Minggu, 26 Februari 2023

Atasi Depresi untuk Mencegah Demensia pada Lansia



Depresi


Tetap sehat di hari tua merupakan impian banyak orang. Sayangnya, tidak semua memperoleh kesehatan di masa senja. Sebagian lansia menghabiskan hari tua dengan menanggung berbagai penyakit, termasuk demensia atau kepikunan. Meskipun demikian, ada juga yang senantiasa sehat hingga ajal menjemput.


Saat Nenek saya masih ada, beliau termasuk beruntung karena sehat hingga hari tua. Pada usia senja, beliau tetap dikelilingi orang-orang terkasih. Di kampung, Nenek setiap hari ditemani anak dan cucu yang menetap di sana. Setiap hari ada keluarga yang menjenguk dan memantau keadaannya.


Akan tetapi, apakah itu cukup?  Ternyata tidak.


Nenek sering merindukan anak dan cucu yang tinggal di luar kota. Beliau sangat terharu, bahkan sampai menangis, apabila ada sanak saudara dari jauh yang berkunjung. Kedatangan anak cucu yang rutin menjenguk merupakan kegembiraan bagi Nenek.


Hati yang gembira ternyata bukan hanya untuk orang sehat. Dulu saya sering membawa Ibu yang telah memiliki hipertensi, berobat jalan ke rumah sakit. Beliau sudah mulai menunjukkan gejala demensia atau kepikunan, serta perlu perawatan karena tidak mampu lagi mandiri.


Suatu hari saat selesai konsultasi, dokter memberi saran yang penting untuk diingat keluarga pasien.  Menurut dokter, obat-obatan bukan jaminan pasien cepat sembuh. Semangat, hati yang tenang, serta dukungan dari keluargalah yang membuat keadaan pasien menjadi lebih baik.


Saya pun mulai mengajak Ibu mengobrol banyak hal. Topik apa saja, yang penting beliau mau bercerita.  Tutur kata Ibu cukup menyentuh, sesuai dengan kondisinya. Terkadang ceritanya ada yang lurus selaras dengan fakta, tapi kemudian bisa membelok dari kenyataan.


Walaupun demikian, Ibu saya bersemangat jika ada yang mau mendengarkan ceritanya. Kalau ingin bertutur, biasanya beliau akan memanggil saya. Ternyata orang tua senang jika ada yang sering menemaninya. Jadi, bagi yang masih mempunyai kakek nenek atau orang tua lansia, yuk, berikan waktu untuk berkumpul dan bercengkerama dengan mereka.


Hati gembira dan dukungan dari keluarga membuat kesepian lansia langsung luntur. Jika terjadi sebaliknya, mereka merasa diabaikan bahkan dilupakan oleh anak cucu. Kesepian rentan mengakibatkan kesedihan, yang apabila berkepanjangan dapat menyebabkan depresi pada lansia.


Sumber : Canva


Kesedihan bisa menjadi pemicu awal dari depresi, tapi tidak semua kesedihan pasti berakhir dengan depresi. Kesedihan biasa umumnya berlangsung singkat, yaitu selama beberapa hari. Berbeda dengan depresi yang terjadi dalam jangka panjang, yakni lebih dari dua minggu.


Lantas, apa hubungan antara depresi dengan demensia?


Semakin tinggi usia individu menderita depresi berkepanjangan, semakin besar resiko terkena demensia atau kepikunan. Dilansir dari healthline.com, ada studi pada tahun 2020 yang menemukan hubungan antara usia dan demensia.


Jika orang-orang yang berusia antara 45 - 64 tahun  mengalami depresi berkepanjangan, maka resiko demensia pada usia lanjut akan lebih tinggi. Yang cukup mengkhawatirkan, pada usia tersebut lansia tidak mampu mencurahkan masalah atau unek-uneknya. Kesedihan dipendam seorang diri. Akibatnya keluarga tidak bisa mendeteksi depresi, hingga kondisi lansia semakin memburuk.


Walaupun sering terjadi pada umur senja, tapi yang berusia lebih muda bukan berarti aman terhadap resiko depresi.  


Sumber : Canva


Dari sumber yang sama, diketahui kalau orang yang menderita depresi pada usia 20 - 49 tahun tetap beresiko mengalami demensia. Jika depresi tidak ditangani dengan tepat dan berkepanjangan, maka kemungkinan akan terjadi penurunan kognitif pada penderita.  


Penurunan kognitif berdampak terhadap kemampuan otak untuk mengelola pengetahuan, pengalaman, serta informasi. Semakin bertambah usia, individu yang bersangkutan akan mulai bermasalah dalam pengambilan keputusan, hidup bergantung pada perawatan orang lain, dan menunjukkan gejala demensia.


Meskipun demikian, tidak semua depresi akan berakhir pada demensia. Ada yang pernah depresi, tapi kemudian tidak menderita demensia.  Sebaliknya, ada yang terkena demensia dulu, baru belakang hari mengalami depresi.


Walaupun belum akurat, sebaiknya tetaplah waspada dengan depresi.  Beberapa penelitian mengindikasikan tetap ada relasi antara depresi dan demensia.  


Dilansir dari frontiers.org, melalui penelitian berkesinambungan selama 14 tahun, ditemukan kemungkinan dampak depresi pada demensia.  Suatu penelitian yang melibatkan pria sehat berusia 71 - 89 tahun, sebanyak 18,3% responden telah menunjukkan gejala demensia.  Menariknya, mereka semua pernah mengalami depresi.


Dari healthlife.com juga diperoleh informasi tentang korelasi antara depresi dan demensia. Menurut penelitian tahun 2015, sekitar 40% dari penderita depresi beresiko mengalami demensia pada usia lanjut. Jadi, walaupun tidak semua depresi mengakibatkan demensia, tetaplah waspada menjaga kesehatan mental kita sejak muda.


Depresi dan Demensia pada Lansia 

Depresi sering diidentikkan dengan orang muda.  Berbagai masalah sosial seperti pekerjaan, keluarga, hingga hubungan pribadi kerap dianggap sebagai penyebab depresi. Mereka bingung menemukan solusi dari masalahnya dan cenderung menarik diri dari keramaian. 



Bukan hanya orang muda, warga lansia rentan terkena depresi. Kita mungkin berpikir kalau orang lanjut usia sudah lebih matang dan bijaksana menghadapi masalah hidup. Mereka lebih mampu dan berpengalaman mengatasi problematika. Warga senior lebih tangguh menerima goncangan hidup.


Padahal, mereka pun tetap beresiko mengalami depresi.  Adapun penyebab depresi pada lansia, adalah :


# Kesepian
Lansia yang berusia 65 tahun ke atas, umumnya sudah pensiun dan lebih sering tinggal di rumah. Anak-anak dan cucu sudah sibuk dengan kegiatan masing-masing, bahkan jarang menjenguk orang tua atau kakek nenek.


Sendirian membuat mereka kesepian dan terasing.  Perasaan diabaikan dan sudah tidak bermanfaat lagi, bisa menimbulkan kesedihan berkepanjangan.  Kesedihan demikian yang berpotensi menimbulkan depresi.


# Trauma
Kehilangan orang terkasih karena tutup usia atau berpisah mampu menyebabkan trauma pada lansia.  Kesedihan atau kekecewaan menyebabkan individu yang bersangkutan menutup diri dan menyendiri. Mengisolasi dalam kesunyian merupakan salah satu ciri-ciri depresi.


# Sakit penyakit
Lansia yang terbaring sakit dan tergantung pada orang lain lebih rentan terkena depresi. Situasi ini disebabkan mereka sudah tidak bisa lagi beraktivitas normal. Merasa kehilangan harapan dan kontak dengan dunia luar, lansia berasumsi kalau mereka sudah tidak memiliki manfaat untuk masyarakat.


# Stres berkepanjangan
Stres yang tidak dikelola dengan baik berpotensi mengakibatkan depresi.  Masalah-masalah yang belum terselesaikan dapat menimbulkan kecemasan. Sulit tidur menyebabkan tingkat stres semakin tinggi menuju depresi.


Depresi pada lansia beresiko demensia pada masa mendatang Meskipun demikian, demensia tidak terjadi secara mendadak, tapi melalui tahap dan gejala tertentu. Kita patut waspada apabila ada tanda-tanda yang menunjukkan gejala demensia, seperti :


# Kesulitan mengingat
Mereka kesulitan mengingat jangka pendek, termasuk mudah tersesat di lokasi tempat tinggal, bingung di dalam rumah, hingga berulang kali bertanya tentang informasi yang sama. Mereka juga mulai melupakan nama-nama orang terdekat, bahkan anak sendiri.


Sumber : Canva


Berbeda dengan depresi yang walaupun kesulitan mengingat, tapi masih bisa dipulihkan dengan terapi. Setelah penanganan medis dan keadaan mental mulai sembuh, penderita depresi mampu kembali menyerap informasi secara normal.


Sementara orang dengan demensia terus mengalami penurunan kemampuan mengingat. Penderita akan melakukan aktivitas yang berulang karena lupa sudah menyelesaikan sebelumnya.  Mereka bahkan kesulitan mengingat hal-hal yang menjadi rutinitas.


Walaupun diterapi, kemampuan mengingatnya tidak akan kembali pulih. Dampak demensia pun tidak boleh dipandang sebelah mata. Situasi ini bukan hanya mempengaruhi kemampuan memori penderita, tapi juga kesehatan fisik mereka. Kesehatan fisik dan mental akan terus menurun hingga ajal menjemput.


# Menolak bersosialisasi
Penderita demensia enggan bergabung dengan kelompok yang dulu rutin dikunjunginya. Penyebabnya bukan karena dikucilkan, tapi mereka yang menarik diri dari lingkungan. Lansia dengan demensia lebih sering menyendiri. Mereka seperti memiliki dunia sendiri.


#Kesulitan berkomunikasi
Penderita demensia kesulitan memilih kalimat dalam berkomunikasi dengan orang lain. Penderita juga tidak mampu menyampaikan ekspresi atau idenya kepada lawan bicara. Mereka lebih sering diam dan kelihatan bingung. 


# Tidak mampu mengambil keputusan
Mereka tergantung pada orang lain dalam setiap aspek keputusan. Ketidakmampuan menganalisis masalah, mengambil keputusan, serta beraktivitas, membuat mereka terpaksa menggantungkan hidup pada perawatan orang lain. Setiap saat harus ada keluarga atau perawat yang memantau keadaannya.



#Berperilaku agresif
Berbeda dengan karakter sehari-hari, penderita demensia lebih sensitif dan cenderung cepat tersinggung. Hal sederhana saja bisa memancing kegusarannya. Emosi menjadi kurang stabil dan mudah marah.


Keluarga yang tidak mengerti menganggap mereka sedang membuat konflik. Padahal, situasi tersebut mungkin gejala demensia yang patut diwaspadai.  Selain kesehatan fisik, kesehatan mental lansia juga sebaiknya rutin dipantau.


Deteksi awal merupakan upaya untuk mengetahui indikasi demensia pada lansia. Jika ditemukan gejalanya, bisa segera menghubungi paramedis untuk penanganan lebih lanjut.

Sampai sekarang demensia belum bisa disembuhkan.  Obat-obatan dari dokter hanya mampu mencegah komplikasi lebih lanjut pada pasien.  Namun harapan untuk kesembuhan para penderita tetap diupayakan. Penelitian untuk demensia masih terus berlanjut. Mudah-mudahan metode penyembuhan yang tepat segera ditemukan.


Mencegah Demensia 

Menurut data yang dirilis dari WHO Guideline, pada tahun 2015, demensia telah diderita sekitar 50 juta orang di seluruh dunia. Diprediksi jumlahnya akan meningkat pada tahun 2030 menjadi 82 juta. Tahun 2050 diperkirakan ada 152 juta penderita di seluruh dunia.


Lebih lanjut lagi menurut organisasi kesehatan dunia ini, demensia sudah menyasar usia di bawah 65 tahun.  Pada orang-orang berusia 40 -50 tahun, telah ditemukan 9% penderita demensia. Informasi ini bukan untuk menambah kekhawatiran, tapi bisa menjadi kewaspadaan bagi kita. 


Walaupun belum ada obat penawar, tapi demensia masih bisa dicegah.  Ada upaya yang mampu kita lakukan untuk menghalau demensia. Brain Loves Company, begitu menurut ahli demensia David Troxel. Otak manusia harus diajak aktif.  Berdiam diri tanpa aktivitas akan meningkatkan resiko terkena demensia.

 
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengaktifkan otak, yaitu :

  • Bersosialisasi
Hindari mengisolasi diri, tetaplah aktif bersosialisasi dengan teman atau kerabat. Sapa orang-orang terdekat dan mengobrol lah dengan mereka. Luangkan waktu untuk bertemu dengan rekan-rekan.


Sumber : Canva


Ikutilah komunitas di sekitar lingkungan. Walaupun bukan tipe orang yang suka ngobrol panjang lebar, minimal jadilah pendengar cerita.  Toh, selama bukan menggosipkan aib orang lain, acara kumpul bersama bisa menjadi ajang bertukar informasi.

  • Kelola stres untuk mengatasi depresi
Stres yang berkelanjutan dan tidak ditangani dengan baik akan memicu depresi. Kemudian depresi yang berulang dan jangka waktu lama beresiko demensia nanti pada usia lanjut.


Terkadang hidup memang nggak bisa ditebak.  Masalah bisa muncul kapan saja tanpa pemberitahuan.  Syukur kalau kuat mental, jika tidak bakalan jadi problem berkepanjangan. Kalau belum mampu mengelola stres, bantuan profesional mungkin bisa dijadikan solusi.

  • Olahraga dan Pola Hidup Sehat
Sakit penyakit menjadi salah satu faktor penyebab demensia. Kita kendalikanlah kadar kolesterol tinggi, diabetes, serta hipertensi karena dapat memicu stroke yang berpotensi menyebabkan demensia.


Stroke yang menyebabkan stroke dikenal dengan istilah demensia vaskuler. Pola hidup kurang sehat menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Aliran darah yang tersumbat mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah otak. 


Dalam jangka panjang, kerusakan tersebut mengakibatkan penderita mengalami gangguan perilaku. Hal ini mengakibatkan kesulitan berfokus dan kehilangan memori, yang merupakan gejala awal demensia.


Yuk, mulailah menjaga pola hidup sehat dengan rutin berolahraga, serta menjaga konsumsi makanan bergizi untuk tubuh lebih bugar.


Sumber : Canva

  • Aktif mengerjakan hobi.
Menjalankan hobi membuat suasana hati gembira dan menjauhkan kita dari stres.  Jika ada waktu luang, ayo kerjakan hobi yang lama tertunda. Selain untuk kesehatan, siapa tahu bisa menjadi ladang cuan.


Untuk yang hobi menulis, bolehlah membuat blog. Yuk, segera membuat tulisan yang menarik perhatian pembaca. Kalau punya ide tentang kesehatan mental, bisa diikutsertakan pada #DearSenjaBlogCompetition.  Sayang, kan, jika ide hanya sebatas inspirasi tanpa dibaca orang lain.

  • Temukan aktivitas baru
Menemukan kegiatan baru bisa menjadi solusi mencegah demensia. Otak diajak aktif untuk menganalisis dan mempelajari aktivitas baru.  Menggambar, berkebun, memasak, hingga mengisi TTS merupakan upaya tepat agar pikiran tetap aktif dan awet.


Kegiatan baru juga membuat waktu menjadi tidak lagi membosankan.  Ada tantangan untuk keseruan lain. Hidup menjadi lebih berwarna karena kita telah menemukan passion teranyar yang memikat.


Cegah Depresi untuk Kesehatan Mental di  Masa Depan

Bagi yang masih memiliki orang tua atau kakek nenek yang sudah berusia lanjut, yuk, jadwalkan pertemuan dengan mereka. Jika memungkinkan, rutinlah mengunjungi. Kalau jarak menjadi penghalang,  usahakanlah menyediakan waktu berkomunikasi melalui telepon.  


Dari pengalaman saya bersama Nenek dan Ibu dulu, mereka gembira apabila ada yang mau mendengarkan ceritanya. Saya senang saja mendengar beragam kisah-kisah dari mereka. Umumnya, cerita tersebut berisi narasi tentang riwayat masa muda dulu. Kisahnya unik,original, dan tidak tertulis di media lain.


Khusus dengan Nenek, berkomunikasi dengan beliau bukan tanpa hambatan. Nenek tidak bisa berbahasa Indonesia, sementara saya tidak lancar bertutur daerah.  Kalau mau ngobrol sama Nenek harus ada penterjemah.  Kami seperti mengobrol dengan orang dari luar negeri.  Seru walau agak repot.


Nah, untuk kesehatan mental kita sendiri, ayo mulai menjaga kebugaran fisik dan keaktifan otak. Dengan upaya demikian, demensia bisa menyingkir dan kita tidak menjadi beban keluarga atau masyarakat. Jika diberi rezeki umur panjang, kita tetap bisa berkumpul dan bercengkerama dengan anak cucu dalam kondisi sehat.  

Sumber : Canva


Masa depan sulit diprediksikan dengan tepat. Demikian juga dengan kesehatan, termasuk demensia. Tidak ada yang menjamin seseorang  bebas 100% dari demensia. Kepastian cuma milik Yang Kuasa.


Namun, jika sudah mengetahui informasi tentang demensia, tidak ada salahnya jika kita berusaha mengatasi resiko. Berupaya lebih baik dari sekedar menunggu nasib. Tetap menjaga kesehatan fisik dan mental merupakan cara terbaik untuk mencegah demensia.


Ayo, rutin menjaga kebugaran tubuh dan otak untuk kesehatan masa depan.



Referensi :

  • Understanding the Link Between Dementia and Depression

  • WHO Guidelines, Risk Reduction of Cognitive Decline and Dementia,  

  • Perspective on The Complex Links Between Depression and Dementia

  • Gambar diedit oleh Canva

Kamis, 23 Februari 2023

Menjalin Komunikasi Bertetangga Bersama Paket Internet Cepat


Paket Internet Cepat


Hidup bertetangga itu unik. Kalau sudah akrab, kita sering mengobrol tentang topik receh dengan mereka. Pinjam meminjam keperluan rumah, seperti panci dan kuali, sudah biasa. Kedekatannya lebih daripada dengan sepupu, apalagi jika telah saling mengenal selama bertahun-tahun. Namun, kita pun bisa berselisih paham dengan tetangga.

 

Tren sekarang, mayoritas lingkungan bertetangga tidak selalu akrab, terutama di kota-kota besar. Penyebabnya, warga sudah lebih individualis dan sibuk dengan aktivitas masing-masing. Rumah hanya tempat singgah, tetangga cuma orang-orang yang kebetulan tinggal berdekatan. Mereka jarang bertegur sapa, apalagi saling mengenal. Kebanyakan begitu karakter masyarakat saat ini.

 

Akan tetapi, situasinya berlainan dengan tempat pemukiman saya. Meski berlokasi di dalam salah satu kota terbesar di tanah air, perumahan tempat saya tinggal agak berbeda. Walaupun berasal dari berbagai latar belakang, warganya masih menjaga kekerabatan antar tetangga. Di sini, ada sekitar seratus kepala keluarga bermukim dan mayoritas saling mengenal.

 

Komunitas penghuninya terbentuk bukan karena kewajiban dari RT atau RW, tapi gagasan mandiri penghuni perumahan.  Mulai dari pengadaan petugas sekuriti, perkumpulan marga (mayoritas berasal dari suku bermarga), petugas kebersihan, hingga urusan bisnis pun dibentuk bersama dari warga untuk warga.

 

Di sini, Kepling (kepala lingkungan) tidak bergerak sendiri.  Penghuni kompleks proaktif menyampaikan aspirasinya. Melalui grup WA, ada inisiatif untuk mendiskusikan berbagai permasalahan yang muncul di sekitar pemukiman, termasuk tanya jawab. Jika punya keluhan bisa chat di grup. Semua problem dibicarakan bersama untuk ditemukan solusinya.

 

Ada berbagai fasilitas bersama yang dibangun melalui dana gotong-royong. Mulai dari perbaikan jalan rusak, perangkat CCTV, hingga pengutipan iuran sekuriti dan sampah, semua dibicarakan bersama.  Jika ada yang meninggal dunia, warga kompak melayat.  Kabar maling tertangkap hingga ular menyasar ke rumah penduduk, semua melintas di grup WA.

 

Berita-berita tersebut tidak hanya diperbincangkan melalui dunia maya, tapi juga di alam nyata.  Topik-topik tersebut bisa menjadi sumber obrolan warga.  Biasanya sore hari saat semua tugas rumah telah selesai, banyak kumpulan ibu yang  mengobrol sambil menemani anak bermain.

 

Berbagi Cerita antara Tetangga

Sumber : Canva

 

Intinya, penghuni perumahan bahu membahu dan berkomunikasi mengatasi setiap problem yang muncul di lingkungan. Jadi, walaupun kami penduduk kota besar, bukan berarti berkarakter individualis. Kerjasama tetap dibutuhkan agar pemukiman senantiasa aman terkendali.

 

Ada satu peristiwa agak menyeramkan yang pernah terjadi di kompleks ini.  Beberapa tahun yang lalu, pos penjagaan satpam diserang gerombolan remaja tak dikenal. Menurut kabar yang beredar, gerombolan tersebut merupakan bagian dari gank motor. Akan tetapi, sebagian lagi berpendapat kalau gerombolan itu hanya sekumpulan remaja punk.

 

Dari mana asal muasal perusuh itu, tidak terlalu penting.  Satu hal yang pasti, gerombolan remaja itu benar-benar sadis dan mendesak mau masuk ke kompleks. Mereka ingin merusak rumah-rumah warga.

 

Berhasilkah mereka? Oops, tunggu dulu. Nggak segampang itu menerobos rumah orang lain.

 

Gerombolan yang notabene anak-anak abegeh itu mungkin kurang riset. Sebelum menyerang seharusnya mereka mencari tahu terlebih dahulu, siapa saja yang tinggal di dalam kompleks? Dengan situasi perumahan demikian, kira-kira berhasilkah penyerbuan mereka? Jangan cuma berani melempar batu merusak pemukiman warga.

 

Mereka tidak tahu, banyak tetangga saya yang berasal dari kepolisian. Mulai dari petugas baru hingga yang sudah memiliki jabatan mumpuni, bermukim di dalam kompleks. Mereka merupakan orang-orang yang terlatih menghadapi situasi genting dan huru-hara.

 

Gimana nasib perusuh kemudian? Penyerangan gerombolan tidak berlangsung lama. Para bapak kepolisian, dibantu warga setempat, mengeroyok balik perusuh tak bertanggung jawab. Anak-anak remaja yang cuma modal nekat, langsung tiarap dan menyerah tanpa syarat.  

 

Nggak selesai sampai di situ, orang tua berandalan segera dipanggil.  Cukup ribet juga proses kesepakatan penyelesaiannya, tapi ampuh membuat anak-anak itu jera. Peristiwanya sudah terjadi bertahun-tahun lalu dan sampai hari ini mereka tidak pernah kembali.

 

Kejadian di atas membuat warga traumatis. Petugas keamanan sempat vakum selama beberapa bulan. Dari peristiwa tersebut, warga menjadi tahu kekurangan sistem keamanan kompleks.  Sekarang petugas keamanan sudah aktif kembali dengan sistem yang lebih baik.

 

Ya, begitulah tetangga di sini. Mereka saling bekerja sama dan mencari solusi dari masalah yang muncul. Semua upaya ini dilakukan demi menjaga ketentraman bersama.

 

Tetangga yang sefrekuensi boleh menjadi kawan akrab. Sayangnya, tidak semua bisa menjadi teman.  Terkadang situasi di lingkungan rumah berbeda dari yang kita diinginkan.  Begitu juga dengan relasi bertetangga. Ada saja konflik warna-warni yang bermunculan.

 

Saya pun pernah berbeda pendapat dengan tetangga. Kalau ada ketidakcocokan, biasanya saya introspeksi diri sendiri dulu.  Mungkin ada kesalahan yang perlu diperbaiki, seperti sikap atau tutur kata yang kurang tepat. Mungkin dia tersinggung atau merasa terganggu.  Kalau sudah menemukan letak kesalahannya, maka upayakan diperbaiki agar perselisihan tidak berlanjut.

 

Namun, ada juga tipe tetangga yang memang hobi mencari keributan. Walaupun kita sudah diam, dia tetap mau membuat kehebohan. Ada saja kekurangan kita yang bisa dijadikan topik perbincangan. Semua yang kita kerjakan salah. Pernah nggak ketemu yang beginian?

 

Tetangga Berdebat

Sumber : Canva

 

Kita sudah tenang dan berusaha memperbaiki diri, tapi masih tetap saja membuat persoalan. Terkadang omongannya seperti mengetuk gendang telinga dengan tempo cepat. Kalau sudah begini, mungkin telinga kita yang perlu sedikit ditebalkan.  Emosipun harus dikendalikan. Sekaligus, mohon ditambah kekuatan untuk menerima segala kritikan.

 

Tetangga merupakan arena latihan untuk bersosialisasi. Anggap saja kritikan mereka sebagai penguat  mental. Walau kadang mengesalkan, bertetangga membuat mental kita menjadi lebih tangguh. Bagaimana cara memperlakukan tetangga, biasanya seperti itu juga karakter asli seseorang.  Tangguh menghadapi tetangga, berarti tangguh juga di luaran. 

 

Walaupun penuh dengan suka duka, hidup bertetangga itu tetap asyik juga, kok. Saya sulit membayangkan tinggal di daerah sepi yang hanya dihuni beberapa rumah di sekitarnya.  Sejak kecil saya sudah terbiasa dengan lingkungan padat penduduk. Saling tolong menolong antar warga sudah lumrah. Tetangga memang seharusnya begitu, seperti keluarga sendiri. Jadi, sabarlah menghadapi tetangga yang rumit.

 


Manfaat Bersosialisasi dengan Tetangga

Bertetangga bukan sekedar 'say hello' setiap hari supaya nggak dibilang sombong. Kalau ada waktu luang, mengobrol lah dengan mereka. Selama berdampingan, sebaiknya saling menghormati tanpa mencampuri urusan pribadi. Walaupun akrab, tetap ada batasan antara kita dan keluarga orang lain.

 

Kita perlu menjaga hubungan harmonis selama bertetangga. Usahakan supaya tetap bisa hidup rukun dengan mereka. Kita rukun tinggal di sana, hati pun ikut tenteram. Kalau tidak?  Bayangkan saja, setiap hari kita akan melihat wajah orang yang mengesalkan.

 

Selain untuk ketentraman, ini beberapa manfaat bertetangga, seperti :


  • Saling Tolong Menolong

Ada nggak manusia yang bisa hidup sendirian?  Saya pernah mendengar cerita orang yang bisa mandiri karena panggilan tugas. Sebagai contoh, penjaga mercu suar yang biasa hidup seorang diri di pantai berkarang.

 

Akan tetapi, berapa banyak orang demikian?  Berapa lama pula dia sanggup bertahan?  Penjaga mercu suar pun ada masanya cuti tugas dan bergabung di masyarakat. Sejatinya, kita adalah mahluk sosial yang berkumpul bersama dengan orang lain.

 

Hidup bertetangga merupakan karakter dari mahluk sosial. Manusia sulit hidup sendirian. Sepi kalau cuma seorangan. Kita membutuhkan bantuan orang lain ketika ada masalah. Di lain waktu, mungkin kita membantu yang bermasalah.  Istilahnya, saling tolong menolong.


 

Tolong Menolong antara Tetangga

Sumber : Canva

 

·    Sumber Informasi Terpercaya

Punya tetangga dengan berbagai profesi itu bisa menjadi sumber informasi penting. Dengan mereka, kita bisa bertanya tentang berita yang dibutuhkan. Nggak khawatir hoaks, karena yang dibahas memang sudah menjadi profesi mereka.

 

Tetangga saya berasal dari berbagai profesi mulai dari pendidik, paramedis, ASN, pegawai swasta, pebisnis, hingga ibu rumah yang pandai memasak. Melalui mereka, saya bisa mempelajari banyak hal penting. Mereka pun orang-orang yang asyik diajak berdiskusi.

 

  • Menjaga Kesehatan Mental

Tetangga yang seru boleh menjadi teman mengobrol.  Dengan mereka, kita bisa memiliki wawasan yang lebih luas. Dari sudut pandang mereka, kita melihat permasalahan dengan kacamata yang lebih lebar.

 

Tahukah kalau sering mengobrol dan bersosialisasi bisa mencegah kepikunan? Ahli demensia (kepikunan) David Troxel mengatakan, otak manusia senang berkolaborasi. Artinya, otak jangan dibawa diam melamun di rumah. Berkumpul dan berdiskusi dengan orang lain membuat otak lebih aktif dan sehat. Otak demikian akan menurunkan resiko kepikunan.

 

Nah, ternyata bertetangga memberi beragam manfaat untuk kita. Yuk, kalau ada waktu senggang ajak tetangga mengobrol.  Kalau perlu sekalian beraktivitas bersama, misalnya berolahraga.  Selain sehat fisik, kita juga sehat secara mental.

 


Paket Internet Cepat untuk Menjalin Komunikasi dengan Tetangga

Walaupun tinggal berdekatan, paket internet cepat tetap dibutuhkan untuk menjaga komunikasi dengan tetangga.  Alasannya, kita nggak selalu bisa berkomunikasi tatap muka dengan mereka. Kalau terhalang oleh jarak, chat di ponsel bisa menjadi solusi.

 

Suatu hari, mungkin ada peristiwa yang mengharuskan kita menggunakan internet untuk berbicara dengan mereka.  Misalnya, pas tengah malam ketika kita mendengar suara mencurigakan di sekitar halaman rumah.  Jika takut keluar, kita bisa meminta bantuan tetangga untuk memantau dari kediaman mereka. Sekaligus kita pun bisa menghubungi sekuriti untuk memeriksa situasi.

 

Dalam situasi begini, paket internet cepat harus tersedia. Perlu jaringan internet mumpuni untuk menghubungi mereka. Jangan sampai pas suasana genting, eh, jaringannya ngadat pula. Kesal dan panik langsung berpadu seperti es campur. Oleh sebab itu, penting sekali menggunakan internet jalur kencang.

 

IndiHome dari Telkom Indonesia telah menyediakan solusi internet kencang bebas hambatan. Jaringan ngebut dan stabil untuk kebutuhan per anggota rumah tangga tersedia dengan harga terjangkau.

 

Umumnya, jaringan 10 - 20 Mbps sudah memenuhi syarat  internet kencang bagi satu orang. Dengan kecepatan demikian, pengguna sudah bisa, membuka chat, medsos, zoom, hingga memutar video. Nah, jika ada 4 orang dalam satu rumah dikalikan saja dengan angka tersebut.

 

IndiHome telah menyediakan internet berkecepatan sampai 300 Mbps. Kalau ukuran keluarga inti, ayah ibu beserta anak-anaknya, jaringan ini sudah bisa memenuhi kebutuhan sinyal super kencang. Pengguna mampu berselancar sepuasnya di dunia maya.

 

Menariknya lagi, IndiHome sudah diperlengkapi dengan fiber optik yang mampu mengtransfer data hingga 100 Mbps. Dengan kecepatan demikian, jaringan tetap stabil meskipun akses internet dilakukan secara bersamaan.

 

Apa lagi manfaat dari kabel optik?

 

Kabel fiber optik tidak menggunakan kabel tembaga atau kabel koaksikal.  Benda ini terbuat dari kaca atau plastik yang lebih tipis dari sehelai rambut. Karena tidak berbahan tembaga, kabelnya tahan terhadap gempuran cuaca buruk, seperti petir dan gangguan elektromagnetik lainnya. Jadi, tetap aman digunakan saat cuaca kurang bersahabat.

 

IndiHome di Perumahan

Sumber : Pixabay

 

Selain internet, ada juga penawaran layanan digital andalan lain, seperti televisi interaktif (IndiHome Televisi) dan telepon rumah. Layanan ini mempunyai fitur-fitur unggulan untuk kepuasan pengguna.

 

  • IndiHome Televisi

Bukan hanya sekedar tontonan di layar kaca, layanan televisi interaktif ini menyediakan fitur play, pause, dan rewind. Tujuannya agar pengguna bisa memutar ulang program televisi sesuai keinginan. Ingin mem-pause acara televisi karena mau mengambil cemilan ke dapur? Bisa!

 

Jangan khawatir jika ada kegiatan yang bersamaan dengan acara televisi favorit.  Melalui fitur TV Storage, pengguna dapat merekam acara favorit ke hard drive sampai durasi 600 menit.  Jika ada waktu luang, tinggal diputar sambil menikmati me time.

 

Ada lagi fitur TV on Demand dan Video on Demand yang bisa memutar program televisi beberapa hari yang lalu. Pingin menonton ulang film kemarin? Amanlah, bisa ditayangkan kembali. Intinya, pengguna boleh memilah-milih siaran dalam jangka waktu beberapa hari tertentu. 

 

  • Telepon

Telepon rumah pun menjadi layanan digital unggulan dari IndiHome.  Mencakup jangkauan lokal, interlokal, dan selular, pengguna memperoleh layanan telepon rumah bersuara jernih. Dengan harga hemat, silaturahmi dengan keluarga dan kerabat tetap terjalin erat.

 

Nah,Telkom Indonesia melalui IndiHome, telah menyediakan berbagai layanan Paket Internet Cepat untuk rumah.  Layanan digital ini bisa menjadi pilihan bagi pengguna untuk jaringan kencang dan stabil.  Dari rumah, kita pun bisa beraktivitas, menonton hiburan, hingga berkomunikasi dengan kerabat.

 


Paket Internet Cepat dan Jalinan Komunikasi Antara Tetangga

Bertetangga merupakan komunitas menarik. Kita bermukim dekat dengan mereka tanpa ikatan kekerabatan atau perencanaan terlebih dahulu. Lokasi rumah yang mempertemukan kita dengan tetangga.

 

Kita melihat ada beragam karakter unik pada mereka, mulai dari yang pendiam, cerewet, kepo dengan urusan orang lain, dan sebagainya. Namun, sebaiknya jangan cepat dulu menuding orang lain. Mungkin menurut tetangga, kita pun termasuk sosok unik. Hanya saja, mereka tidak pernah mengungkapkannya.

 

Saya dan keluarga sudah beberapa kali pindah rumah dan telah bertemu bermacam karakter orang. Di manapun kita menetap, selalu ada beragam cerita suka duka bertetangga.  Sekarang tinggal keluwesan kita menghadapi mereka dengan beragam sifat-sifatnya, termasuk yang unik.

 

Mengobrol, bertukar informasi, saling tolong menolong, merupakan upaya agar jalinan komunikasi dengan tetangga tetap terjalin akrab.  Jika kita jarang berada di rumah dengan alasan kesibukan, berkomunikasi dengan mereka dapat dilakukan melalui internet cepat yang mumpuni.

 

IndiHome bisa menjadi pilihan internet kencang dan stabil untuk bersosialisasi. Chat bersama tetangga, berbagi file atau video menarik antara warga, hingga zoom dengan petugas kelurahan, sekarang sudah dapat dilakukan dengan layanan digital.

 

Jadi, daripada mencari kekurangan tetangga, lebih baik fokus menjalin keakraban dengan mereka.

 

Yuk, segera memasang IndiHome di rumah agar komunikasi dengan tetangga tetap lancar.

 

Referensi :

·         20 Mbps untuk Berapa Orang?  Ini Penjelasan Detailnya. https://kumparan.com/how-to-tekno/20-mbps-untuk-berapa-orang-ini-penjelasan-detailnya

 How Depression and Dementia Related https://www.helpforalzheimersfamilies.com/learn/the-basics/alzheimers-faqs/depression-and-dementia/

 

 

Kamis, 09 Februari 2023

Sekelumit Pengalaman Bersama Rantangan



Berlangganan rantangan itu unik, seperti memecahkan teka-teki setiap hari. Biasanya, pelanggan tidak tahu jenis menu apa yang akan diantar hari ini. Membuka tutup rantangan ibarat menemukan jawaban teka-teka tersebut. Di situlah terletak keunikannya. Ada rasa penasaran sekaligus kelaparan berkolaborasi sebelum menyantap hidangan.


Konon, di Indonesia rantangan mulai beredar sejak tahun 1950. Beragam informasi tersebar tentang asal muasal rantangan. Ada yang mengatakan berasal dari Amerika, India, atau China karena bentuknya mirip wadah dimsum.


Darimanapun asalnya, panci bertingkat ini telah menjadi penyelamat untuk orang yang tidak sempat memasak. Tanpa ribet, para pekerja di kantoran hingga sawah, bisa menikmati bekal rutin. Simpel karena dalam satu paket rantang,  bisa memuat berbagai menu secara terpisah mulai nasi hingga lauk pauk. 


Umumnya, nasi selalu disusun pada panci paling bawah. Paling atas biasanya diletakkan lauk pauk. Mungkin maksud penataan ini agar pengguna lebih semangat menyantap hidangan, kalau melihat lauk pauk terlebih dahulu. Nasi bisa belakangan, yang terpenting lauknya menggugah selera. 


Yummy!


Pengalaman bersama Rantangan 

Merantang boleh jadi ide populer di masyarakat, tapi keluarga saya dulu tak pernah berlangganan rantang. Semua masakan di rumah diolah bergantian oleh anggota keluarga.  Ide merantang sama sekali tak ada dalam benak kami.


Perkenalan saya dengan isi rantang justru bermula sejak masa SMA. Saat itu, ada pelajaran tambahan sehingga siswa harus membawa bekal makan siang ke sekolah. Untuk menghemat waktu, bersama beberapa rekan sekelas, saya menyantap bekal di kos-kosan seorang teman yang letaknya berdekatan dengan lokasi sekolah.


Kami semua menyantap lahap bekal dari rumah. Namanya juga masakan rumahan, sudah sesuai dengan selera masing-masing.  Di tengah acara makan, saya perhatikan ada yang berbeda dengan teman penghuni kos. Kebetulan dia berlangganan rantangan. Sebelum makan, dia mengendus menu sambil mengernyitkan dahi.


"Emang kenapa?"  Saya bertanya penasaran.


"Kadang ikannya beraroma menyengat, seperti udah lama," jawabnya sambil terus melahap makan siang sembari meringis. 


Semua teman yang mendengarnya saling berpandangan.


Sejak itu, saya pun agak ragu dengan kualitas rantangan. Kalau memiliki waktu senggang, saya lebih baik memasak. Jika mendesak, ya beli nasi bungkus saja. Menunya juga bisa dipilih sendiri. Daripada rantangan, hidangan yang disajikan setiap hari belum tentu cocok dengan selera.


Sampai suatu hari kemudian saya harus menelan ludah (janji) sendiri.


Ceritanya, Ibu saya sakit dan bersama seorang perawat kami bergantian menjaganya. Supaya enggak terlalu repot, kami memutuskan untuk merantang. Agar mendapat kualitas terbaik, jangan seperti kisah teman saya dulu, kami mencari informasi rantangan yang oke punya.



Setelah tanya kiri kanan, kami menemui seorang Ibu yang memang fokus mengurus bisnis ini. Setelah tahu informasi mengenai harga dan menu, akhirnya kami setuju memesan makanan dari Ibu Rantang. Mulailah kami merantang. Wow, pengalaman baru, nih.


Menu yang disajikan lumayan lengkap. Dengan harga terjangkau, disediakan variasi makanan yang disajikan bergantian setiap hari. Lauknya mulai dari daging, ayam, dan ikan, serta sayuran. Sajiannya juga masih segar, tidak tercium aroma menyengat. Kami pun bisa tenang merawat Ibu saya yang sedang sakit.


Kemudian, suatu hari muncul kejutan.


Jadwal kedatangan rantangan ke rumah biasanya pukul 11.30 siang. Namun, hari itu ketika jam dinding menunjukkan hampir pukul 12.00, motor Ibu Rantang belum kelihatan di gerbang.


Saya mencoba berpikir positif, biasalah terlambat sesekali.  Namanya juga usaha, kadang-kadang bisa muncul sedikit kendala. Mungkin saja motornya mogok atau terlambat memasak. Kalaupun hari ini diliburkan, pasti ada pemberitahuan.


Ketika waktu menunjukkan pukul 12.30,  saya mulai gelisah.  Sudah enggak benar lagi, nih.  Mau sampai jam berapa kami menunggu? Perut mulai keroncongan, mata semakin berkunang-kunang.


Akhirnya, saya telepon dan jawaban yang diterima nyaris meledakkan emosi.


"Aduh, maaf, saya lupa beritahu.  Hari ini rantang libur dulu karena Ibu Rantang sakit."


What!?!  Ini sudah lewat 12.30 siang!


Saat itu belum ada pesanan makanan online seperti sekarang. Kalau enggak memasak, ya berarti harus membeli sendiri di luar. Kami benar-benar kesal. Perut berdendang, emosi bergoncang. Kebayang bagaimana repotnya kami mau mencari makan siang.


Akhirnya, kami langsung ubek-ubek kulkas, siapa tahu masih ada persediaan makanan mentah. Sejak merantang, persediaan makan di kulkas agak dikurangi, khawatir nanti tidak dipergunakan dan kelamaan disimpan. 


Ternyata masih ada ayam potong di freezer. Ups, lega. Ayamnya pun segera dicairkan dan terendam di minyak panas.


Untung masih ada tersisa dari belanja kemarin. Kalau tidak, bayangkan saja siang bolong panas terik mencari makanan di luar.


Mulai hari itu, jika sedikit saja terlambat dari jadwal pengantaran, saya langsung telepon Ibu Rantang. Kami enggak mau kecolongan lagi karena keteledorannya. 


Terkadang kita memang tidak boleh terlalu mengandalkan orang lain. Sebaiknya, tetap punya inisiatif sendiri dan jangan pasif menunggu.  


Ibu Rantang seperti mengerti kekesalan kami. Setiap ada keterlambatan atau libur masak, telepon selalu berdering. Nah, begitulah.


Namun, kemudian muncul lagi masalah baru.




Sekitar dua tiga bulan setelah langganan, saya perhatikan ada yang berubah pada menu yang diantar. Daging dan ayam mulai absen dari peredaran. Ikan basah yang digoreng pun semakin kecil dan kurus. Sekarang lauknya lebih sering disediakan ikan asin berpostur lebih tipis dari kerupuk.


Waduh, mulai enggak benar lagi. Ini sudah melenceng dari perjanjian awal. Saya pun langsung mengajukan keberatan.


"Masalahnya, harga mulai naik. Kalau mau menu seperti dulu, ditambahlah pembayarannya." Ibu Rantang menjawab ringan ketika saya tanyakan sebab musababnya.


Saya kaget mendengar kabar baru ini. Kenapa enggak dikabari, Bu? Diomongin dulu, kan, bisa. Janganlah menunya langsung berubah tanpa ada pemberitahuan.


Saya enggak langsung menjawab, tapi mendiskusikannya dengan perawat Ibu di rumah.  Gimana bagusnya, ya?


Kami pun mulai berhitung. Kalau belanja sendiri, berapa pula sekarang harga daging, ayam, dan ikan?  Kami juga memperkirakan biaya tomat, cabe, bawang dan bumbu-bumbu lain. Layak enggak jika dibandingkan dengan harga rantangan yang terus meningkat?


"Kalo kita masak sendiri aja, gimana?" Saya mengambil kesimpulan. 


"Iya, Kak, memang bagusnya begitu. Masih lebih untung kalau kita masak sendiri. Walaupun nanti  agak repot di dapur."


Nah, si perawat sudah setuju. Selesailah sudah urusan dengan rantangan. Kami pun resmi berhenti merantang.


Mulailah kami memasak bersama di dapur.  Setiap hari kami mengulek sambal, memasak sayur, hingga menggoreng ikan dan berbagai jenis makanan lainnya. Walaupun repot dan kepanasan terkena asap masakan, tapi kami tetap enjoy.  


Setelah acara memasak selesai, kami bisa bersantap dengan lapang dada. Tiada lagi omelan gara-gara rantangan telat atau menu tidak sesuai perjanjian. Kami bisa menyediakan hidangan sesuai selera, walaupun agak repot mengerjakannya. Toh, pada akhirnya semua kerjaan tetap selesai. 


Kapok merantang? Enggak juga. Setelah kisah di atas,  beberapa kali saya masih merantang di tempat lain. Bisnis rantang yang oke tetap ada, kok, asalkan sabar mencarinya.


Tips Menemukan Rantangan yang Tepat 

Dulu, saya adalah orang yang enggan merantang. Sering mendengar cerita negatif tentang rantangan, membuat saya agak waswas.  Namun, hari esok siapa yang tahu?  Situasi di rumah membuat saya harus merantang.


Ternyata masih banyak kok, bisnis rantangan yang bagus. Kuncinya, kita sabar dan mau mencari yang terbaik. Sekali dua kali ketemu yang kurang pas sudah biasa.  Walaupun nanti ketemu yang sreg di selera, tetap saja ada kurang lebih dari setiap rantangan. Sekarang tergantung pada kita, bisa menerimanya atau tidak. 


Ada beberapa tips untuk menemukan penyedia rantangan yang cocok. Mudah-mudahan ini bisa membantu untuk siapapun yang mau merantang.


Pertama, cari informasi dari mulut ke mulut.

Biasanya ini sumber informasi terdepan dan tercepat. Teman atau saudara yang sering merantang boleh menjadi referensi untuk menemukan rantangan yang tepat.


Jangan lupa tanyakan pula apa kekurangan dan kelebihan menu yang disajikan. Bisa dimaklumi atau enggak? Kemudian pertimbangkan apakah harga yang ditawarkan sudah masuk akal dan sesuai anggaran rumah.



Kedua, cek gerai tempat penyediaan rantangan.

Kalau memungkinkan, usahakan melihat langsung gerainya. Bagaimana kebersihan mereka menyediakan makanan?  Kalau saya suka penasaran dan ingin tahu, pelanggannya banyak atau tidak?  Sudah berapa lama mereka membuka usaha? 


Rantangan yang oke biasanya punya rekam jejak yang dapat diandalkan. Enggak kaleng-kaleng, istilah anak sekarang. Bisnisnya sudah berjalan cukup lama dengan pengalaman mumpuni.


Ketiga, konsisten.

Ini perlu waktu untuk menilainya. Apakah Ibu Rantang konsisten menerapkan perjanjian sejak awal dengan pelanggan? Apakah menu yang disajikan tetap bersih tanpa aroma mengganggu?


Biasanya, karakter konsisten ini kelihatan setelah beberapa bulan merantang. Awalnya masih meyakinkan. Setelah berlangganan cukup lama, barulah kelihatan bagaimana sifat asli pelayanan mereka.


Menurut saya, poin ketiga ini yang paling penting. Ini alasan pelanggan tetap betah. Poin pertama dan kedua di atas masih bersifat subjektif, tergantung karakter pelanggannya. Ada yang menerima apa adanya, ada pula yang langsung kabur tanpa ragu.


Penilaian subjektif ini persis seperti situasi teman SMA saya pada cerita di atas. Dia sebenarnya kesal dengan menu yang diantar.  Akan tapi karena sesuatu hal, rantangan tetap dipertahankan. Mungkin berbeda lagi keputusannya kalau situasi yang sama terjadi pada orang lain.


Ya, merantang memang sebaiknya disesuaikan dengan karakter pelanggannya.


Rantangan, Bisnis Pengantaran Makanan yang Awet Sepanjang Masa 

Tersusun seperti menara, wadah rantangan menjadi kotak pengantaran makanan favorit sepanjang masa.  Panci-pancinya yang disusun terpisah, memungkinkan pengguna membawa beragam makanan tanpa harus dicampur. Hidangan pun lebih tahan lama dan terhindar dari rasa basi. 


Bisnis makanan memang hampir tidak pernah meredup, termasuk merantang. Pebisnis rantangan seperti paham peluang ini. Mereka pun semakin kreatif menyediakan berbagai pilihan makanan menarik dengan harga bersaing untuk pelanggan. 


Bagi yang mau merantang, jangan cepat termakan isu negatif.  Bisnis rantang yang bagus tetap ada, kok. Kita hanya perlu waktu, kesabaran, dan kecermatan untuk menemukan yang terbaik.


Rantangan sesuai selera akan muncul pada waktu yang tepat. Tetaplah berupaya karena selalu ada harapan menemukan Ibu atau Bapak Rantang yang sepadan. 


Yuk, tetap semangat yang mau merantang.

 

Maksimalkan Manfaat Gaming untuk Lansia Bersama ROG Phone 8

    "Wah, Nenek masih mahir ikut gaming."     Kalimat ini akan terucap dari seorang cucu yang menyaksikan Neneknya mahir mengutak-...