutup pintu. Respon para salesman tersebut pun beragam. Beberapa orang dengan sopan berlalu dari rumah, tapi ada pula yang gigih terus mendesak calon konsumen.  Walaupun upayanya nihil karena tetap dicuekin. Saat dulu masih kanak-kanak, saya pernah bertanya pada orang tua. Kenapa tidak membeli produk dari mereka? Kasihan sudah berjalan jauh, terpapar sengatan sinar matahari pula. Mereka pun sering diacuhkan orang, bahkan untuk salesgirl beresiko digodain pria iseng. Jawaban orang tua