Langsung ke konten utama

Postingan

Tinggal Sendirian, Siapa Berani?

Dulu saat menonton film dari negara empat musim, saya sering iri melihat sebagian tokoh-tokohnya tinggal di rumah sendirian. Semua pekerjaan rumah mereka selesaikan seorang diri tanpa bantuan teman atau keluarga, terutama jika mereka masih berstatus single. Budaya mereka mendidik anak mandiri sejak usia muda.  Berbeda dengan budaya negara kita yang masih kental dengan adat kekeluargaan. Kecuali kos-kosan, tinggal sendirian tanpa keluarga atau teman dipandang janggal. Apa enggak kesepian? Terus, siapa yang membantu kalau terjadi sesuatu (ya, janganlah berharap terjadi sesuatu yang tidak diinginkan). Tinggal sendirian bukan pilihan populer di sini. Saya justru penasaran gimana rasanya tinggal sendirian. Pasti senang bisa menguasai satu rumah sebebas-bebasnya. Penghuni punya kehendak mandiri mau beresin rumah atau enggak, toh tinggal sendirian. Tidak akan ada yang komplain. Mau mengerjakan apapun, seperti memasang suara musik keras, ayo saja. Tetapi, kapan ya, bisa terwujud? Begitu dulu

Yuk, Cicipi Cemilan Legit Khas Sumatera Utara

  Singgah pada daerah tertentu rasanya kurang lengkap kalau belum mencicipi kuliner khas setempat. Ada beragam hidangan yang mungkin tidak kita temukan di daerah asal.  Soal rasa atau selera memang  relatif, tapi tak ada salahnya dicoba dahulu.  Kalau ke Sumatera Utara, jangan lupa mencicipi kue khas Batak Toba, seperti ombus-ombus, lapet, hingga  pohul-pohul. Kenapa saya sarankan mencobanya? Karena saya suka rasanya dan penjual makanan ini seminggu sekali pasti lewat depan rumah. Iyalah, kita sebaiknya menyarankan makanan yang sering kita temukan. Kalau bukan penduduk setempat, siapa lagi? Sebelumnya saya juga pernah menulis tentang cemilan makanan khas Sumatera Utara lain, yaitu cimpa dan kue jagung di sini . Kalau jenis ini merupakan makanan khas dari Batak Karo, sub suku yang lain. Suku Batak itu ada beragam ya, bukan hanya satu. Uniknya, karena berasal dari daerah yang sama, maka bentuk dan rasa beragam cemilan di atasnya agak beti-beti, beda tipis.  Tanpa perlu berpanjangan, yuk

Pandemi Mereda, Kelas Online Tetap Eksis

Kalau berbicara tentang kelas online, saya jadi teringat masa pandemi dulu. Karena harus di rumah saja, maka kelas jenis ini menjadi sarana untuk belajar. Awalnya, aneh ikut kelas yang enggak bertemu dengan semua pesertanya secara langsung, seperti belajar di awang-awang.  Dulu pertama kali membuka aplikasi zoom, saya lumayan gaptek. Lucu kalau ingat gimana gugupnya pertama kali menggunakan zoom. Begitu dipasang, lho, suaranya kok hilang? Akhirnya, setelah bertanya pada saudara di rumah, ternyata ada fitur yang harus ditekan.  Belum lagi karena iseng, jari saya menekan fitur yang menampilkan telapak tangan. Akibatnya, moderator langsung sigap mempersilakan saya bertanya. Daripada malu karena ketahuan gaptek, akhirnya asal tanya saja. Untung pertanyaannya masih masuk akal. Hehehe.  Sempat berseliweran opini kalau kelas online hanya bertahan pada masa pandemi. Siapa juga yang mau belajar di ruangan virtual terus menerus? Untuk sebagian orang mungkin iya, tapi beda dengan saya. Sampai sek