Kamis, 20 Oktober 2022

Uang Kuno Indonesia dan Jajanan Anak-anak Jadul




Walaupun berpenampilan kusam dan lusuh, uang kuno Indonesia masih dicari oleh para kolektor. Dari penjual offline hingga online, banyak yang menawarkan berbagai koin ataupun lembaran kertas berharga yang pernah beredar di masyarakat bertahun-tahun lalu. Benda-benda mungil ini bolehlah disebut sebagai saksi bisu sejarah bangsa kita, terutama di bidang perekonomian.


Uang identik dengan kenaikan harga.  Seperti awal September 2022 lalu, penduduk Indonesia dikejutkan dengan kenaikan harga BBM. Masyarakat resah mengingat sebelumnya harga kebutuhan rumah tangga, seperti minyak goreng, sudah duluan melonjak. Penyesuaian  ini seperti aba-aba yang menuntun harga-harga barang kembali melejit.


Bukan hanya persoalan harga barang, para orang tua juga memikirkan bagaimana dengan isi kantong si buah hati.  Banyak anak sekolah, termasuk saya dulu, yang harus mengantongi uang jajan kalau mau berangkat. Padahal, lokasi sekolah sebenarnya tidak jauh dari rumah dan nggak perlu ongkos naik angkutan.  


Uang saku bukan hanya digunakan membayar ongkos, tapi untuk nongkrong sambil mengunyah jajanan di kantin. Kalau ke sekolah tanpa ada uang koin atau kertas yang menyangkut di kantong kemeja, rasanya ada yang kurang.


Kalau menyangkut jajanan, ada yang lebih repot lagi. Namanya juga anak-anak, jajanan bukan hanya di kantin sekolah.  Kalau suntuk di rumah, biasanya mereka  minta dibelikan cemilan di warung dekat rumah.  Pilihannya nggak perlu mahal, asalkan bisa mengganjal perut sambil nonton televisi. Umumnya ibu-ibu mengalah dan isi dompet langsung melayang.


Jajanan anak sekolah dulu beragam jenisnya persis sama seperti sekarang, mulai dari cemilan kemasan hingga makanan mie rebus siap saji.  Bedanya dengan anak sekarang adalah harganya.  Inflasi sudah membuat harga barang melejit berbanding terbalik dengan nilai mata uang yang terus menurun.  Ditambah dengan kenaikan BBM, harga jajanan semakin melonjak sekaligus membuat dompet para ibu langsung tiarap.  


Perbedaan berikutnya bukan dari faktor harga, tapi bentuk uang yang digunakan. Jangan salah persepsi dulu. Anak-anak dulu tetap memakai mata uang rupiah, karena mereka cinta rupiah.  Hanya saja, bentuknya berbeda dengan uang sekarang dan sudah termasuk golongan jadul.


Uang jadul yang menemani anak-anak zaman lawas berbelanja cemilan. Kalau sekarang melihat lagi pada uang kuno Indonesia tersebut, benda-benda ini seperti bisa memutar kembali kisah jajanan lama.  Apalagi kalau bendanya ada di tangan sendiri.


Jadi ceritanya, saya sempat membersih rumah dan menemukan mata uang kuno, dengan nominal Rp 5,00  sampai Rp 500,00 di laci lemari.  Warnanya sudah agak kusam dan lusuh. 


Dibilang kuno, sebenarnya nggaklah terlalu lama sekali. Mata uang itu diterbitkan pemerintah beberapa tahun sebelum saya lahir, tapi masih beredar di masa kanak-kanak.  


Waktu sudah lama berlalu, tapi samar-samar saya masih mengingat jenis jajanan yang dulu bisa dibeli dengan benda tersebut. Nah, bagaimana tampilan uang kuno Indonesia dan apa fungsinya di kantin atau warung dulu?  Ada sedikit ulasannya di sini.


Supaya lengkap, ada juga foto-foto koin jadul bersama uang logam Rp 500,00 yang sedang beredar sekarang. Jadi, uang dulu dan zaman now jelas perbandingannya dari segi ukuran dan penampilan.


Yuk, simak tulisan berikut ini.

 

Uang Koin Rp 5,00 

Koin ini terdiri dari tiga jenis, yaitu terbitan tahun 1970, 1974, dan 1979.  Tahun 1979 berukuran paling kecil dengan gambar lambang Keluarga Berencana (KB) di bagian belakang. Pada masa itu, pemerintah Orde Baru memang sedang gencar kampanye KB, yaitu program cukup dua anak dalam satu keluarga. 


Koin Rp 5,00 dan jajanan kerupuk


Jangan heran kalau dulu sudah biasa jika menemukan keluarga dengan empat sampai tujuh anak. Jumlah ini masih lumayan sedikit dibandingkan zaman sebelumnya.  Angkatan di atas orang tua saya ada yang mempunyai lebih sepuluh anak. Sulit dibayangkan jika sekarang terdapat keluarga yang memiliki anggota sedemikian ramai. Orang tua bakalan pusing mengurusnya, apalagi kalau anak-anak minta dibelikan kuota untuk ber-T*kT@k ria.



Terus, koin ini bisa dibelikan apa? Koin Rp 5,00 sering disingkat dengan limper alias lima perak. Dulu. uang limper bisa untuk membeli kerupuk jangek udang dan jenis kerupuk lain. Kerupuk ini berwarna agak kekuningan dengan bentuk bujur sangkar berukuran sekitar 10 x 10 cm. Rasanya renyah sekali dan enak dikunyah saat santai sore hari. Cemilan murah, meriah, dan mengenyangkan.


Uang Koin Rp 10,00

Sama seperti pecahan Rp 5,00, uang Rp 10,00 yang diterbitkan pada tahun 1979 masih beredar dan berfungsi sebagai alat pertukaran sekitar tahun 1980-an. 


Dulu, dengan Rp 10,00 kita bisa membeli kue dan coklat kecil


Bagian depan uang ini tertera nilai nominalnya. Sedangkan bagian belakangnya tampak tulisan Menabung Untuk Menunjang Pembangunan, disertai lambang Tabanas (Tabungan Pembangunan Nasional).


Seperti program KB, saat koin ini diterbitkan pemerintah juga menggelar program Tabanas.  Program ini mengajak masyarakat untuk menabung uang di bank dan jangan ditaruh di balik bantal.  Konon, uang tabungan tersebut ikut mendukung pembangunan nasional.


Dulu, saya nggak mengerti apalagi berpikir sampai ikut mendanai pembangunan. Di benak anak-anak, punya tabanas berarti keren walaupun nilai nominalnya termasuk kelas liliput. Waktu itu, rasanya sudah bangga punya buku berwarna coklat dari bank, meskipun cuma ikut-ikutan orang lain.



Uang memang punya banyak cerita. Mereka bisa membongkar kenangan, termasuk jenis koin Rp 10,00.  Dengan uang ini di kantong, anak-anak jadul bisa membeli kue mini atau coklat-coklat kecil yang sering dijual di toples-toples.


Uang Koin Rp 25,00

Uang logam yang terbit tahun 1971 memuat gambar burung Mambruk Selatan atau Dara Mahkota di salah satu sisi koin. 


Semangkuk lontong seharga Rp 25,00


Walaupun mungil, koin ini cukup ampuh ditukarkan di kantin sekolah. Dengan menyodorkannya, kita memperoleh semangkuk lontong penunda lapar. Hidangan tersebut termasuk golongan sederhana alias tipe minimalis. Porsinya cuma terdiri dari tiga sampai empat potong lontong dicampur kuah santan, tapi sudah membuat hati bahagia menyantapnya.


Uang Koin Rp 50,00

Uang logam yang memuat gambar burung Cendrawasih ini juga terbit pada tahun 1971.  Dengan nilai nominalnya, koin ini bisa membeli mie rebus di kantin.  Porsi makanan yang terhidang lumayan mengenyangkan dan rasanya enak. Selain itu, dengan uang ini boleh membeli kerupuk ataupun makanan berbungkus untuk cemilan.


Dapatkan semangkuk mie dengan koin Rp 50,00


Coba kalau masih ada harga segitu sekarang, ya.


Uang Koin dan Kertas Rp 100,00

Ada dua jenis uang koin Rp 100,00. Pertama, koin tebal terbitan tahun 1973. Pada salah satu sisi mata uang tertera gambar Rumah Gadang. Di pinggirannya ada ukiran bertuliskan nama Bank Indonesia.


Koin kedua beredar tahun 1978 dengan bentuk yang lebih tipis.  Salah satu sisinya terukir gambar rumah wayang kulit. Koin yang terbaru ini lebih ringan dari pendahulunya. Namun keduanya punya persamaan, yaitu praktis dibawa dan bergemerincing di kantong.



Sekumpulan kue basah dan uang Rp 100,00


Ada cerita lucu tentang koin tebal tahun 1973.  Saat itu, sempat beredar kabar kalau bank bersedia menukar satu keping koin Rp 100,00 tebal dengan uang Rp 1.000,00. Mendengar kabar tersebut, banyak orang langsung mengumpulkan koin tebal sebanyak mungkin.  


Akhirnya? Ternyata cuma kabar bohong.  Hahaha. Jadi, jangan heran dengan peredaran hoaks. Dari dulu sudah subur, apalagi sekarang. Wuih!
 

Kemudian diterbitkan uang kertas merah bergambar perahu Pinisi pada tahun 1992. Sampai sekarang uang kuno ini masih diperbincangkan orang dan banyak beredar di toko online.  Wajar saja karena bentuk dan warnanya memang bagus.


Di masa itu, dengan beberapa lembar uang kertas Pinisi, kita bisa membeli kue basah di minimarket. Kue-kue bervariasi dan cocok dengan lidah tukang ngemil, apalagi lokasi penjualan juga bersih. Kudapan ini yang sering menjadi pengganjal perut sepulang sekolah.


Uang Koin Rp 500,00

Tahun 1992 terbit koin Rp 500,00 bergambar karapan sapi dari Madura.  Secara nominal uang ini lebih besar dari Rp 100,00, tapi berbentuk mungil dan ringan.


Dengan Rp 500,00 minuman kaleng dingin sudah dalam genggaman


Dulu, uang ini selalu diingat sehabis pelajaran praktek olahraga. Penyebabnya sederhana.  Dengan Rp 500,00 saja sudah bisa beli minuman dingin kaleng bersoda pelepas dahaga. Lega sekali setelah minum, walaupun konon minuman bersoda kurang baik untuk kesehatan  tubuh.  


Maklumlah, masih belia dan belum berpikir panjang tentang kesehatan. Sekarang saja yang sudah paham dan peduli menjaganya dengan mengurangi minuman bersoda. 


Kembali ke topik uang. Tahun 1997, beredar pecahan baru Rp 500,00 bergambar bunga mawar.  Saat itu harga-harga tentu sudah berbeda dan tak bisa lagi membeli minuman bersoda.  Tapi tenang, seingat saya masih cukup, kok, untuk membeli cemilan.  Hmm, makan terus!


Iyalah, menunggu pulang ke rumah daripada kelaparan di sekolah, mendingan cari makanan dulu. Itulah fungsi uang saku. Selain ditabung, boleh sedikit dibelanjakan.


Nah, demikianlah sekelumit cerita tentang uang kuno Indonesia dan jajanan yang bisa dibeli dengan si uang kecil nan mungil. Seiring waktu dan pengaruh inflasi, nilai uang tersebut mulai menurun sekaligus ditarik dari peredaran.  


Uang kuno tidak berfungsi lagi sebagai alat pembayaran yang sah, tapi tetap punya nilai sejarah.  Sampai sekarang masih banyak kolektor yang mencari dan mengumpulkannya.  Selain jadi koleksi, benda-benda inilah yang menjadi bukti perputaran ekonomi nusantara di masa lampau.



Sumber gambar :
Dokpri dan Canva

Jumat, 14 Oktober 2022

Serumpun Kisah Anak Bangsa dalam Antologi Beri Aku Cerita yang Tak Biasa


Beri Aku Cerita yang Tak Biasa


Cerpen yang berkisah tentang cinta atau misteri sudah jamak diterbitkan di ranah perbukuan. Dunia memang tidak pernah kehabisan kisah menyentuh ataupun cerita merinding dari kedua genre tersebut.  Dalam rutinitas sehari-haripun kita sering bersentuhan dengan lakon kasih sayang dengan sesama, ataupun tutur legenda yang turun temurun.


Lantas, bagaimana dengan cerita budaya? Setiap hari kita juga tidak lepas dari pengaruh adat dan budaya. Tata cara kita berperilaku, bersosialisasi, hingga menyediakan makanan dan berbusana, turut dipengaruhi oleh adat-istiadat yang diajarkan turun-temurun oleh keluarga masing-masing. Namun, sekarang tradisi tersebut mulai terkikis akibat gelombang arus globalisasi yang sulit terbendung.


Mengingat sudah terjadi pergeseran tradisi, sepertinya menarik juga kalau ada cerpen yang bertema budaya. Tema yang jarang diangkat ke ranah publik ini, atas inisiatif komunitas Ibu-ibu Doyan Nulis (IIDN) diaplikasikan menjadi tulisan menarik dan unik, dalam satu buku. Kisah-kisah yang ditulis anggota IIDN dikemas dalam antologi budaya yang sudah diterbitkan untuk masyarakat.


Senin 22 Agustus 2022 menjadi hari yang bersejarah untuk komunitas IIDN. Berlokasi di Jakarta, pada hari ini diluncurkan buku antologi bertemakan budaya Beri Aku Cerita yang Tak BiasaSesuai dengan judulnya, buku ini berjalur anti mainstream, yaitu mengulas beragam budaya bangsa dan menuangkannya dalam bentuk cerpen.


Peluncuran buku Beri Aku Cerita yang Tak Biasa

(Sumber : https://www.ibuibudoyannulis.com)


Diawali dengan Kelas Cerpen IIDN Writing Academy yang dimentori oleh Kirana Kejora, lahirlah buku antologi cerpen dengan tema pelestarian adat istiadat.  Buku Beri Aku Cerita yang Tak Biasa ditulis keroyokan oleh 28 alumni Kelas Cerpen IIDN Writing Academy yang kemudian bergabung dalam Pasukan Elang Biru - Elang Nuswantara. Bersama mereka menuangkan berbagai kisah budaya bangsa yang diulas dengan lugas dan unik.


Jarang ada kumcer bertema adat, mengingat genre ini kalah populer dengan genre lain, seperti romantis atau horor. Perhatikan saja dari jenis-jenis buku yang terpajang di etalase toko buku online atau offline. Bandingkan juga dengan novel-novel yang disadurkan ke film, kisah budaya sering terpinggirkan karena dianggap membosankan.


Padahal, tema apapun bisa dijadikan menarik jika dikemas dengan tulisan unik. Pemilihan diksi serta sudut pandang berbeda dari penulisnya, mampu menampilkan sisi kreatif yang berbeda dengan tulisan yang telah banyak beredar. Beragam budaya bangsa adalah sumber mata air yang tak pernah mengering untuk ide dan kreativitas.


Penerbitan antologi ini adalah kesempatan untuk memperkenalkan budaya nusantara pada khalayak, dan siapa tahu mampu menginspirasi penulis lain untuk ikut mengangkat tema yang sama. Dalam berupaya memperkenalkan dan melestarikan budaya bangsa, tiada persaingan antara penulis. Kolaborasi adalah cara agar tujuan pelestarian dapat direalisasikan.


Webinar Menerbangkan Adikarya Nuswantara dalam Bingkai Cerita yang Tak Biasa

Setelah sukses peluncuran buku pada Agustus lalu, Elang Biru kembali mengepakkan sayapnya menyebarkan pesan budaya. Pada Jumat 7 Oktober 2022, melalui webinar bertajuk Menerbangkan Adikarya Nuswantara dalam Bingkai Cerita yang Tak Biasa, Elang Biru kembali menyampaikan pesan pelestarian tradisi. 


Melalui webinar ini, kedua narasumber, yaitu Ibu Widyanti Yuliandari, ketua umum IIDN, dan Ibu Kirana Kejora, seorang penulis, kembali mengajak peserta untuk ikut melestarikan budaya bangsa melalui tulisan bermakna dan mudah diserap oleh pembaca.


 Widyanti Yuliandari sebagai narasumber webinar

(Sumber : SS webinar)


Di tengah gempuran drakor dan film-film Hollywood, menjaga tradisi adalah tanggung jawab kita bersama. Isu ini sudah lama menjadi perbincangan hangat, mengingat gempuran globalisasi semakin sulit dibendung. Bukan hanya sekarang, generasi 90-an mungkin masih mengingat telenovela di masa kejayaannya.  Hampir semua media cetak dan elektronik memuat cerita telenovela. Sejak dulu, budaya luar begitu mudah menerobos semua lapisan masyarakat.


Langkah kecil perlu dimulai untuk memperkenalkan dan menjaga kelestarian budaya nusantara, agar tidak tergerus ditelan zaman. Usaha tersebut bisa dimulai dari langkah sederhana, yaitu ikut berkolaborasi dalam penulisan buku antologi. Melalui tulisan fiksi atau cerpen, perkenalkan tradisi kita pada masyarakat.


Webinar pada Jumat malam tersebut, dijelaskan jika cerpen bisa menjadi media penyampai pesan pada khalayak. Upaya yang tidak biasa, tapi menarik dan perlu diterapkan, karena cerpen menggunakan bahasa ringan serta mudah diterima oleh berbagai lapisan masyarakat. Namun, walaupun ringan, bukan berarti cerpen adalah karya seni remeh-temeh dan dipandang sebelah mata.


Uraian tersebut disampaikan oleh Ibu Widyanti Yuliandari, sebagai ketua umum IIDN, yang menjadi salah satu pembicara pada webinar ini. Berlatar belakang teknologi lingkungan dan sering berkutat dengan ilmu pasti serta non fiksi, Mbak Wid, demikian panggilan akrab beliau, mengatakan kalau fiksi cerpen bukan tulisan yang mudah diaplikasikan. Cerpen membutuhkan pelatihan dan keterampilan dalam menuturkan untaian kalimat-kalimat menjadi cerita menarik.


Sebagai salah satu kontributor dalam antologi ini, Mbak Wid ikut menulis cerpen berjudul Dari Taneyan Lanjhang Menuju Wageningen. Cerita yang berlatar budaya Madura ini berkisah tentang perjuangan seorang gadis mengejar cita-citanya, yang disisipi dengan romantisme khas orang muda.  Dalam webinar, Mbak Wid sekilas bercerita tentang proses yang membutuhkan upaya untuk menyelesaikan cerpen tersebut.


Dari pengalamannya menulis cerita fiksi, Mbak Wid menolak mitos-mitos yang sering beredar tentang karya seni cerpen. Menurut beliau yang bertahun-tahun berkutat dengan tulisan nonfiksi, cerpen bukan hanya mengandalkan imajinasi semata. Cerpen juga membutuhkan riset dan kemampuan mumpuni untuk mengolah ide menjadi cerita menarik. Cerpen adalah karya seni yang membutuhkan ketekunan untuk menghasilkan tulisan terbaik.


Beberapa kontributor dalam buku ini juga bukan berasal dari lingkungan cerpenis. Sebagian adalah blogger yang lebih fokus pada artikel nonfiksi. Bagi mereka, menulis cerpen dalam antologi menjadi pengalaman baru dan menarik karena berani keluar dari zona nyaman.


Untuk membimbing para kontributor tersebut, maka proses penulisan buku ini dimentori oleh Ibu Kirana Kejora yang telah menulis banyak cerpen, novel, hingga skenario film. Sebagai narasumber kedua dalam webinar ini, Ibu Kejora gigih menyampaikan pesan untuk terus menjaga kelestarian budaya melalui karya seni tulisan.


Kirana Kejora

(Sumber : SS webinar)

Ibu Kirana mengatakan kalau cerpen adalah media tepat untuk memaparkan budaya bangsa. Ditengah arus globalisasi, tulisan bisa menjadi sarana yang berperan menjaga adat-istiadat, karena masih banyak anak bangsa yang mencintai literasi. Di tangan mereka terletak kunci pelestarian budaya pada generasi berikutnya.


Selain literasi, menurut beliau, untuk menjaga kelestarian budaya bangsa, wanita adalah ujung tombak pembawa pesan kepada publik. Wanita sebagai Ibu mendidik generasi muda untuk meneruskan warisan tradisi bangsa. Wanita yang bersosialisasi dengan masyarakat, mampu menyampaikan kisah tentang keberagaman Indonesia. 


Buku ini adalah bukti dari upaya kegigihan wanita untuk menjaga warisan leluhur. Tulisan para wanita Pasukan Elang Biru dalam antologi, boleh menjadi teladan bagi pembaca untuk ikut menyebarkan  pelestarian budaya melalui cerpen.


Cerpen bukan karya seni yang prosesnya bisa dipandang sebelah mata. Cerpen membutuhkan alur, penokohan karakter, plot, serta sudut pandang memikat. Cerpen mengajak pembaca untuk mengillustrasikan untaian kata-kata indah dalam tulisan, menjadi gambar dalam benak masing-masing. Cerpen yang sukses akan meninggalkan kesan dan pesan yang mendalam. 

  

Seperti salah satu cerpen dalam buku ini yang mengangkat cerita adat pernikahan Bugis, yaitu prosesi Mappasikarawa, ditulis oleh Ibu Rahmi Azis. Dalam penuturannya selama webinar, Ibu Rahmi berkisah tentang tradisi leluhur yang masih dipegang teguh hingga sekarang. Pesan dari prosesi ini  amat krusial, yaitu menekankan kejujuran sebagai karakter penting dalam membangun pondasi pernikahan yang kokoh. 


Cerita di atas dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat kita yang masih menjunjung tinggi adat-istiadat pernikahan. Selain kelekatan dengan tradisi, cerpen yang dituturkan oleh Ibu Rahmi bukan hanya memperkenalkan prosesi Mappasikarawa pada generasi muda Bugis. Cerpen ini menarik bagi pembaca yang datang dari seluruh tanah air yang belum mengenal istilah tersebut. 


Budaya Bangsa

(Sumber : SS Webinar)


Selain membahas materi dari antologi Beri Aku Cerita yang Tak Biasa, webinar ini juga membuat acara seru-seruan dengan kuis berhadiah bagi-bagi  buku.  Satu peserta penanya pertama serta beberapa orang yang bisa menjawab pertanyaan yang diajukan moderator, berhak mendapatkan 1 eksemplar buku gratis ongkir.  Selamat ya!


Bagi yang berminat memesan buku antologi IIDN, bisa langsung DM ke IG @ibuibudoyannulis.


Untuk yang ingin melihat tuntas tayangan webinar ini, bisa klik video berikut.




Pesan dari Elang Nuswantara

Elang Nuswantara telah menyampaikan pesan pelestarian budaya melalui antologi Beri Aku Cinta yang Tak Biasa.  Jika bukan kita, siapa lagi yang akan meneruskan pelestarian warisan leluhur?


Banyak upaya yang bisa dilakukan untuk ikut melestarikan budaya bangsa.  Selain tulisan, ada beragam upaya menyampaikan pesan agar kita tetap menjunjung tinggi tradisi. Bagi yang mahir menggambar, boleh mempublikasikan poster-poster yang mengedukasi awam agar ikut menghargai adat-istiadat bangsa.


Begitu juga yang yang jagoan membuat video, bisa menyebarkan visual edukasi agar khalayak tetap peduli dan turut menjaga kelestarian budaya nusantara. Jadikanlah kreativitas, konsistensi, dan berkesinambungan sebagai kunci menyampaikan pesan yang menghibur sekaligus mengedukasi, seperti kisah-kisah cerpen yang menginspirasi dalam antologi Beri Aku Cerita yang Tak Biasa.

Sabtu, 08 Oktober 2022

Selain Untuk Kesehatan, Ini Manfaat Olahraga Jalan Kaki di Sekitar Rumah




 
Manfaat Olahraga Jalan Kaki


Manfaat olahraga jalan kaki sering didengungkan sebagai kegiatan untuk menjaga kesehatan. Dengan aktivitas fisik ini, organ-organ tubuh menjadi kuat dan otot lebih terlatih, badan bugar sehingga penampilan pun tampak lebih  muda.  Wuih, kayaknya jarang-jarang ada orang yang menolak efek positif dari olahraga.


Namun, tahukah kalau manfaat olahraga jalan kaki tidak hanya untuk tubuh, tapi juga bagi ketenangan jiwa? Apalagi jika olahraga bisa sekaligus 'cuci mata' di sekitar lingkungan rumah.


Jangan salah persepsi dulu,  cuci mata di sini bukan untuk melihat yang aneh-aneh, tapi menemukan pemandangan indah di sekitar lokasi olahraga. Terutama jika tempatnya asri dan kehijauan, hingga menjadi penyemangat olahraga. Cuci mata di sini bukan melihat orang,  tapi memantau objek-objek menarik yang selama ini mungkin luput dari perhatian.  


Umumnya orang berolahraga di lapangan, taman, atau sekitar gedung-gedung. Jarang ada yang berolahraga di seputaran areal rumah sendiri. Mungkin alasannya karena bosan di pemukiman terus atau lokasi kurang memungkinkan untuk beraktivitas. 


Beda dengan lokasi pemukiman saya yang berada di pinggiran kota besar dan disisipi pepohonan rindang, serta dikelilingi sungai, hingga sesuai untuk berolahraga. Karena berada di komplek, kendaraan bermotor juga jarang melintas sehingga udaranya masih segar.  Lokasi yang pas untuk jalan kaki pada pagi ataupun sore hari. 


Tempat ini cocok dijadikan sarana cuci mata sambil berolahraga karena jauh dari kesumpekan rimba beton. Ada objek-objek yang dilihat sambil berjalan kaki menghirup udara bersih.


Untuk saya, objek-objek tersebut membuat aktivitas olahraga menjadi tidak membosankankan. Kegiatan fisik ini bukan hanya menyehatkan tubuh, tapi juga menyegarkan pikiran. 


Apa saja objek-objek cuci mata selama berolahraga? 


Bunga-bunga

Karena masih asri, banyak bunga beraneka ragam yang memenuhi pekarangan rumah kompleks, baik yang sengaja ditanam ataupun tumbuh liar.  Corak tanaman ini bervariasi dengan warna-warni alami yang bukan berasal dari botol, apalagi aplikasi gadget.




 Warna-warni bunga-bunga (Dokpri)

Kiri atas : Kamboja Kuning    Kanan atas : Nusa Indah Merah

Kiri bawah : Mawar Merah Jambu   Kanan bawah  :  Anggrek


Bunga-bunga ini tumbuh silih berganti,  layu,  muncul tunas baru,  dan kemudian berkembang menjadi bunga indah di sepanjang trotoar atau pekarangan. Ketika berjalan dan melihat ke kiri atau kanan, ada saja warna-warni yang bertebaran. Beragam jenis kembang bertumbuh di sini, mulai dari mawar, asoka, nusa indah, anggrek, kamboja, hingga bunga-bunga liar.


Ketika mereka kembang sempurna, saya sering mengabadikannya dengan kamera ponsel.  Mungkin ada yang bertanya,  untuk apa difoto karena hanya memenuhi memori ponsel. Jawabannya sederhana saja, supaya bisa dimuat di blog dan menjadi lebih abadi dalam dunia digital. Hehehe. 


Buah-buahan

Hampir setiap pekarangan rumah ada beragam pohon buah-buahan, seperti mangga, sawo, belimbing, sirsak, lemon, kelengkeng,  rambutan, alpokat, belimbing, markisa, hingga coklat. Tanah kosong tak luput ditanami beragam tumbuhan tersebut. Hasil pohonnya tidak berhenti berbuah sepanjang musim. 



 Pohon buah-buahan di sekitar rumah. (Dokpri)

Kiri atas : Kelengkeng     Kanan atas : Mangga

Kiri bawah : Coklat    Kanan bawah : Sawo


Buah-buahan yang biasa kita lihat terpajang di pasar atau supermarket, ramai bertebaran di sini.  Kalau ada yang berfoto dan kemudian memuatnya di medsos, terus memberi caption :  Sedang berlibur ke rumah Nenek di desa, mungkin ada follower yang percaya. 


Sayur mayur

Walaupun udara kota tempat saya bermukim agak panas, tapi beberapa jenis sayuran bisa tumbuh subur. Di sini masih ada ladang kangkung, jagung, dan tanaman sawi manis. Jangan ditanya dengan daun singkong. Asalkan ada lokasi menganggur, langsung muncul pohon singkong.


Sayur mayur dan bumbu dapur

Kiri : Pohon terong, menaungi cabe rawit, didampingi serai

Kiri : Rimbang


Selain sayuran, ada juga bumbu-bumbu dapur, seperti cabe rawit, rimbang, belimbing sayur, terong, serai, lengkuas, jeruk nipis, sampai kincung.  Jumlah untuk jenis sayur mayur memang tidak banyak, tapi saya jadi tahu bagaimana bentuk pohon dari rempah-rempah yang biasa dipakai di dapur. Jadi, anggap saja sebagai pelajaran ilmu botani langsung dari lapangan.


Berbagai Jenis Burung dan Hewan-hewan Lain

Setelah sering bolak-balik jalan pagi,  saya memperhatikan banyak jenis burung yang beterbangan di sekitar kompleks. Ada merpati, tekukur, pipit, jalak, elang, hingga jenis yang saya kurang tahu namanya.  Mahluk yang tak dikenal ini tampilannya justru lebih indah dengan bulu berwarna-warni.  Sayang,  sewaktu mau difoto dia langsung kabur. 


Burung elang sekarang sudah tidak pernah kelihatan, dulu sering terbang di antara pepohonan tinggi. Warga yang memelihara ayam, agak seram melihat spesies ini. Konon, anak-anak ayam adalah mangsa empuk bagi elang.  Jadi ceritanya, jika induk ayam menyembunyikan anak-anaknya di bawah sayap, berarti si induk melihat ada elang berkeliaran.


Pernah ada cerita unik dari hewan tangguh ini. Suatu hari, seekor elang memburu burung pipit dan keduanya menabrak jendela rumah kami. Suaranya ribut sekali seperti ada motor yang menyenggol tembok. Mereka sempat jatuh ke tanah,  kemudian bergegas bangkit dan terbang berkejar-kejaran lagi. Entah bagaimana nasib burung pipit itu selanjutnya. 


Burung-burung merpati, pipit, dan tekukur ini punya tingkah polah yang menghibur, sekaligus menggemaskan. Kalau mau melihat para burung bersukaria bermain kubangan, tunggulah sampai hujan tiba. Setelah reda dan menyisakan kubangan di jalanan, hewan bersayap ini beramai-ramai memercikkan kepala ke dalam genangan air.


Merpati yang bermain-main di kubangan air


Seperti foto di atas yang diambil ketika para merpati sedang berkubangan-ria. Pengambilan gambar dilakukan agak terburu-buru, disertai langkah mengendap-endap dengan menggunakan ponsel. Maklumlah, salah gerakan sedikit saja, maka pesta telaga para burung bisa bubar. Kita harus sabar memantau mereka kalau mau memperoleh momen yang pas.  Dan ... akhirnya, dapatlah sekilas foto walaupun agak kabur.


Selain burung-burung, sesekali muncul jenis hewan lain seperti biawak, kadal, hingga ular. Jenis ini jarang kelihatan, terutama yang terakhir. Gambarnya tidak ada. Ketiga spesies tersebut agak susah difoto karena gerakan mereka gesit sekali. Namun. ada alasan lain. Sebenarnya saya pun cepat-cepat menghindar kalau bertemu mereka.


Sungai

Lokasi pemukiman ini dikelilingi oleh sungai ala perkotaan yang agak butek. Kalau musim penghujan, banjir menjadi ancaman untuk warga yang tinggal di lokasi yang lebih rendah.


Pohon mangga dan cabe rawit dengan latar belakang sungai


Walaupun kelihatan keruh, tapi di dalam sungai ini terdapat banyak ikan lele dengan ukuran yang tak bisa dianggap sepele. Saya pernah melihat orang berhasil memancing lele sebesar lengan orang dewasa. Takjub sekaligus geli, apalagi ketika ikan tersebut menggeliat di tanah, persis seperti ular sawah.


Anehnya, ketika ditawarkan ke warga, mereka kurang antusias. Menurut warga, ikan yang berukuran terlalu besar sudah kurang enak bila disantap. Pembeli umumnya lebih suka lele yang berukuran normal. Benarkah? Atau, pembaca ada yang tahu alasan sebenarnya? ;)


Nah, cukup banyak, kan, objek yang dilihat sambil olahraga jalan kaki di sekitar rumah? Setiap pagi atau sore, jalan kaki di sekitar rumah menjadi kegiatan menarik untuk saya. Kalau tetangga lain sering mencari lokasi lain untuk olahraga, saya sudah cukup berkeliling kompleks saja.


Karena telah sering berkeliaran di pemukiman, saya jadi tahu bunga mana yang sedang berkembang, hingga buah-buahan yang mulai rimbun. Hanya saja, sudah ada peraturan serta etika tak tertulis, kalau tidak diberikan pemiliknya janganlah diambil. Sesama warga saling menghormati dalam hidup bertetangga.


Demikianlah manfaat olahraga jalan kaki di seputar kompleks pemukiman. Tubuh kita menjadi lebih segar dan sehat, serta mata bisa menikmati warna-warni alam dengan tumbuhan dan hewan-hewannya.










Selasa, 20 September 2022

Satu Cara untuk Mengetahui Karakter Asli Seseorang


Mengetahui karakter asli seseorang


Walaupun agak susah-susah gampang, penting bagi kita mengetahui karakter asli seseorang, agar tahu bagaimana cara bersikap dengan individu yang baru dikenal.   


Masalahnya, mengenal sifat rekan atau teman bukanlah proses yang cepat dan mudah, apalagi karakter rentan untuk dimanipulasi. Penampilan dan tutur kata yang terlihat memukau, tidak menjamin sifatnya juga berkilau.  


Orang yang kelihatan ramah dan bersahabat, belum tentu jujur.  Demikian sebaliknya, pribadi yang tampak kasar atau acuh, bukan berarti watak yang rumit dan tidak bisa diajak bekerja sama. Tampilan luar dari individu tidak selalu mencerminkan karakter aslinya.


Jadi, bagaimana meneropong karakter asli? 


Ada satu cara yang sejak dulu sering dipergunakan untuk melihat kepribadian tulen dari kenalan kita. Cara ini jarang gagal dan terbukti bisa mengeluarkan tingkah laku tertentu yang umumnya disimpan rapi.


Kalimat bijak mengatakan, jika ingin melihat perilaku asli seseorang maka berikanlah dia sejumlah uang. Begitu dipercayakan mengelola uang dalam jumlah besar, atau memperoleh jabatan, serta kesuksesan finansial, biasanya karakter asli akan timbul. Peristiwa yang tak terduga bisa muncul dan membuat kejutan yang tak pernah terlintas di benak.


Uang dalam jumlah besar memang boleh membuka topeng seseorang. Akan tetapi, percayakah Anda jika ada yang mengatakan, hanya dengan uang beberapa ribu rupiah, bisa juga kok, membongkar karakter otentik? Apa benar? Kayaknya mustahil kalau dengan  nominal kecil, borok seseorang bisa ketahuan.


Tapi benar lho, uang kecil pun mampu mengorek karakter individu, karena  tulisan berikut ini berasal pengalaman pribadi. Beruntung saya cuma kehilangan uang beberapa ribu rupiah, tapi hasilnya watak asli orang yang bersangkutan jadi terbongkar. Aneh, tapi benar-benar nyata.


Sumber : Pixabay


Jadi, begini ceritanya. Dulu saya berlangganan koran terbitan ibukota edisi Sabtu dan Minggu. Jangan heran, saya orangnya memang agak jadul, masih hobi baca koran cetak bukan online. Mungkin hal ini dipengaruhi oleh faktor usia dan kebiasaan.


Terus, mengapa hanya langganan koran Sabtu dan Minggu? 


Sebelumnya, pernah langganan koran lengkap tujuh harian selama bertahun-tahun, sebelum internet menjamur seperti sekarang. Saya selalu melihat kabar nasional dan internasional melalui lembaran-lembaran koran, sebab jarang menonton siaran berita di televisi.


Setelah internet semakin luas jangkauannya, kabar dunia terangkum di alam maya. Berita Senin sampai Jumat hampir seragam di semua  media online dan cetak. Jadi, berita pada hari biasa sekarang dibaca melalui gadget dengan koneksi internet, sehingga koran Senin sampai Jumat dihentikan.  


Berlangganan koran hanya untuk akhir pekan, karena artikel pada Sabtu Minggu dari media ini agak berbeda dan bervariasi dibandingkan media lain. Redaktur koran tersebut memuat banyak tulisan lifestyle menarik, seperti resensi film, buku, kupas wawancara dengan tokoh, opini, sastra, dan sejenisnya, yang jadi santapan literasi saat waktu senggang.


Hampir setahun berlangganan koran akhir pekan, belum ada masalah yang berarti. Lopernya rajin karena pagi hari sudah tiba di rumah dan saya bisa rutin membaca koran


Semua lancar tanpa kendala, hingga suatu saat saya ingat perkataan seorang teman. Dia pernah bercerita tentang individu pelit yang menolak berbagi sedikit uang, terutama sebagai tanda terima kasih atas jerih payah bantuan orang lain.


"Kalau jadi orang jangan terlalu kikir, sedikit-sedikit dihitung. Gimana mau dapat rezeki kalau enggan memberi? Padahal yang kita beri juga nggak seberapa."


Jadi, menurut si teman, sesekali berilah sesuatu kepada orang lain dan jangan menahan hanya untuk diri sendiri. Mungkin selama ini dia melihat, kalau saya selalu meminta kembalian saat berbelanja, walau dalam nominal kecil. Menurutnya, uang dalam jumlah kecil tersebut sebaiknya direlakan saja pada orang lain.


Saya jadi teringat uang koran yang setiap bulan dibayar. Jumlah nominalnya ringan serta ada kembalian beberapa ribu rupiah. Mengingat nasehat si teman tadi, saya berpikir mengapa tidak diberikan saja pada loper koran. Hitung-hitung, sebagai tips untuk pekerjaan.


Akhirnya, bulan berikutnya saya iklaskan saja kembalian uang koran tersebut. Ya, semoga saja uang tak seberapa itu mampu menjadi penyemangat si loper untuk bekerja lebih rajin.


Ternyata, hidup tidak semudah nasehat dari si teman.


Setelah ada pemberian tips, saya memperhatikan ada yang berubah dengan perilaku si loper. Biasanya dia selalu rutin mengantar koran Sabtu dan Minggu, tepat waktu tanpa cela. Namun, sejak saat itu, kok jadwal pengiriman koran jadi agak runyam?


Awalnya, dia mengantar koran digabungkan dua hari sekaligus pada hari Minggu.  Walaupun kurang senang, saya masih memaklumi, mungkin dia ada urusan penting sehingga terpaksa mengantar koran berbarengan.  Ya, berpikir positiflah.


Selama seminggu atau dua minggu dia berkelakuan demikian, saya masih diam. Sebaiknya dilihat dulu, apakah nanti ada perbaikan sistem pengantaran? Ternyata, minggu berikutnya lebih parah lagi. Dia datang hanya hari Sabtu, koran Minggu ditahan untuk kemudian diantar pada Sabtu depan.  Wah, mulai edan, nih, orang.


Langsung saja saya menghubungi agensi yang menaunginya, supaya segera mengambil tindakan untuk loper yang bermasalah. Petugas yang menangani cukup koperatif, dia meminta maaf dan berjanji agar menegur loper yang bersangkutan.  


Lantas, berubahkah lopernya? Dia langsung berubah jadi tomat. Kemarin bertobat, hari ini kumat. 


Selama seminggu dia sempat kembali disiplin mengantar surat kabar tepat waktu. Cuma selama seminggu, karena minggu berikutnya kambuh lagi, bahkan lebih parah.


Sumber : Pixabay


Pada hari Sabtu dia mengantar seperti biasa, kemudian absen hari Minggu untuk datang esok harinya dengan membawa koran Senin. Saya langsung marah. Bagaimana nggak kesal? Sudah dibilang tidak mau berlangganan koran Senin, tapi dia nggak peduli.


Alasannya, persediaan kurang untuk edisi Minggu, jadi koran dialihkan ke edisi Senin. Saya diam saja mendengar alasannya yang terkesan mengarang bebas. Bertahun-tahun berlangganan dengan agensi yang sama, tapi loper berbeda, saya tahu kalau agensi sudah memperhitungkan persediaan koran untuk langganan. Argumentasi loper ini kurang meyakinkan dan membuat geli dalam hati, sekaligus kesal.


Setiap bulan tips pengantaran koran untuk loper tetap saya berikan, tapi akibatnya justru menimbulkan masalah dan karakter asli si loper semakin terungkap. Beberapa kali saya menegurnya langsung sekaligus melaporkan ke agensi, memang ada perubahan tapi hanya berlangsung singkat.


Akhirnya, setelah hampir tiga bulan menghadapi loper yang super unik, dengan berat hati saya memutuskan untuk berhenti langganan koran. Sebenarnya, sayang juga mengingat bertahun-tahun pernah jadi pelanggan tetap. Mau bagaimana lagi, sudah habis kesabaran saya menghadapi karakter loper demikian.


Agensinya kelabakan dan meminta maaf, serta menawarkan promo media cetak lain. Menarik promo yang ditawarkan, tapi apa gunanya jika tetap diantar oleh loper yang sama?  Tidak ada loper lain, hanya orang tersebut yang bisa mengantar ke rumah. Kalau diterima, berarti hanya menunggu masalah baru.


Ya, sudahlah, sejak saat itu mulailah menyesuaikan diri membaca koran online. Untuk mencegah penglihatan perih karena menatap lama pada layar gadget, cukup alihkan pandangan setiap 20 menit sambil mengerjap-ngerjapkan mata, agar tidak mudah letih dan bisa kembali membaca.  


Saya pun mulai beralih pada koran online dari salah satu perpustakaan digital. Lumayan bisa mendapatkan koran dengan cepat dan mudah, plus menjaga emosi tetap stabil karena terhindar dari loper koran yang tak dapat diandalkan.


Kalau diceritakan kisah ini ke orang lain, mungkin ada yang menjawab demikian. "Tuh, kamu juga yang salah.  Hari gini, kok, masih mau terlalu baik sama orang lain.  Akhirnya, ditipu, kan."


Nah, jadi bingung dan serba salah kalau sudah begini. Mau berbagi salah, tidak berbagi dibilang pelit. Sudah semakin kabur batas antar kebaikan dan sikap waspada, apalagi saya pernah menyimak kalimat motivasi yang berbunyi demikian, bagaimanapun respon dari orang lain, ayo tetap berbuat baik.


Intinya, kemurahan hati tetaplah perbuatan baik dan mulia, jadi jangan menolak berbuat kebaikan. Hanya saja, jadilah orang baik dan cerdas, supaya tahu menuangkan kadar kebaikan yang pas untuk orang lain.

Kamis, 08 September 2022

Kisah Unik dan Lucu tentang Sekolah yang Membangkitkan Kenangan





Apa yang timbul di benak ketika mengingat kenangan masa sekolah dulu?  Mayoritas mungkin mengacu pada teman-teman ataupun guru-guru dengan variasi ceritanya. Alur kisah lucu, sedih, hingga mengharubirukan dan romantis, berseliweran dalam memori sekolah. Lakon demikian sudah banyak terekam baik dalam tulisan, lagu, ataupun film. 


Karena saya kurang piawai menuturkan kisah romantis, maka jika ditanya mengenai masa sekolah, saya ceritakan saja tentang masa kanak-kanak alias SD. Pengalaman zaman SD dulu nggak kalah menarik dengan cerita remaja, begitu menurut saya.


Tulisan yang tertera di blog ini bukan pula berkisah tentang pertemanan apalagi permusuhan, tapi tentang bangunan sekolah dan kebiasaan unik pada masanya, yaitu kegiatan apa saja yang dilakukan selama pembelajaran di sekolah. 


Walaupun mendaftar SD sudah melewati puluhan tahun, tapi sampai sekarang masih terekam jelas bagaimana pertama kali diantar ke sekolah.  Lingkungannya yang luas, seperti mengintimidasi seorang anak kecil yang akan menghabiskan waktunya enam hari dalam seminggu di sana.  


Sumber : Pixabay


Ketika mulai mengenakan seragam putih merah, muncul perasaan campur aduk antara ketakutan dan penasaran, bagaimana nanti menghadapi guru baru. Cuma, karena sudah melewati masa TK, saya telah mandiri dan nggak perlu drama air mata perpisahan, ketika masuk ke ruang kelas.


Kalau disuruh mengingat satu per satu peristiwa selama di SD, mungkin  sulit untuk memaparkannya kembali.  Namun, bukan berarti kenangan itu pupus begitu saja, tapi bisa dibangkitkan lagi dengan melihat foto-foto yang tersedia, yaitu gambar dari sekolah kami.


Ada dua jenis foto yang saya peroleh untuk tulisan di sini. Yang pertama, adalah foto berlatar bangunan berwarna krem, yang saya ambil sendiri saat mudik Tahun Baru 2016. Yap, saya sudah lama meninggalkan kota kelahiran, tapi kalau ada kesempatan masih suka bertandang ke sana, termasuk mengunjungi sekolah kenangan. 


Pada foto-foto tahun 2006, bentuk bangunannya masih kelihatan sama seperti terakhir kali saya menginjakkan kaki di sana.  


Yang kedua, adalah foto dengan latar belakang tembok berwarna krem dan coklat tua. Gambar-gambar tersebut diabadikan oleh kawan sekelas saya, sesama alumni, yang mudik Lebaran pada Mei 2022 lalu. Hasil jepretannya sempat membuat heboh teman-teman lain di grup alumni, seakan mereka dibawa kembali ke masa lampau.  


Atas izin beliau, hasil tangkapan kamera ponselnya bisa ditampilkan di sini. Jadi, dari dari beberapa foto tersebut, tampak ada perubahan situasi sekolah selama enam belas tahun terakhir.



Sekolah pada lokasi yang sama

Atas : 2006

Bawah : 2022



Nama sekolahnya sebaiknya kita diabaikan saja, karena tulisan ini sekedar ingin berbagi cerita tentang kegiatan anak-anak dulu yang jarang terekspos. Mudah-mudahan uraiannya bisa bermanfaat untuk para pembaca.


Kegiatan Unik dan Lucu pada Jadwal Sekolah

Kalau disuruh menyebut nama teman atau guru semasa SD dulu, ada sebagian yang sudah luntur dari memori. Puluhan tahun berlalu, hanya teman terdekat atau guru favorit yang masih menyangkut di ingatan saya. Oleh sebab itu, perlu objek visual agar cerita lama mampu kembali muncul.


Sekolah ini berdiri di tanah yang luas, dengan kapasitas 12 kelas ruang SD dan  SMP sebanyak 3 kelas.  Fasilitas sekolah cukup lengkap, selain perpustakaan dan UKS (Unit Kesehatan Sekolah), ada lapangan bulutangkis, bola basket, hingga sepak bola. Untuk fasilitas olahraga, cuma kolam renang saja yang belum tersedia.


Kalau siswa di sekolah lain setiap hari harus naik turun tangga, maka rutinitas kami adalah berjalan keliling areal sekolah yang membentang, karena tidak ada bangunan lantai dua.  Rerumputan menjadi permadani hijau di halaman sekolah yang dinaungi pepohonan.


Saya ingat sekali dulu sering menyusuri halaman sekolah bersama teman sambil menghirup udara sejuk, karena lokasinya sangat teduh.


Situasi dan lokasi sekolah memberi pengalaman unik dan lucu yang patut dikenang sampai sekarang, seperti :


Pohon Beringin
Mungkin anak-anak lain mengenal pohon beringin dari lambang salah satu parpol, tapi tidak demikian dengan saya. Pohon beringin pertama kali saya lihat ketika masuk kelas 1 SD, yang terletak persis di tengah sekolah.


Sayangnya, ketika menjenguk ke sana tahun 2016, beringin tersebut sudah ditebang dan tinggal bonggolnya yang berdiameter sekitar 3-4 meter, pohonnya tinggi sekali mencapai hampir 15 meter.



Tahun 2006 : Tanda panah putih adalah bekas pohon beringin


Karena terletak berdampingan dengan kantin sekolah, pohon ini jadi tempat nongkrong favorit. Biasanya pada jam istirahat, banyak siswa antre membeli mie sop dan menyantapnya di bawah pohon.


Ada yang belum tahu jenis makanan bernama mie sop?


Ini nama hidangan sederhana favorit anak sekolah, yaitu bihun dan mie kuning dicampur daging ayam suwir-suwir, kerupuk merah putih, serta daun sop, kemudian disiram dengan kuah hangat kaldu ayam. Rasanya nyam-nyam kalau dicampur dengan kecap atau cabe.


Sambil menikmati mie sop, saya dan teman-teman ngobrol di bawah pohon beringin. Asyik, lho, berteduh dari sinar matahari di naungan dedaunannya. Cuma, kalau lagi naas, tiba-tiba bisa ada kadal jatuh dari atas pohon dan membuat para siswi histeris. Kejadian begini jarang, kok, sesekali saja dan kadalnya pun langsung kabur mendengar jeritan.


Pada tahun 2022, ketika teman saya datang, bonggolnya sudah dibersihkan dan diganti dengan pohon baru, yang tersisa hanya bangku-bangku yang dulu mengelilingi beringin. Meskipun demikian, kenangan pada pohon itu sulit diabaikan. Selain sebagai ikon sekolah, tumbuhan tersebut bukan cuma memberi kisah lucu seperti kadal jatuh, tapi juga kesan seram.


Pohon Beringin sering diidentikkan dengan cerita mistis, meskipun kami aman-aman saja selama duduk di sana. Mungkin karena siang hari, boleh jadi lain ceritanya kalau tadi sekolah malam. Apakah akan muncul teman baru yang memperkenalkan diri? 


Hanya saja, batang pohon memang penuh dengan paku yang ada cerita mitosnya.


Dulu, rata-rata pohon pasti punya paku tertancap di batangnya. Sekarang saya melihat kebiasaan ini mulai ditinggalkan. Mungkin orang zaman now sudah tidak percaya lagi dengan kisah fiktif yang belum jelas kebenarannya.


Menurut kepercayaan dulu, pohon-pohon besar harus dipaku untuk menghindari mahluk tak berwujud padat yang singgah dan mengganggu warga. Sampai sekarang, hal ini memang tidak pernah bisa dibuktikan secara ilmiah. Akan tetapi, pemandangan paku-paku yang menancap pada pohon, jadi lumrah pada masa itu.


Seperti pohon beringin tempo doeloe yang barusan diceritakan.


Sungai di belakang sekolah
Lokas sekolah dikelilingi oleh sungai yang berarus deras dan, katanya, cukup dalam. Hanya bagian depan bangunan yang bertemu dengan jalan raya. Walaupun berdekatan dengan sungai, tapi sekolah berada pada dataran tinggi, hingga tak pernah kebanjiran.  


Anak-anak dilarang mendekati sungai dan memang sekolah dipagar agar tidak sembarangan orang luar masuk ke lokasi. Bagi kami, pemandangan sungai itu menakutkan, airnya sangat keruh, apalagi banyak pohon-pohon tinggi di sekitar.


Akan tetapi, jika dikawal para guru, menyusuri daerah tepian sungai ternyata jadi pengalaman menarik.


Begini ceritanya, setiap hari Sabtu kami ada kegiatan Pramuka.  Supaya kegiatannya tidak monoton, siswa-siswi pernah diajak berkeliling melihat lingkungan sekitar, termasuk sungai tadi.


Antara sekolah dan sungai dipisahkan oleh jalan setapak, dan melalui jalan itu kita bisa melihat aliran sungai yang selama ini jadi momok untuk para siswa. Asal berada di tempat aman dan dikawal orang dewasa, aman kok mengamati sungai dari kejauhan. Kita tidak turun ke airnya, hanya memantau saja dari tempat kering dan tinggi.


Di lokasi sungai yang agak dangkal, kami melihat  orang yang memandikan kambing-kambing. Iya, ternyata hewan berjenggot ini juga perlu mandi supaya bersih dan sehat. Jadi, kalau ada ungkapan, karena malas mandi maka badannya bau seperti kambing, ternyata nggak sepenuhnya benar. Para kambing rajin dibersih dan aromanya nggak parah-parah amat.


Kalau mengingat perjalanan tersebut, saya mengerti mengapa sekarang banyak berdiri sekolah alam. Berguru di ruangan terbuka memang segar dan membuat mata sehat karena melihat kehijauan. Setelah mumet terus-menerus berada di ruangan, berjalan-jalan dan belajar di alam bisa membuat pikiran plong. 



Antara Sejarah Sekolah dan Cerita Mistis
Nah, cerita beginian banyak juga tersebar di sekolah lain, terutama yang punya bangunan lama. Konon, sekolah saya sudah didirikan sejak zaman Belanda.




Atas : Tampilan aula sekolah tahun 2006.  Tempat ini adalah sarana pelaksanaan berbagai kegiatan di lingkungan sekolah.

Bawah  :  Ruangan kelas saya  pada masa sekolah dan penampakannya tahun 2022.  Letaknya tepat di sebelah kiri aula.





Menurut cerita yang tersebar, sekolah pernah jadi asrama putri kemudian dialihkan fungsi sebagai rumah sakit. Tidak ada yang tahu pasti soal kebenaran faktanya, termasuk rumor mistis yang beredar  tentang kejadian misterius, seperti suara aneh yang pernah terdengar di malam hari.


Bicara soal mistis sekali waktu saya pernah terlambat dijemput sepulang sekolah. Teman-teman sekelas semua sudah pulang, tinggallah saya bersama beberapa anak yang tidak saling mengenal. Daripada melamun, saya berjalan sendirian menyusuri lorong-lorong sekolah.


Saya ingat, saat itu hari masih siang terang benderang, tapi suasana sudah sepi. Saya melewati ruangan yang agak gelap dan sunyi, tapi semua aman-aman saja, tidak suara-suara aneh atau bayangan putih berkelebatan seperti kisah di film horor. Ada beberapa kali saya sendirian berkeliling sekolah dan tak pernah bertemu kejadian misterius.


Saya kurang tahu apakah karena hari masih siang, maka para penghuni halus nggak ada yang mau keluar. Atau karena saya memberanikan diri, mereka jadi segan menunjukkan identitasnya, sebab sia-sia saja menakut-nakuti. Mungkin juga cerita mistis itu memang rumor belaka, dibuat orang hanya karena melihat bangunan tua.


Cuma, bagaimana kalau waktu itu sebenarnya mereka berjalan di belakang saya tanpa disadari?


Entahlah!


Selama enam tahun sekolah di sana, tidak ada kejadian aneh seperti kesurupan massal yang dulu sering jadi berita. Kami semua aman-aman saja, kegiatan belajar mengajar mulus tanpa rintangan yang berarti.


Kenangan Masa Sekolah Tak Lekang Melewati Waktu

Di masa SD, kenangan yang paling berkesan adalah bermain dengan teman-teman, karena dulu belum ada gadget. Lahan sekolah yang demikian luas, cocok sekali dengan karakter anak-anak yang hobi berlari dan kejar-kejaran. Namanya juga anak-anak, tenaganya masih kuat dan bugar.  Kalau sekarang disuruh kejar-kejaran, yang tinggal cuma ngos-ngosan.


Bergaul di lingkungan sekolah pun menyenangkan, walau tetap muncul anak-anak pembuat onar di kelas. Kadang-kadang, memang timbul konflik dengan teman, tapi semua bisa teratasi dengan baik. Saya pun nggak mengalami pem-bully-an, mungkin karena agak pendiam, jadi pembully merasa saya nggak berguna untuk diganggu.



Atas : Tampilan depan sekolah tahun 2006
Bawah : Tahun 2022 sudah lebih rapi dan asri 


Ada juga kejadian mengharukan, seperti dimarahi guru yang biasanya karena saya lupa membuat pe-er, atau nggak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan. Saya sempat sedih dan malu sebab ditonton kawan sekelas, tapi kalau dipikir sekarang begitulah resiko belajar, tidak apa-apa membuat kesalahan, asalkan mau dan mampu memperbaikinya di masa mendatang. 


Peristiwa seperti ini dianggap saja sebagai latihan mental untuk mampu menghadapi kerasnya hidup, setelah dewasa kelak.


Akhirnya, perjalanan mengingat masa sekolah cukup sampai di sini. Karena mesin waktu belum ditemukan, maka kenangan tersebut hanya bisa diputar ulang dengan melihat bangunan tempat dulu belajar dan bermain. Suka duka masa sekolah akan tetap melekat di ingatan, awet dan tak lekang melintasi zaman.

Maksimalkan Manfaat Gaming untuk Lansia Bersama ROG Phone 8

    "Wah, Nenek masih mahir ikut gaming."     Kalimat ini akan terucap dari seorang cucu yang menyaksikan Neneknya mahir mengutak-...